Minggu, 13 April 2014

Mencari Pangeran

Mencari Pangeran

Ahmad Wayang  ;   Bergiat di Rumah Dunia
TEMPO.CO, 12 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
Saya masih merekam situasi dan kondisi detik-detik saat Sang Gubernur Banten pertama kali ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka--itu terjadi pada pengujung akhir 2013. Bumi Banten seakan berguncang dahsyat! Banyak yang bersyukur ketika borok-borok Banten terbongkar KPK. Percayalah, kami sama sekali tidak membenci sosok Ratu, melainkan membenci perbuatan-perbuatannya yang salah dan jelas-jelas melanggar hukum. Namun, tak ditampik, banyak pula yang mendukung Sang Gubernur. Tapi inilah hidup. Ada yang pro dan kontra.

Bicara Banten, saya rasa tak akan bisa terlepas dari sebuah buku puisi karya Toto S.T. Radik berjudul Kepada Para Pangeran (Gong Publishing, Oktober 2013). Membaca sepilihan puisi Toto yang ditulis dalam rentang waktu 1994-2006 seolah saya menemukan gambaran atau peta Banten pada masa lalu dan masa kini. Toto banyak menulis tentang kampung yang sunyi, Banten yang uzur, dan kegelisahannya terhadap Banten; siapakah membangun seraya meruntuhkan?/ siapakah tersesat dalam hutan kenangan?/ ialah yang alpa ialah yang tak tahu/ ialah yang pongah ialah yang dungu/ banten yang uzur/ nagari yang lantak/ nyanyi pedihmu kelak, pangeran… (Aku Datang dari Masa Depan).

Puisi itu seperti mengajak kita untuk melihat Banten dari dekat. Toto, seperti halnya banyak warga Banten, sangat merindukan pemimpin yang berani melawan dinasti yang sedemikian kuat mengakar. Proyek-proyek Banten dikuasai segelintir orang-orang kepercayaan dinasti. Kita kemudian tak bisa melawan. Media lokal kehilangan gigi saat memberitakan kebobrokan Banten. Akhirnya banyak masyarakat yang lebih memilih menyimpan golok dan mengasah pena--meminjam kredo Toto S.T. Radik (Simpan Golokmu, Asah Penamu!). Tafsir lain adalah warga Banten tidak lagi merindukan seorang pemimpin bergelar Ratu. Mereka  merindukan seorang Pangeran.

Lupakan luka masa lalu sejenak. Selanjutnya bergegas membuat sejarah baru. Seperti dalam sajak berjudul Singarajan: menyalakan harapan hari demi hari. Ya, Banten masih punya harapan, masih memiliki orang-orang hebat dan lebih berani memerangi korupsi dan membawa Banten ke titik terang. Semangat Banten akan kembali hidup, barangkali salah satu kuncinya dengan bersatunya para Pangeran Banten dan saling merapatkan barisan.

Saya percaya masih banyak orang baik di Banten dan mencintai Banten sepenuh hati, bukan sekadar sebatas ungkapan kata cinta, tapi dibuktikan lewat kerja dan karya: perlahan kulantunkan pupuhpupuh keramat/ menjemput cahaya/ menangkap gerimis pertama/ dan berbahagia. Kami mencari Pangeran yang sekian lama hilang dan dirindukan warga Banten. Dan suara kami, kerinduan kami mencari sosok Pangeran seakan terwakilkan lewat puisi Toto ini; di manakah engkau, di manakah kalian wahai para pangeran?/ dan nagari apakah  yang tak lagi punya lazuardi, tempat cahaya menulis tanda? (Kepada Para Pangeran).

Semoga para Pangeran Banten yang masih bersembunyi di hutan-hutan purba itu mau kembali ke Banten dan bersama-sama berbenah diri membangun Banten. Kita yang akan sama-sama menuliskan sejarah baru untuk Banten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar