Jumat, 30 April 2021

 

Implementasi Lima Konsensus ASEAN

Tajuk Kompas ;  Dewan Redaksi Kompas

KOMPAS, 28 April 2021

 

 

                                                           

Lima butir konsensus yang dihasilkan dalam pertemuan para pemimpin ASEAN di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (24/4/2021), mulai menyadarkan kembali banyak pihak tentang ”keajaiban ASEAN”, mengutip judul buku mantan diplomat dan pengamat asal Singapura, Kishore Mahbubani dan Jeffery Sng. Sebelum pertemuan, banyak yang skeptis kepada ASEAN dalam mencari terobosan solusi krisis Myanmar.

 

ASEAN, kata suara-suara pesimistis itu, menganut prinsip non-interferensi (tak campur tangan urusan domestik anggota), mana bisa mengurus krisis Myanmar? Ditambah tradisi keputusan berdasar konsensus serta ketidakkompakan anggota ASEAN sejak kudeta militer di Myanmar, 1 Februari lalu, ASEAN diragukan melahirkan aksi konkret bagi Myanmar.

 

Namun, keraguan itu terjawab dalam sekitar dua jam pertemuan para pemimpin ASEAN. Kecemasan bahwa forum itu dijadikan legitimasi atas pemerintahan hasil kudeta militer Myanmar dijawab dengan penempatan Min Aung Hlaing sebagai panglima militer, bukan pemimpin Myanmar. Pertama kali dalam hampir 54 tahun sejarahnya, ASEAN menggelar pertemuan tingkat kepala negara membahas urusan dalam negeri anggotanya.  

 

Dan, melebihi ekspektasi yang ada, pertemuan itu menghasilkan lima butir konsensus: penghentian segera kekerasan di Myanmar, perlunya dialog konstruktif menuju solusi damai, penunjukan utusan khusus sebagai mediator dialog, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar. Memang, ada pertanyaan terkait ketiadaan seruan pembebasan tahanan politik—yang akan berimplikasi pada bebasnya pemimpin sipil Aung San Suu Kyi—dalam konsensus. Seruan itu ”hanya” dicatat dalam Pernyataan Ketua ASEAN. Boleh jadi, ini bentuk kompromi.

 

Kini, dunia kembali menanti bagaimana ASEAN mampu mengimplementasikan lima konsensus itu. Dunia belum lupa, ASEAN belum berdaya mengawal repatriasi pengungsi Rohingya. Apakah ketidakberdayaan itu terulang lagi, hal ini akan banyak tergantung siapa yang  menjadi utusan khusus ASEAN. ASEAN memegang peran kunci sebagai mediator, honest broker, dan jembatan dialog pihak-pihak yang bertikai di Myanmar. Sejumlah nama muncul di bursa calon utusan khusus, seperti mantan Menlu RI Hassan Wirajuda dan Marty Natalegawa, mantan PM Singapura Goh Chok Tong, dan pensiunan jenderal Thailand yang memimpin pasukan penjaga perdamaian PBB di Timor Leste, Boonsrang Niumpradit.

 

Menarik ungkapan yang ditulis Mahbubani dan Jeffery Sng soal ASEAN. ASEAN, tulis keduanya, ”lebih mirip kepiting: dua langkah maju, satu langkah mundur, dan satu langkah ke samping. Jika diperhatikan dalam jangka pendek, kemajuannya sulit dilihat”. Ajaibnya, gerak maju ASEAN tetap tampak. Cara pandang ini mungkin bisa juga untuk melihat kiprah ASEAN dalam menyelesaikan krisis Myanmar. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar