Merubah
atau Mengubah?
Holy Adib ; Wartawan Haluan
|
HALUAN,
01 April 2014
Kata dan
penggunaannya dibentuk oleh kesepakatan bersama melalui aturan tertulis.
Namun, tampaknya ada yang membuat kesepakatan bersama di luar aturan yang
tidak tertulis. Tentu saja penggunaan kata di luar aturan tertulis merupakan
sebuah kesalahan (besar), sebab telah diatur dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).
Saya
sering membaca kata dalam sebuah tulisan atau lagu, yang penggunaan katanya
berada di luar EYD, namun kata tersebut sepertinya sudah sepakat untuk
dikatakan benar atau sesuai aturan. Kesalahan tersebut mungkin berasal dari
budaya tutur, bukan budaya tulis.
Salah
satu contoh kata tersebut adalah merubah. Bila diuraikan menjadi awalan dan
kata dasar, maka tampaklah kesalahan kata merubah. Di dalam Bahasa Indonesia
tidak ada awalan mer. Sedangkan
kata dasar dari merubah adalah ubah. Lalu dari mana datangnya awalan mer dalam kata merubah?
Bila
maksud kata merubah adalah menjadikan berbeda dari semula atau menukar bentuk
misalnya warna atau rupa, maka kata yang tepat untuk mengganti kata merubah adalah mengubah. Kata mengubah
jelas dapat diuraikan. Kata dasarnya adalah ubah yang kemudian diberi awalan meng sehingga menjadi mengubah. Awalan meng jelas terdapat dalam Bahasa Indonesia.
Kesalahan
kata merubah tampak sangat kentara ketika dijadikan kata pasif, yakni
dirubah. Awalan dir tidak terdaftar
dalam Bahasa Indonesia.
Kesalahan
penggunaan kata merubah juga
terlihat ketika diketik di halaman Microsoft
Office Word yang menggunakan fitur Auto
Correct Bahasa Indonesia. Jika ditulis kata merubah, maka Microsoft Office Word akan
menggarisbawahi kata tersebut secara otomatis dengan warna merah sebagai
tanda kesalahan. Namun, jika dituliskan kata mengubah, Microsoft Office Word tidak akan memberikan garis
berwarna merah. Microsoft Office Word
adalah mesin yang tidak bisa menipu dan ditipu seperti manusia.
Variasi
lain dalam kesalahan penggunaan kata mengubah
selain merubah adalah merobah. Sudahlah awalan mer merupakan awalan ilegal, ditambah
pula dengan kata dasar obah yang
juga ilegal.
Dengan
mengetahui awalan, akhiran dan kata dasar sebuah kata, maka akan mudah
terlihat betul atau salah penggunaan sebuah kata.
Lalu
dari mana datangnya awalan mer pada kata merubah? Saya mencoba menjawabnya sesuai
kemampuan saya. Saya menduga, kata merubah disepakati untuk digunakan
berdasarkan kata berubah. Penggunaan kata berubah sudah tepat, sebab kata
tersebut berasal dari kata dasar ubah yang diberi awalan ber. Awalan ber adalah
awalan yang terdaftar dalam Bahasa Indonesia sebagai awalan yang legal.
Barangkali, penggunaan kata merubah
didasari oleh kemiripan bunyi dengan kata berubah,
yakni sama-sama mengandung bunyi er;
mer dan ber.
Kata
adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan. Pengguna yang sering
menggunakan kata yang salah, maka dengan sendiri akan mewariskan kata yang
salah kepada pengguna kata lainnya. Dengan menggunakan kata yang salah, maka
rusaklah bahasa!
Salah
satu lagu yang saya dengar mewariskan penggunaan kata yang salah adalah lagu
yang dinyanyikan oleh Once Mekel yang berjudul Aku Mau. Pada bait pertama larik ketiga lagu tersebut terdapat
lirik, “tapi takkan merubah perasaanku”.
Lagu itu cukup digemari oleh masyarakat sehingga cukup populer terutama di
kalangan generasi muda. Kepopuleran lagu tersebut adalah keuntungan bagi
label rekamannya dan merupakan kerugian bagi bahasa. Kenapa bahasa dirugikan
oleh lagu itu? Karena mensosialisasikan kata merubah kepada pendengar yang
juga merupakan pengguna bahasa. Akibatnya, kata merubah disepakati sebagai kata yang benar bagi mereka yang tidak
mengetahui penggunaan kata yang sebenarnya. Karena orang terbiasa mendengar
kata merubah, maka kata tersebut
menjadi tidak asing lagi di telinga dan enak didengar serta diucapkan. Orang
yang terbiasa mendengar kata merubah,
telinganya akan aneh mendengar kata mengubah
dan cenderung menganggapnya salah.
Lagu
Once tersebut adalah contoh kecil perusakan bahasa melalui media, yakni
musik. Yang paling menakutkan adalah, perusakan bahasa melalui media massa
seperti suratkabar cetak mau pun online,
televisi dan radio. Ribuan orang setiap hari menikmati media massa. Media
adalah penyebar bahasa. Jika media salah menggunakan bahasa, maka rusaklah
pengetahuan orang tentang penggunaan bahasa yang benar.
Bahasa
di media tidak terlepas dari wartawan dan redaktur. Wartawan sebagai orang
yang mewartakan kebenaran, juga harus mewartakan kebenaran bahasa. Jika
wartawan salah menggunakan bahasa, maka redaktur bisa mengoreksinya. Namun
jika wartawan salah menulis sebuah kata, lalu kata yang salah tersebut lolos
dari pemeriksaan redaktur, maka ribuan orang berpotensi menggunakan kata yang
salah itu, kecuali orang yang berpedoman kepada EYD dan mempelajari bahasa
sampai ke akar-akarnya.
Sembari
terus mempelajari kata dan bagaimana menggunakannya dengan benar, saya
teringat status Facebook kawan
saya, Heru Joni Putra, “belajar memang
menyakitkan, tapi ketidaktahuan lebih menyakitkan.” ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar