Implementasi
Lima Konsensus ASEAN Tajuk Kompas ; Dewan Redaksi Kompas |
KOMPAS, 28 April 2021
Lima butir konsensus yang dihasilkan dalam
pertemuan para pemimpin ASEAN di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu
(24/4/2021), mulai menyadarkan kembali banyak pihak tentang ”keajaiban
ASEAN”, mengutip judul buku mantan diplomat dan pengamat asal Singapura,
Kishore Mahbubani dan Jeffery Sng. Sebelum pertemuan, banyak yang skeptis
kepada ASEAN dalam mencari terobosan solusi krisis Myanmar. ASEAN, kata suara-suara pesimistis itu,
menganut prinsip non-interferensi (tak campur tangan urusan domestik
anggota), mana bisa mengurus krisis Myanmar? Ditambah tradisi keputusan
berdasar konsensus serta ketidakkompakan anggota ASEAN sejak kudeta militer
di Myanmar, 1 Februari lalu, ASEAN diragukan melahirkan aksi konkret bagi
Myanmar. Namun, keraguan itu terjawab dalam sekitar
dua jam pertemuan para pemimpin ASEAN. Kecemasan bahwa forum itu dijadikan
legitimasi atas pemerintahan hasil kudeta militer Myanmar dijawab dengan
penempatan Min Aung Hlaing sebagai panglima militer, bukan pemimpin Myanmar.
Pertama kali dalam hampir 54 tahun sejarahnya, ASEAN menggelar pertemuan
tingkat kepala negara membahas urusan dalam negeri anggotanya. Dan, melebihi ekspektasi yang ada,
pertemuan itu menghasilkan lima butir konsensus: penghentian segera kekerasan
di Myanmar, perlunya dialog konstruktif menuju solusi damai, penunjukan
utusan khusus sebagai mediator dialog, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan
utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar. Memang, ada pertanyaan terkait
ketiadaan seruan pembebasan tahanan politik—yang akan berimplikasi pada
bebasnya pemimpin sipil Aung San Suu Kyi—dalam konsensus. Seruan itu ”hanya” dicatat
dalam Pernyataan Ketua ASEAN. Boleh jadi, ini bentuk kompromi. Kini, dunia kembali menanti bagaimana ASEAN
mampu mengimplementasikan lima konsensus itu. Dunia belum lupa, ASEAN belum
berdaya mengawal repatriasi pengungsi Rohingya. Apakah ketidakberdayaan itu
terulang lagi, hal ini akan banyak tergantung siapa yang menjadi utusan khusus ASEAN. ASEAN memegang
peran kunci sebagai mediator, honest broker, dan jembatan dialog pihak-pihak
yang bertikai di Myanmar. Sejumlah nama muncul di bursa calon utusan khusus,
seperti mantan Menlu RI Hassan Wirajuda dan Marty Natalegawa, mantan PM
Singapura Goh Chok Tong, dan pensiunan jenderal Thailand yang memimpin
pasukan penjaga perdamaian PBB di Timor Leste, Boonsrang Niumpradit. Menarik ungkapan yang ditulis Mahbubani dan
Jeffery Sng soal ASEAN. ASEAN, tulis keduanya, ”lebih mirip kepiting: dua
langkah maju, satu langkah mundur, dan satu langkah ke samping. Jika
diperhatikan dalam jangka pendek, kemajuannya sulit dilihat”. Ajaibnya, gerak
maju ASEAN tetap tampak. Cara pandang ini mungkin bisa juga untuk melihat
kiprah ASEAN dalam menyelesaikan krisis Myanmar. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar