Selasa, 27 April 2021

 

Mempercepat Eliminasi Malaria di Kawasan Timur Indonesia

Nafsiah Mboi ;  Menteri Kesehatan RI 2012-2014, Visiting Professor Oxford University, Inggris

KOMPAS, 27 April 2021

 

 

                                                           

Dalam rangka Hari Malaria Sedunia 25 April 2021, Menteri Kesehatan RI akan menyerahkan Sertifikat Eliminasi Malaria kepada 12 bupati dan wali kota se-Indonesia, termasuk tiga di NTT, yaitu Kota Kupang, Manggarai, dan Manggarai Timur. Suatu prestasi yang luar biasa mengingat tantangan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19.

 

Tahun 1964, bersama suami saya dr Ben Mboi, saya ditugaskan di Ende, NTT. Tiap hari kami menemukan rakyat yang sangat menderita, bahkan banyak yang meninggal karena malaria. Semua umur terdampak. Saya melihat ibu-ibu hamil yang keguguran, bayi dan anak balita yang demam, kejang-kejang, dan meninggal karena malaria. Saya pun tidak luput dari malaria selama bertahun-tahun.

 

Komitmen untuk memberantas malaria sudah dimulai dari Bung Karno dan kita patut bersyukur bahwa kita sudah banyak kemajuan.

 

Dalam rangka Hari Malaria Sedunia tahun 2017, Mei dan Agustus, saya bersama tim lintas sektor pusat road show advokasi ke empat provinsi dengan malaria tertinggi di Indonesia, yakni Papua, Papua Barat, Maluku, dan NTT. Para gubernur dan bupati/wali kota membuat komitmen akselerasi eliminasi malaria agar Indonesia bebas malaria paling lambat tahun 2030.

 

Komitmen untuk menyelamatkan rakyat dari malaria yang mematikan ditandatangani dengan penuh semangat.

 

Komitmen untuk menyelamatkan rakyat dari malaria yang mematikan ditandatangani dengan penuh semangat. Dukungan politik, teknis, dan finansial dari pemerintah pusat cukup besar, begitu pula dari Global Fund dan donor lain.

 

Agar komitmen tak hanya di atas kertas, tim lintas sektor memberikan petunjuk konkret untuk upaya pencegahan, promosi kesehatan, termasuk RDT-testing diagnosis cepat malaria yang dapat dilaksanakan oleh kader-kader desa.

 

Pengobatan dini makin ditingkatkan dengan ACT dan primaquine. Juga diberikan informasi tentang sumber-sumber dana dan daya yang tersedia untuk desa agar akselerasi eliminasi malaria bisa dilaksanakan sebagai gerakan rakyat didukung oleh pemda secara holistik dan komprehensif. Ini membutuhkan pemimpin-pemimpin efektif yang betul peduli pada kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya, bukan hanya janji-janji kampanye.

 

Untuk memudahkan masyarakat membaca kemajuan kota/ kabupatennya digunakan warna merah, kuning, hijau (untuk endemisitas tinggi, menengah, rendah) dan putih (sudah eliminasi). Semua berjanji secepatnya mencapai eliminasi.

 

KEMENTERIAN KESEHATAN

Tren kasus malaria di Indoensia

 

Hasil setelah empat tahun

 

Bagaimana hasilnya empat tahun kemudian? Maluku harus dapat acungan jempol karena penderita malaria terus turun dari 6.780 (2016) menjadi 766 orang (2020). Tak ada lagi kota/kabupaten yang merah. Sayangnya, belum ada yang putih alias eliminasi. Dengan pendekatan eliminasi per pulau diharapkan Maluku akan dapat sertifikat eliminasi dalam waktu singkat dan menjadi contoh eliminasi malaria di wilayah kepulauan.

 

NTT juga mengalami kemajuan pesat, yaitu dari 28.129 (2016) menjadi 15.034 (2020). Tinggal tiga kabupaten ”merah”, yaitu Sumba Barat, Sumba Timur, dan Sumba Barat Daya. Yang sangat menggembirakan adalah seluruh Pulau Timor dan Flores sudah hijau.

 

Kota Kupang, Kabupaten Manggarai, dan Manggarai Timur berhasil mencapai eliminasi dan bisa jadi contoh kabupaten lain di NTT di kawasan timur Indonesia.

 

Tinggal dua provinsi di tanah Papua yang masih perlu kerja keras sekali.

 

Tinggal dua provinsi di tanah Papua yang masih perlu kerja keras sekali. Dibandingkan 2016, kasus malaria baik di Papua maupun di Papua Barat makin meningkat. Tentu diharapkan ini hasil dari pencarian kasus yang makin intensif, sistem komunikasi dan transportasi serta sistem pencatatan dan pelaporan yang makin baik.

 

Rencana aksi dan komitmen para pemimpin provinsi dan kabupaten tahun 2017 cukup menjanjikan. Di Papua Barat, pasien malaria naik dari 6.063 (2016) menjadi 9.970 orang (2020). Di Kabupaten Sorong Selatan, Maybrat, dan Pulau Arfak sudah hijau.

 

Sayang, di Raja Ampat, tempat wisata yang kita banggakan, masih tetap kuning. Manokwari, ibu kota provinsi, bersama tiga kabupaten di bagian utara dan barat Kepala Burung, masih tetap merah. Dibutuhkan kepemimpinan yang mau dan mampu menggerakkan kerja sama pemerintah lintas sektor dan masyarakat.

 

Teluk Bintuni yang pernah disebut sebagai contoh best practice ternyata tidak berhasil maju dari kuning menjadi hijau. Provinsi Papua dikenal sebagai provinsi paling menantang (challenging) karena topografinya, kesulitan transportasi komunikasi, dan lain-lain.

 

KOMPAS/AHMAD ARIF

Tim Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dibantu Perkumpulan Warsi memeriksa kesehatan Orang Rimba di Pakuaji, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Jambi, Senin (7/12/2015). Pemeriksaan ini, terutama difokuskan pada penanganan malaria dan hepatitis, selain juga pemetaan genetika.

 

Komitmen Jayapura

 

Bulan Mei 2017 ditandatangani Komitmen Jayapura, suatu kesepakatan bersama untuk mempercepat tercapainya Papua bebas malaria paling lambat tahun 2025. Tahun 2016 sebanyak 147.066 warga Papua menderita malaria , meningkat jadi 216.841 (2020), tertinggi di seluruh Indonesia.

 

Meski demikian, ada kemajuan. Tahun 2016 hanya Kabupaten Lanny Jaya yang hijau, di tahun 2020 bertambah menjadi delapan kabupaten. Sayangnya, 16 kota dan kabupaten masih merah, termasuk Jayapura yang direncanakan menjadi tuan rumah PON 2020 yang karena Covid-19 ditunda menjadi Oktober 2021.

 

Namun, timbul pertanyaan: apakah pemerintah dan masyarakat di Provinsi Papua mau dan mampu dalam waktu enam bulan mengurangi penularan Covid-19 dan juga malaria sehingga aman untuk para atlet, ofisial, ataupun penonton yang datang dari seluruh penjuru Tanah Air? Dan apakah perhelatan akbar ini tidak akan menimbulkan peningkatan Covid-19 ataupun malaria di provinsi-provinsi lain?

 

Apakah komitmen untuk mempercepat eliminasi malaria untuk Indonesia sebelum 2030 akan tercapai di empat provinsi kawasan timur RI walaupun ada pandemi Covid-19?

 

Saya percaya bisa karena semua kegiatan, mulai dari pencegahan, pendeteksian dini, pengobatan, serta pemantauan dan pengevaluasian bisa dilakukan dengan protokol kesehatan.

 

Saya percaya bisa karena semua kegiatan, mulai dari pencegahan, pendeteksian dini, pengobatan, serta pemantauan dan pengevaluasian bisa dilakukan dengan protokol kesehatan. Demikian pula sebagian besar pelatihan pembinaan dan lain-lain dapat dilakukan tanpa menambah risiko penularan Covid-19.

 

Masyarakat tetap dapat melakukan upaya pencegahan secara aman, seperti membersihkan lingkungan dan air tergenang secara teratur, membunuh jentik-jentik dengan memelihara ikan atau memberikan larvasida. Begitu pula, para petugas kesehatan dasar tetap dapat melakukan kegiatannya secara aman. Tantangan terbesar adalah bagaimana memotivasi para pemimpin, terutama wali kota, bupati, dan jajarannya?

 

Untuk Maluku dan NTT, keberhasilan Kota Kupang, Kabupaten Manggarai, dan Manggarai Timur mencapai eliminasi semoga dapat menyemangati bupati lain dan menggerakkan empat bupati di Sumba agar berusaha lebih keras secepatnya mencapai eliminasi, dan menyelamatkan warganya dari penderitaan karena malaria.

 

Bagaimana dengan tanah Papua? Pengalaman saya membantu penanggulangan AIDS di tanah Papua beberapa tahun yang lalu adalah peran para tokoh agama, adat, dan masyarakat sangat penting untuk menggerakkan kerja sama pemda dan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan rakyatnya.

 

Apakah para pemimpin di tanah Papua mau ”bangun” sekarang agar bersama seluruh rakyatnya berjuang menuju Indonesia Bebas Malaria sebelum tahun 2030? Semoga. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar