Minggu, 06 April 2014

Menguji Ketangguhan Ekonomi Thailand

Menguji Ketangguhan Ekonomi Thailand

Chusnan Maghribi  ;   Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
SUARA MERDEKA, 05 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
“Persoalannya sekarang tentu ketangguhan perekonomian Si Teflon sanggup bertahan berapa lama lagi?”

SEJAK militer mengudeta Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra pada 19 
September 2006, Thailand secara politik tak pernah stabil. Negeri Gajah Putih itu terus dirundung pertikaian politik tanpa solusi. Kondisi itu menyebabkan rakyat terpolarisasi menjadi dua kelompok.

Satu kelompok adalah masyarakat kelas bawah pendukung mantan PM Thaksin beserta sekutunya. Mereka mengambil basis di wilayah pedesaan dan mengidentiifikasi kelompoknya dengan Kaus Merah

Kelompok lainnya adalah masyarakat kelas menengah ke atas,  pendukung lawan-lawan politik Thaksin. Mereka memilih berbasis di wilayah perkotaan, terutama ibu kota Bangkok, dan mengidentifikasi kelompoknya dengan Kaus Kuning. Dua kelompok yang berseberangan tersebut kerap terlibat bentrokan darah, bahkan sampai menimbulkan banyak korban tewas.

Peristiwa mutakhir terjadi sejak November 2013, saat  ribuan pendukung Kaus Kuning menggelar demonstrasi memprotes rancangan undang-undang yang akan memuluskan mantan PM Thaksin pulang kampung dari pengasingannya di Dubai, dan menuntut PM Yingluck Shinawatra mengundurkan diri.

Aparat keamanan memang berhasil meredam aksi protes kelompok Kaus Kuning itu dan PM Yingluck pun bisa menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) dini pada 2 Februari lalu guna membentuk pemerintahan baru. Namun, belakangan Mahkamah Konstitusi menganulir hasil pemilu yang dimenangi partai Yingluck (Puea Thai) itu.

Saat bersamaan Komisi Antikorupsi Nasional tengah mengusut kasus skema subsidi beras yang bisa berujung pada pemakzulan Yingluck selaku perdana menteri.
Itu sebabnya kelompok Kaus Merah loyalis Thaksin berencana menggelar aksi demo besar-besaran di Bangkok, menandingi demonstrasi Kaus Kuning, yang direncanakan pada Sabtu, 5 April 2014. Banyak pihak khawatir aksi tersebut makin memanaskan suhu politik. (SM, 25/3/14).

Praktis, selama delapan tahun terakhir Thailand mengalami distabilitas politik yang sangat parah. Pertanyaannya, apakah distabilitas politik tersebut menimbulkan dampak negatif signifikan bagi perekonomian negeri kerajaan tersebut?

Rahul Banjorian, ekonom Barclays Capital berbasis di Singapura mengatakan kendati delapan tahun terakhir Thailand terus dilanda kekacauan politik, perekonomian negara itu sepertinya tidak terpengaruh cukup berarti. Distabilitas politik tidak memunculkan dampak negatif signifikan bagi perekonomian negara tersebut.

Pertumbuhan Terbaik

Terbukti, saat terjadi kekacauan serius yang menewaskan sedikitnya 90 demonstran Kaus Merah tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Thailand bahkan mencapai 7,8%. Angka itu menunjukkan pertumbuhan terbaik dalam kurun 15 tahun belakangan. Capaian itu disusul indeks saham melonjak 40,6%, nilai ekspor naik hampir 30%, dan investasi meningkat 14%.

Mendasarkan pada realitas tersebut, kalangan analis ekonomi kemudian menjuluki Thailand sebagai ’’Si Teflon’’. Layaknya wajan tempat penggorengan, Thailand dinilai tahan terhadap suhu panas. Pertanyaannya kemudian, mengapa perekonomian Thailand sanggup bertahan di tengah suhu panas politik yang nyaris tidak pernah berhenti dalam sewindu terakhir?

Sebagian analis ekonomi seperti Viboon Komadit, Chief Marketing Amanta Corporation melihat, itu terjadi karena sebagian besar investasi di Thailand tidak berada di Bangkok, tapi tersebar di banyak provinsi. Selain itu, Thailand memainkan peran penting dalam rantai pasokan pasar global, terutama dalam bidang otomotif. Tak sedikit perusahaan otomotif asal Jepang, semisal Honda dan Toyota, tetap memercayai Thailand sebagai basis produksi terandal di Asia Teng­gara.

Persoalannya sekarang tentu ketangguhan perekonomian Si Teflon Thailand akan sanggup bertahan berapa lama lagi? Apakah jika krisis politik makin berlarut-larut perekonomian negeri itu juga tetap mampu bertahan? Krisis politik lanjutan pascapemilu dini pada 2 Februari 2014 agaknya benar-benar akan menguji ketangguhan perekonomian Thailand.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar