Membangun
Masyarakat Gotong Royong Modern
Sayidiman Suryohadiprojo ; Mantan Gubernur
Lemhannas
|
KOMPAS,
07 April 2014
KEHIDUPAN
bangsa Indonesia sekarang tampak tanpa pedoman. Korupsi merajalela di
kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif. Kalangan swasta ikut serta atau
jadi motornya. Reformasi tidak mengurangi jumlah korupsi, malah meningkatkan
jumlah maupun volume.
Kriminalitas
pun meningkat. Pembunuhan makin keji. Penipuan merupakan kejadian yang
dianggap biasa. Demikian pula perampokan dan pencurian.
Perkelahian
antarkelompok, termasuk antarmahasiswa bahkan dalam universitas sama, adalah
berita sehari-hari. Anehnya ada mahasiswa yang tanpa ragu-ragu merusak fasilitas
pendidikannya. Juga bentrokan macam-macam golongan, termasuk golongan agama.
Penganut Islam menyerang sesamanya hanya karena beda mazhab.
Tak
kurang dampak negatifnya bagi
kehidupan bangsa adalah kegemaran pemerintah membanggakan pencapaian pertumbuhan
ekonomi sekitar 6 persen setiap tahun, tetapi tanpa ada usaha agar
pertumbuhan itu mengurangi tingkat kemiskinan. Maka, dalam kenyataan,
pertumbuhan ekonomi itu membuat golongan kaya makin kaya, yang miskin tetap
miskin. Kesenjangan kaya-miskin makin tajam,
ditunjukkan secara nyata dalam koefisien Gini yang 40 persen.
Kesalahan Soeharto
Sebab
utama kehidupan bangsa Indonesia tanpa pedoman adalah diabaikannya Pancasila
dalam kehidupan bangsa. Sebenarnya kelemahan itu telah lama ada dan itu
dimulai ketika pada permulaan berdirinya RI, tidak ada usaha intensif dan
sistematis menjadikan Pancasila kenyataan di kehidupan bangsa Indonesia.
Tidak ada usaha kuat dan serius membangun sistem Pancasila.
Kelemahan
itu terus berlangsung dan usaha Soeharto memperkuat eksistensi Pancasila tak berdampak banyak karena menggunakan
pendekatan salah. Dalam masa Reformasi, Pancasila makin diabaikan dan
menyebabkan berkembangnya ancaman bagi kehidupan bangsa. Sebab, kelemahan ini
dimanfaatkan mereka yang kurang setuju dengan Pancasila dan lebih menganut
sikap hidup bangsa lain.
Di satu
pihak adalah mereka yang hendak mengembangkan sikap hidup Barat yang
mengutamakan individualisme-liberalisme, di pihak lain adalah mereka yang
memperjuangkan Indonesia menjadi negara Islam. Mereka mendapat dukungan dari
pihak-pihak di luar negeri yang ingin menjadikan Indonesia masuk pengaruhnya.
Dari dua sumber gangguan itu, pihak yang membawa sikap hidup Barat lebih kuat
dampaknya.
Karena
banyak pemimpin tak acuh terhadap Pancasila, mereka membiarkan gangguan itu
terus berlangsung. Pejabat pemerintah memanfaatkan gangguan itu kalau dinilai
menguntungkan mereka. Salah satu contoh adalah kuatnya paham neoliberalisme
dalam pengelolaan ekonomi nasional. Contoh lain adalah pembiaran UUD 1945 diamandemen
empat kali, yang membuat konstitusi kita amat bertentangan dengan dasar
negara.
Untuk
keluar dari kelemahan ini, peran kepemimpinan nasional sangat menentukan.
Kepemimpinan nasional yang terdiri atas orang-orang yang kuat keyakinannya
pada Pancasila dan teguh-kuat hasratnya menjadikan bangsa Indonesia maju-sejahtera dan
bahagia. Mereka pun sadar bahwa itu hanya dapat terwujud kalau Pancasila
menjadi kenyataan dengan dibangunnya sistem Pancasila. Harapan kita:
kepemimpinan nasional baru yang terbentuk pada 2014 terdiri atas orang-orang seperti itu.
Gotong royong modern
Membangun
sistem Pancasila di masa kini berarti membangun masyarakat gotong royong
modern. Sebagaimana dikatakan Bung Karno sebagai penggali Pancasila, kalau
di-”peres” Pancasila menjadi Tri Sila dan kalau terus di-”peres” menjadi Eka
Sila atau gotong royong. Sebab itu, hakikat Pancasila adalah kehidupan atau
masyarakat yang cara hidupnya gotong royong. Bukan masyarakat yang hidup
dengan cara individualistik liberal.
Dulu memang masyarakat di Indonesia hidup gotong royong, tetapi itu
makin hilang karena tak tahan menghadapi Barat yang agresif.
Dalam gotong royong, orang hidup dalam
kebersamaan. Individu sebagai makhluk Tuhan tinggi nilainya, tetapi tidak merupakan nilai tertinggi
seperti dalam individualisme. Dalam masyarakat Barat, individu sebagai nilai
tertinggi bebas berbuat apa saja untuk kepentingannya, juga bebas menundukkan
individu atau orang lain. Orang bebas pula melawannya sehingga terjadi
konflik setiap saat. Kondisi damai hanya ada kalau kedua pihak menganggap
bahwa untuk kepentingan mereka masing-masing, lebih baik mereka damai. Jadi
situasi bukan-konflik adalah karena
kepentingan, bukan karena ingin hidup
harmonis dalam kebersamaan.
Kehidupan
dalam masyarakat gotong royong seperti yang terjadi dalam keluarga. Tiap
anggotanya saling berbeda, tetapi bersatu dalam keluarga. Terjadi perbedaan
dalam kesatuan, kesatuan dalam perbedaan. Beda satu sama lain, bahkan mungkin
mengejar kepentingan beda pula, tetapi mereka hidup harmonis dalam kesatuan
keluarga.
Bangsa
Indonesia hanya dapat hidup bahagia dan sejahtera kalau kembali ke masyarakat
gotong royong. Karena kita hidup dalam abad ke-21, maka masyarakat gotong
royong menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Ia mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern untuk dapat lebih kuat mewujudkan
kesejahteraannya.
Pengembangan
iptek modern dapat dilakukan dalam masyarakat yang anggotanya hidup harmonis
dan tidak hanya dapat dilakukan masyarakat Barat yang individualis. Hal itu
telah dibuktikan Jepang sejak Restorasi Meiji (1868). Iptek modern menjadi
peranti atau pakaian efektif untuk masyarakat Jepang yang mengutamakan harmoni antar-anggotanya.
Maka, masyarakat gotong royong pun dapat mengembangkan iptek modern tanpa
mengorbankan kekuatan dan keselarasan hidup harmonis.
Dengan
mengusahakan terwujudnya masyarakat gotong royong modern, kehidupan bangsa
Indonesia menjadi lebih kuat karena dapat mengembangkan berbagai kemampuan
baru. Dengan begitu, iptek modern juga menjadi senjata bagi bangsa Indonesia.
Kesejahteraan dan keamanan nasional meningkat atau ketahanan nasional
terjamin. Bangsa Indonesia tidak akan bergantung berat pada impor seperti
yang sekarang kita alami ketika
ekonomi nasional didominasi neoliberalisme.
Semoga kepemimpinan nasional yang terbentuk pada
2014 menyadari pentingnya masalah ini bagi bangsa Indonesia. Itulah kunci
bagi masa depan bahagia dan tercapainya Indonesia Raya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar