Mencari
Pangeran
Ahmad Wayang ; Bergiat di Rumah
Dunia
|
TEMPO.CO,
12 April 2014
Saya
masih merekam situasi dan kondisi detik-detik saat Sang Gubernur Banten
pertama kali ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka--itu terjadi pada
pengujung akhir 2013. Bumi Banten seakan berguncang dahsyat! Banyak yang
bersyukur ketika borok-borok Banten terbongkar KPK. Percayalah, kami sama
sekali tidak membenci sosok Ratu, melainkan membenci perbuatan-perbuatannya
yang salah dan jelas-jelas melanggar hukum. Namun, tak ditampik, banyak pula
yang mendukung Sang Gubernur. Tapi inilah hidup. Ada yang pro dan kontra.
Bicara
Banten, saya rasa tak akan bisa terlepas dari sebuah buku puisi karya Toto
S.T. Radik berjudul Kepada Para
Pangeran (Gong Publishing, Oktober
2013). Membaca sepilihan puisi Toto yang ditulis dalam rentang waktu
1994-2006 seolah saya menemukan gambaran atau peta Banten pada masa lalu dan
masa kini. Toto banyak menulis tentang kampung yang sunyi, Banten yang uzur,
dan kegelisahannya terhadap Banten; siapakah
membangun seraya meruntuhkan?/ siapakah tersesat dalam hutan kenangan?/ ialah
yang alpa ialah yang tak tahu/ ialah yang pongah ialah yang dungu/ banten
yang uzur/ nagari yang lantak/ nyanyi pedihmu kelak, pangeran… (Aku Datang dari Masa Depan).
Puisi
itu seperti mengajak kita untuk melihat Banten dari dekat. Toto, seperti
halnya banyak warga Banten, sangat merindukan pemimpin yang berani melawan
dinasti yang sedemikian kuat mengakar. Proyek-proyek Banten dikuasai
segelintir orang-orang kepercayaan dinasti. Kita kemudian tak bisa melawan.
Media lokal kehilangan gigi saat memberitakan kebobrokan Banten. Akhirnya
banyak masyarakat yang lebih memilih menyimpan golok dan mengasah pena--meminjam
kredo Toto S.T. Radik (Simpan Golokmu,
Asah Penamu!). Tafsir lain adalah warga Banten tidak lagi merindukan
seorang pemimpin bergelar Ratu. Mereka
merindukan seorang Pangeran.
Lupakan
luka masa lalu sejenak. Selanjutnya bergegas membuat sejarah baru. Seperti
dalam sajak berjudul Singarajan: menyalakan
harapan hari demi hari. Ya, Banten masih punya harapan, masih memiliki
orang-orang hebat dan lebih berani memerangi korupsi dan membawa Banten ke
titik terang. Semangat Banten akan kembali hidup, barangkali salah satu
kuncinya dengan bersatunya para Pangeran Banten dan saling merapatkan
barisan.
Saya
percaya masih banyak orang baik di Banten dan mencintai Banten sepenuh hati,
bukan sekadar sebatas ungkapan kata cinta, tapi dibuktikan lewat kerja dan
karya: perlahan kulantunkan pupuhpupuh
keramat/ menjemput cahaya/ menangkap gerimis pertama/ dan berbahagia.
Kami mencari Pangeran yang sekian lama hilang dan dirindukan warga Banten.
Dan suara kami, kerinduan kami mencari sosok Pangeran seakan terwakilkan
lewat puisi Toto ini; di manakah
engkau, di manakah kalian wahai para pangeran?/ dan nagari apakah yang tak lagi punya lazuardi, tempat cahaya
menulis tanda? (Kepada Para
Pangeran).
Semoga
para Pangeran Banten yang masih bersembunyi di hutan-hutan purba itu mau
kembali ke Banten dan bersama-sama berbenah diri membangun Banten. Kita yang
akan sama-sama menuliskan sejarah baru untuk Banten. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar