Indonesia,
Nirwana Dunia
Sukardi Rinakit ; Pendiri Soegeng
Sarjadi Syndicate dan Kaliaren Foundation
|
KOMPAS,
01 April 2014
SAHABAT
saya, Edy Setyoko, anak asli Metro Lampung, sedang bergulat di daerah
pemilihannya untuk merebut kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. GKR Hemas,
meski dapat dipastikan akan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah
dari Yogyakarta, juga tetap melakukan kerja politik turun ke bawah menyapa
rakyat. Beliau ini pantas memimpin DPD nantinya.
Mereka
termasuk figur yang terjun ke ranah politik dengan niat tulus ingin bekerja
demi rakyat. Di setiap partai politik, sejatinya terdapat politisi-politisi
baik yang ingin mewujudkan Indonesia, meminjam istilah yang dipergunakan
Franky Welirang, sebagai nirwana dunia. Maknanya, Indonesia lebih berkarakter
indah dan harmoni. Bukan Indonesia yang sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi
dengan menyisakan ketimpangan dan konflik.
Indonesia
nirwana dunia meletakkan pembangunan nasional dengan penekanan pada ruang
sosial. Jadi, kehebatan Republik bukan karena kuat dan menjadi macan Asia,
melainkan karena setiap orang merasa bahagia. Mungkin mereka hidup sederhana,
tetapi tenteram. Integrasi antarwilayah di Tanah Air terjadi dan setiap orang
menikmati fasilitas sosial serta pelayanan publik yang relatif hampir sama.
Menyimak
agenda partai politik yang digelar saat kampanye, sejauh ini hanya Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mencantumkan integrasi ekonomi
antarwilayah sebagai salah satu agenda politiknya. Partai lain melupakan
perlunya keterhubungan tersebut dan cenderung fokus pada program-program
populer, seperti penurunan kemiskinan, peningkatan kualitas pendidikan,
penyediaan lapangan kerja, serta kedaulatan pangan dan energi.
Kesamaan
program itulah yang meneguhkan budaya politik figur menjadi semakin
melembaga. Partai-partai yang tidak mempunyai figur kuat bisa dipastikan akan
terperosok perolehan suaranya. Kalaupun mereka bisa menahan, seperti
perolehan suara pada pemilu sebelumnya, itu karena infrastruktur partainya
sudah kokoh.
Dengan
demikian, bisa diprediksi gabungan antara ikon dan infrastruktur partai akan
melahirkan empat partai besar dalam Pemilu Legislatif 9 April nanti.
Sesuai
dengan hasil beberapa lembaga survei, PDI- P, Partai Golkar, Partai Gerindra,
dan Partai Demokrat akan merebut posisi empat besar. Kecuali Golkar yang
absen tokoh (Aburizal Bakrie gagal menjadi ikon) tetapi kuat di infrastruktur
partai, ketiga partai lain masing-masing didongkrak oleh karisma Joko Widodo,
Prabowo Subianto, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Sementara
itu, partai-partai Islam yang secara umum absen tokoh dan tidak mempunyai
agenda spesifik diperkirakan akan mengalami penurunan suara. Ini memperkuat
argumen bahwa sejak Pemilu 1955, suara partai Islam memang semakin mengecil.
Diperkirakan, partai-partai Islam (PKS, PAN, PPP, PKB, dan PPP) hanya akan
merengkuh sekitar 20 persen suara, turun dari 28 persen suara pada Pemilu
2009.
Mencermati
meta analisis yang dilakukan Soegeng Sarjadi Syndicate terhadap 30 hasil
survei yang dilakukan oleh 20 lembaga, diperkirakan suara PDI-P akan
memperoleh 27 persen suara, Golkar 17,2 persen, Gerindra 9 persen, dan Partai
Demokrat 6,1 persen.
Tentu
hasil itu sebelum masa kampanye. Memasuki masa kampanye yang dinamis, banyak
faktor bisa mendongkrak atau menurunkan perolehan suara partai. Iklan
kampanye di televisi, misalnya, apabila mengena di alam bawah sadar publik,
akan bisa mendongkrak perolehan suara. Di sini persoalan ikon menjadi penting
daripada program yang ditawarkan.
Iklan
politik yang dilansir PDI-P dengan tagline Indonesia Hebat sayangnya tidak
memasukkan Jokowi di dalamnya. Secara hipotesis ini membuat sebagian
masyarakat tidak mengerti bahwa agar Jokowi menjadi presiden, mereka harus
memilih PDI-P. Akibatnya, pemilih banyak yang termakan kampanye partai lain
yang terus-menerus meneriakkan bahwa apa pun partainya presidennya Jokowi.
Apabila
situasi tersebut tetap berlangsung sampai masa kampanye berakhir dan tidak
ada upaya PDI-P membangun narasi mengenai kemanunggalan Jokowi dan PDI-P di
hari-hari terakhir masa kampanye, secara prediktif orang bisa salah pilih.
Mereka akan memilih partai apa saja dengan asumsi presidennya nanti pasti
Jokowi.
Itu bisa
menurunkan perolehan PDI-P dari sekitar 27 persen, menurut hasil survei,
menjadi 22 persen. Sebaliknya, jika pada hari-hari terakhir masa kampanye ada
gebrakan dari PDI-P dengan menyatukan ”PDI-P dan Jokowi”, suara partai diduga
akan melonjak menembus angka 30 persen.
Sementara
itu, Partai Gerindra dan Partai Demokrat yang melakukan penetrasi
habis-habisan, baik melalui iklan maupun kerja politik lapangan, diperkirakan
akan memperoleh suara lebih tinggi daripada prediksi hasil survei.
Gerindra
diperkirakan bisa menembus sekitar 13 persen dan Demokrat 8 persen. Adapun
Golkar, karena mencuatnya video Aburizal Bakrie berlibur di Maladewa,
diperkirakan stagnan di posisi sekitar 18 persen.
Meski
beberapa pihak khawatir pemilu legislatif akan diikuti kerusuhan, saya
meyakini sebaliknya. Pemilu akan berlangsung aman sampai akhir.
Rakyat
tidak ingin Indonesia arogan menjadi hebat dan macan Asia, tetapi harmonis
ibarat nirwana dunia. Setiap orang tersenyum dan merasa bahagia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar