Peluang
Poros Islam
Iding R Hasan ; Dosen Komunikasi
Politik FISIP UIN Jakarta,
Deputi Direktur The Political Literacy Institute
|
REPUBLIKA,
12 April 2014
Ada satu kenyataan yang menarik
dari gelaran Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April 2014 yang baru saja selesai,
yakni naiknya perolehan suara partai-partai politik (parpol) Islam. Hal ini
menurut hasil sementara, baik berdasarkan hitung cepat (quick count) maupun exit
poll dari sejumlah lembaga survei.
Menurut exit poll dari Indonesia Research
Center, misalnya, diketahui bahwa di antara parpol-parpol Islam, Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) memperoleh suara tertinggi, yakni 9,50 persen. Disusul
kemudian oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebesar 7,11 persen, Partai
Amanat Nasional (PAN) 7,07 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 6,81
persen, dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1,61 persen.
Perolehan suara parpol-parpol
Islam tersebut ternyata berbeda dengan prediksi hasil jajak pendapat dari
beberapa lembaga survei yang dilakukan sebelum pileg. Umumnya hasil jajak
pendapat menunjukkan bahwa parpol-parpol Islam akan jeblok pada Pileg 2014.
Menurut Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada 2013, perolehan suara parpol
Islam semuanya berada di bawah angka 5 persen: PKB (4,5 persen), PPP (4
persen), PAN (4 persen), dan PKS (3,7 persen).
Poros Islam jilid dua
Mungkinkah peningkatan suara
parpol-parpol Islam dalam Pileg 2014 akan membuka kembali peluang munculnya
poros Islam? Beberapa waktu lalu sempat mengemuka usulan tersebut yang
dilemparkan oleh PKS, tetapi ternyata tidak mendapatkan respons tinggi dari
parpol-parpol Islam lainnya. Namun, dengan kenyataan yang ada sekarang, bukan
tidak mungkin parpol-parpol Islam tersebut bersedia membuka pintu kembali
bagi gagasan poros Islam jilid dua. Peluang tersebut memiliki potensi cukup
besar kalau dilihat, misalnya, dari segi kuantitas jumlah suara.
Jika keseluruhan suara parpol
Islam hasil pileg kemarin digabungkan, jumlahnya bisa mencapai kurang lebih
30 persen. Jelas angka tersebut bukan jumlah yang kecil dan sudah lebih dari
cukup untuk memunculkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden
(capres-cawapres) sendiri.
Barangkali satu-satunya kendala
besar bagi munculnya poros Islam jilid dua adalah persoalan traumatis yang
masih dirasakan oleh PKB. Sebagai mana
diketahui bahwa poros Islam yang dipelopori Amien Rais, ketua umum MPR
ketika itu, mendesak pemakzulan terhadap mantan presiden Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) pada 2001, padahal poros Islam pulalah yang mendukung naiknya Gus
Dur ke kursi presiden RI pada 1999.
Namun, dalam politik segala
sesuatu bisa terjadi. Seperti adagium yang sangat terkenal dalam politik,
tidak ada kawan dan lawan yang abadi kecuali kepentingan itu sendiri. Maka, PKB
bisa saja mengubah sikapnya terhadap gagasan poros Islam jika dilakukan
negosiasi di antara elite-elite parpol Islam.
Kepentingan bersama
Satu kecenderungan yang menurut
hemat penulis memungkinkan terjadinya poros Islam untuk saat ini adalah
perolehan suara PKB yang tertinggi di antara parpol-parpol Islam lainnya. Hal
ini jelas membuat posisi tawar rumah politik warga nahdliyin tersebut lebih
tinggi. Dengan kata lain, partai ini bisa menjadi pemimpin poros Islam jilid
kedua nanti.
Dalam konteks ini, PKB tentu
memiliki hak mendapatkan jatah untuk mengusung capres, sedangkan cawapresnya
bisa diambil dari kalangan internal parpol-parpol Islam lainnya atau mungkin
saja dari kalangan eksternal yang dapat menyumbang elektoral tinggi sehingga
menjadi duet yang menjanjikan pada Pilpres 2014.
Mungkin saja PKB mengajukan Rhoma
Irama sebagai capres dari poros Islam karena selama ini partai pimpinan Muhaimin
Iskandar tersebut telah menggadang-gadang sang raja dangdut sebagai capresnya.
Boleh jadi perolehan suara tinggi PKB bukan saja karena mendapatkan limpahan
suara Demokrat, melainkan karena faktor Rhoma Irama yang sangat populer di
kalangan umat Islam. Meskipun belum ada pene litian resmi mengenai hal ini,
faktor figur dalam politik Indonesia memang sangat berpengaruh.
Bukan tidak mungkin pada situasi
seperti ini akan ada resistensi dari parpol-parpol Islam yang umumnya telah
memiliki capresnya sendiri. Yang paling kuat resistensinya kemungkinan besar
datanng dari PAN karena jauh-jauh hari sudah mendeklarasikan Hatta Rajasa
sebagai capres. Adapun PPP, PKS, dan PBB relatif lebih mudah atau tingkat
resistensinya tidak akan terlalu tinggi.
Pada akhirnya, para elite parpol Islam semestinya jangan terlalu
mengedepankan ego kepartaiannya, melainkan harus mendahulukan kepentingan bersama,
yakni kepentingan politik Islam. Kalau memang perolehan suara PAN, misalnya,
kalah signifikan, sudah semestinya para elite PAN tidak terlalu ngotot untuk
membidik kursi nomor satu.
Bagaimanapun poros Islam jilid
pertama telah pernah berjaya pada Pemilu 1999. Salah satu faktor utamanya
adalah adanya sikap untuk mendahulukan kepentingan bersama di antara para
elite parpol Islam ketika itu. Bukan tidak mungkin dengan sikap yang sama,
poros Islam jilid kedua juga akan mengalami nasib yang sama pula. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar