Jumat, 25 April 2014

Otda dan Kesejahteraan Rakyat

Otda dan Kesejahteraan Rakyat  

Suhendro  ;   Pengamat Demokrasi Masalah Bangsa
HALUAN, 23 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
Otonomi Daerah (Otda) adalah pem­berian kewe­nangan yang luas, nyata, dan bertang­gung­jawab kepada daerah secara proporsional dan yang diwujud­kan dengan pengaturan, pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berimbang dan berkeadilan serta perimbangan pusat dan daerah. Kebijakan otonomi daerah tidak hanya menyang­kut ruang lingkup penye­lenggaraan pemerintahan saja, namun harus bisa mendorong berlangsungnya proses otonomi masyarakat di daerah.

Mas­yarakat otonom adalah mas­yarakat mandiri, yang dapat secara bebas menentukan sendiri pilihan­nya berdasarkan kebutuhan yang diperlukan dan dira­sakan, seperti memilih kepala daerah, merumuskan kebijak­an pembangunan daerah dan keputusan lainnya sesuai dengan kondisi dan kemam­puan daerah.

Proses pembangunan daerah tidak akan maksimal jika tidak ada partisipasi dari seluruh komponen daerah, khususnya masyarakat. Selain itu, juga perlu adanya komu­nikasi dan koordinasi yang baik dengan  berbagai pihak terkait di daerah agar pem­bangunan bisa lebih terarah dan terorganisir. Pemerintah daerah harus menyusun program pembangunan sebagai upaya sistematis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kesejahteraan warga. Untuk itu, berharap setiap pemprov di Indonesia semangat membangun daerah bisa terus dijalankan dan tidak pernah berhenti, karena memberi harapan besar untuk memperluas pembangunan dan menaikkan daya saing daerah, sehingga dapat meningkatkan IPM. 

Selain itu, pemerintah daerah harus mampu menyampaikan bebe­rapa pelaksanaan program pro rakyat yang harus diikuti dengan perbaikan birokrasi dan peningkatan mutu penye­lenggara pemerintahan. Perencanaan APBD juga perlu disiapkan secara matang, efisiensi, akuntabilitas, efektivitas, dan keber­man­faatan bagi mas­yarakat, sehingga tidak timbul per­masalahan kedepannya. Salah satu prasyarat untuk mencip­takan kemandirian daerah adanya perubahan dalam tata pemerintahan di daerah sehingga fungsi pemerintah daerah sebagai fasilitator masyarakat biasa optimal. Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten harus meminimalisir fungsi memerintah untuk kemudian secara tegas dan jelas lebih mengedepankan fungsi mela­yani dan memberikan fasilitas pada usaha-usaha pem­berdayaan masyarakat.

Pada hampir daerah kabupaten di Indonesia ada beberapa fenomena kultural-politis, yang harus dicermati karena potensi besar menj­adi kendala pelaksanaan otonomi daerah. Untuk itu, pemerin­tah daerah seharusnya konsisten untuk mengikuti perubahan paradigma peme­rintahan dalam melak­sanakan setiap kebi­jakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Tekad ini seharusnya terwu­jud dalam segala bidang dan diupa­yakan seoptimalkan mung­kin agar bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat daerah mau mewujudkan misi oto­no­misasi yaitu keadilan dan kesejah­teraan masyarakat daerah.

Menurut UU Nomor 22 tahun1999, Otonomi daerah diselenggarakan atas dasar prinsip demokratisasi, peran serta masyarakat, pe­mera­taan, keadilan, de­ngan tetap memperhatikan keane­karagaman dan poten­si daerah. Pengaturan dan pengelolaan keuangan da­erah harus didasarkan pada perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berwujud pada sumber pendapatan daerah dan dana perimbangan. Ada kecen­derungan kuat bahwa di sebagian kalangan Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Propinsi untuk bersikap setengah hati dalam menyerahkan ke­wenangan kepada Peme­rintah Kabupaten.

Keengganan ini akan berdampak pada proses pengalihan dan penyerahan kewenangan terutama se­cara psikologis birokratis, sehingga proses penyerahan kewenangan akan berlarut-larut dan mengulur jadwal pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten. Sementara itu, bagi masyarakat, yang penting ada perubahan pada kinerja pemerintah sehingga masyarakat akan mem­peroleh pelayanan yang lebih baik dan murah. Penye­lenggaraan pemerintah di daerah merupakan salah satu kunci penting keber­hasilan pelaksanaan kebi­jakan otonomi daerah, karena merekalah ujung tombak dan eksekutor program tersebut. 

Pelak­sanaan otonomi daerah mampu mendorong pening­katan kesejahteraan mas­yarakat, meski baru ber­jalan sekitar sebelas tahun, pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah. Sebagai upaya konstruktif untuk pemerataan pembangunan daerah, maka diharapkan pembangunan desa bisa lebih maju dan lebih merata, sehingga tidak kalah dari kota. Percayalah, Pemerintah Pusat (Jakarta) tidak akan mampu mengu­rus Indonesia yang sangat luas, karenanya, serahkan sebagian kewenangan ke­pada kepala daerah untuk membangun dan men­cip­takan kesejahteraan warga di daerah.

Memang benar, otonomi daerah menciptakan raja-raja kecil di daerah yakni Guber­nur, Walikota dan Bupati, namun raja yang dipilih secara demokratis untuk ikut menciptakan daerah otonom yang maju, sejahtera dan agamis di masing-masing daerah. Adanya gejala yang cukup menonjol pada hampir semua pemerintah kabu­paten bahwa sikap dan mentalitas aparatur baik eksekutif maupun legis­latif masih menyisakan pe­­ngaruh kebija­kan pe­merintah yang sentra­listik, sehingga mere­ka lebih baik menunggu dan kurang berani mengambil inisiatif dan prakarsa untuk melaksa­nakan fungsi peme­rintah.

Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pelak­sanaan otonomi justru ketika saat ini pemerintahan dae­rah di Kabupaten ditun­tut kepelo­porannya untuk mencapai keberhasilan pelak­sanaan otonomi itu sendiri. Se­dangkan, pelaksanaan oto­nomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa im­plikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.

Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujud­kan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keaneka­ra­gaman dan potensi daerah. Se­dangkan implementasi desen­tralisasi adalah tum­buhnya partisipasi masyarakat, adanya trans­paransi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan peme­rintah daerah dilak­sanakan secara demok­ratis. Dengan mengacu pada target im­ple­men­tatif pelak­sanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabu­paten bisa menempuh lang­kah-langkah alternatif yakni mengubah dan mem­bangun kualitas sikap dan menta­litas aparatur Peme­rintah Kabupaten, mengem­bangkan tradisi pemerintahan demokr­­atis yang partisipatif, transparan dan akuntabel, menggalakkan dan menum­buh kembangkan partisipasi masyarakat ter­hadap kebijakan otonomi daerah melalui kegiatan dese­­minasi dan so­sialisasi terpadu di ber­bagai kalangan mas­ya­­rakat, menumbuhkan pra­karsa masyarakat untuk menuju kemandirian daerah, menge­lola dan memelihara keane­karagaman mas­ya­ra­kat daerah dan mendaya­gu­nakannya sebagai salah satu modal pembangunan serta menggali, mengelola dan mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kese­jahteraan masyarakat. 

Dilain pihak, kesiapan pemerintah kabupaten un­tuk segera menyeleng­garakan ke­we­nangan pemerintah sering terhambat oleh dirinya sendiri, dimana banyak kabupaten yang kurang memiliki sumber daya, atau kurang memiliki data tentang sumber daya dan potensi daerah. Masih sedikit kabu­paten di Indo­nesia yang mempunyai sumber data yang lengkap dan aplikatif serta kurang diolah dan disajikan dan bahkan jarang dipakai sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan dalam perumusan kebijakan daerah, sehingga banyak yang tidak relevan dan realistik. Oleh karena itu, akan men­jadi salah satu tolok ukur kualitas pemerin­tah kabu­paten da­lam penye­lenggaraan pemerintah pada bidang-bidang pekerjaan umum, kesehatan, pen­didikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, per­tanahan, koperasi dan tenaga kerja.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar