Manajemen
Tunjangan Profesi
Ki Supriyoko ; Guru Besar
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Jogjakarta
|
JAWA
POS, 02 April 2014
BARU -
BARU ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menyatakan tunjangan
profesi bagi guru untuk triwulan pertama 2014 segera ditransfer Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kepada yang berhak. Pernyataan
tersebut tentu saja menggembirakan guru kita.
Mengapa
demikian? Para guru sangat mengharapkan cairnya tunjangan profesi tepat waktu
dan tepat jumlah. Mereka menganggap tunjangan profesi itu adalah hak yang
memang harus diterima, bukan sekadar ''ganjaran'' (reward) atas pelaksanaan
tugas profesi mereka.
Anggapan
tunjangan profesi sebagai hak memang tidak salah bila mengacu pada UU No 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Implikasinya, kalau penerimaan hak mereka
terkendala, wajar guru menuntut dengan berbagai ekspresi.
Tiga Permasalahan
Tidak
bisa dimungkiri, hadirnya tunjangan profesi bagi guru (dan dosen) yang telah
memiliki sertifikasi pendidik itu disambut positif oleh guru pada umumnya.
Penelitian yang dilakukan penulis atas nama Kemendikbud di 33 provinsi di
Indonesia menyimpulkan, tidak satu pun guru yang tidak bersyukur atas
tunjangan profesi tersebut. Mereka menyambut positif tunjangan sebesar satu
kali gaji itu.
Memang,
guru-guru di Papua mengusulkan tunjangan profesi yang diterima tidak
disamaratakan, tetapi bervariasi didasarkan pada indeks kemahalan daerah.
Sebagai informasi, indeks kemahalan di Papua relatif tinggi. Misalnya, harga
satu sak semen mencapai Rp 400 ribu karena harus diimpor dari pulau lain.
Meski demikian, tidak berarti mereka tidak bersyukur atas tunjangan profesi
tersebut.
Bila
diklasifikasikan, ada tiga permasalahan tunjangan profesi yang harus segera
diselesaikan pemerintah. Pertama, banyak guru yang belum memiliki sertifikat
pendidik sehingga tidak menerima tunjangan profesi. Sebagian terjadi karena
guru belum memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan pemerintah. Sebagian
yang lain disebabkan faktor pemerintah karena belum mendapat giliran lantaran
terbatasnya kuota.
Kedua,
banyak guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik, tetapi belum menerima
tunjangan profesi. Guru yang memiliki sertifikat pendidik adalah guru
profesional menurut UU No 14 Tahun 2005. Belum diterimanya tunjangan profesi
tersebut kebanyakan disebabkan faktor pemerintah karena tidak profesionalnya
administrasi keuangan.
Ketiga,
banyak guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dan sudah menerima
tunjangan profesi, tetapi tidak genap 12 bulan dalam setahun. Ada yang
menerima 9 bulan, bahkan ada yang hanya 6 bulan. Ketidakgenapan penerimaan
tunjangan profesi itu biasanya disebabkan faktor pemerintah karena tidak
profesionalnya administrasi keuangan.
Dari
tiga permasalahan tersebut, ujung-ujungnya yang menjadi korban adalah guru,
pahlawan tanpa tanda jasa yang kebanyakan sulit memperjelas nasib melalui
organisasi profesi apalagi secara personal.
Manajemen 3T
Permasalahan
yang dialami guru sejak dihadirkannya tunjangan profesi tersebut, rupanya,
menarik perhatian Pak Nuh selaku menteri pendidikan yang notabene merupakan
pejabat yang tidak boleh lepas tanggung jawab.
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, Kemendikbud menerapkan ''manajemen 3T''.
Yaitu, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran. Tepat waktu berarti
tunjangan profesi diterima guru tepat pada waktu, tepat jumlah (tunjangan
profesi diterima guru dalam jumlah yang tepat tanpa potongan), dan tepat
sasaran (diterima guru yang berhak).
Manajemen
3T tersebut sebaiknya diberlakukan sama bagi guru yang berstatus pegawai
negeri sipil (PNS) dan non-PNS. Tetapi, yang terjadi sekarang, guru PNS dan
guru non-PNS memiliki mekanisme yang berbeda dalam menyalurkan tunjangan
profesi. Akibatnya, terjadi perbedaan kelancaran. Penyaluran tunjangan
profesi bagi guru PNS lebih lancar daripada guru non-PNS.
Bila
kita mencermati di lapangan, memang banyak guru non-PNS yang mengalami banyak
hambatan dalam penerimaan tunjangan profesi. Ada yang seharusnya menerima
tunjangan profesi pada 2013, tetapi baru menerima pada 2014. Ada pula yang
menerima tunjangan profesi tidak genap 12 bulan selama 2013.
Sekarang
masa triwulan pertama sudah terlewati. Apakah janji Pak Nuh benar-benar
terealisasi? Mari kita lihat bersama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar