Jumat, 09 April 2021

 

Produk Domestik Urusan Siapa

 Beni Sindhunata ; Direktur Investment and Banking Research Agency (Inbra)

                                                         KOMPAS, 08 April 2021

 

 

                                                           

Pernyataan Presiden Joko Widodo soal membenci produk luar negeri pada 5 Maret 2021 tidak perlu diperdebatkan karena ini bersifat multiaspek.

 

Anggap itu imbauan seorang presiden yang mengingatkan pentingnya mencintai dan bangga produk domestik oleh bangsa sendiri. Jika tidak benci produk asing, tentu pernyataan ini tidak bergaung karena narasi ”aku cinta Indonesia” bahkan bisa hilang dari pikiran sebagian 271 juta penduduk Indonesia.

 

Pernyataan yang dilontarkan pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan itu tentu penting dalam pengembangan produk domestik. Dalam konteks ini terkait pengembangan produk domestik, di antaranya mencakup hal berikut.

 

Pertama, sudahkah penduduk atau konsumen domestik itu menyadari dirinya sendiri sudah mencintai, perlu mememajukan, serta bangga produk dalam negeri. Atau, malah masih bangga dengan produk asing dengan alasan apa pun.

 

Seharusnya sikap ini juga harus dimiliki dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari para pihak yang meramaikan pernyataan tersebut. Sikap yang masih suka produk impor, padahal itu sudah bisa diproduksi di dalam negeri, juga terjadi di BUMN terbesar negeri ini sehingga pejabatnya dipecat langsung oleh Presiden.

 

Kedua, sikap benci produk asing jelas tidak tepat lagi di era globalisasi karena semakin berkembangnya konsep rantai nilai global (global value chain/GVC) sehingga susah mencari asal-usul negara suatu produk karena semua produsen dan korporasi sudah saling terkait antarnegara.

 

Apalagi diukur dari tingkat komponen dalam negeri (TKDN) atau local content. Namun, kunci utama adalah kepentingan konsumen domestik yang juga harus mengacu kembali pada hukum dasar ekonomi, yakni mutu, harga, dan selera.

 

Sebelum membahas itu, kita lihat fakta berikut tentang impor nasional. Tahun 2020, total nilai impor Indonesia 141 miliar dollar AS, meliputi bahan baku penolong 72 persen, barang modal 16,7 persen, dan barang konsumsi 10,3 persen. Impor barang konsumsi 14,6 miliar dollar AS. Inilah yang jadi pasar pembeli barang konsumsi luar negeri, khususnya sandang pangan. Sementara lima tahun (2016-2020) terakhir, impor terbesar 188,7 miliar dollar AS terjadi pada tahun 2018.

 

Promosi produk domestik

 

Ketiga, sikap mencintai produk dalam negeri sebagai sifat rasa nasionalisme negara dan itu sikap yang seharusnya. Sikap ini tentu bukan hal mudah, tetapi butuh waktu panjang dan jangan sampai menjadi chauvinism yang kebablasan.

 

Jepang dan Korea Selatan sudah membuktikan mampu memopulerkan kuliner tradisional mereka, sushi dan kimchi, menjadi terkenal di pentas global. Sebab, terlalu memperketat atau memproteksi konsumen dan produksi domestik dan hanya membesarkan ekspor juga bukan sikap baik dalam tata krama perdagangan global.

 

Fakta perdagangan global menunjukkan, tiga besar importir dunia tahun 2019 (AS, China, dan Jerman) dan tiga besar eksportir dunia (AS, China, dan Jerman) selalu mendominasi perdagangan global setengah abad ini.

 

Ekspor dan impor ibarat dua sisi berbeda dari mata uang yang sama, tidak ada negara yang besar hanya melarang impor atau sebaliknya hanya mengandalkan ekspor. Sebab, setiap negara bisa meretaliasi negara lain sesuai aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

 

Keempat, jadi sikap mengembangkan dan memajukan produk domestik. Semua itu harus diawali dan dikembangkan oleh kesadaran rakyat sendiri, daya saing produsen UKM, dan dukungan kebijakan pemerintah. Pasar yang besar tidak menjamin bahwa produsen atau konsumen domestik menikmatinya.

 

Seperti kata Savio Chan dan Michael Zakkour (China’s Super Consumer, 2014), China, pasar yang luar biasa menjanjikan potensi besar, tetapi itu tidak menjamin bakal maraknya produk mewah dengan label merek asing, bersama dengan produk domestik. Sebab, kedua pasar ini bisa berbeda harga sekitar 50 persen karena setiap konsumen memiliki tipe produsen yang berbeda meski China memiliki 1,3 miliar konsumen yang juga sangat fleksibel.

 

Seorang Jack Ma akan butuh dukungan UKM yang berdaya saing tangguh, bermutu, dan masuk pentas global. Negeri yang lima kali lebih banyak penduduknya dibandingkan Indonesia, yang punya konsumen dan berdaya beli tinggi, itu juga tidak lepas dari tren dan selera konsumennya.

 

Impor barang konsumsi 14,6 miliar dollar AS yang diserap oleh konsumen domestik itu tentu bukan nilai yang kecil. Apalagi sebagian barang konsumsi ini, khususnya sandang dan pangan, bisa diproduksi di dalam negeri oleh ribuan UMKM nasional yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Jadi, pengembangan atau promosi produk domestik adalah tanggung jawab domestik (pemerintah dan konsumen domestik), tidak hanya urusan pemerintah, apalagi pihak asing. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar