Urgensi
Teknologi Bawah Air untuk Mencari Kapal Selam Karam Henry M Manik ; Guru Besar Akustik
Bawah Air dan Instrumentasi Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
FPIK IPB |
KOMPAS, 28 April 2021
Sejak diberitakan hilang saat latihan pada
Rabu (Kompas 21/4/2021), upaya pencarian terhadap kapal selam KRI
Nanggala-402 terus diupayakan. Pemerintah terus berusaha mencari keberadaan
kapal selam dan berupaya maksimal menyelamatkan semua awak kapal. Apa yang berbeda antara kapal selam dan
kapal lainnya? Kapal selam memiliki keunggulan unik dibandingkan dengan jenis
kapal militer lainnya karena mampu bersembunyi di bawah permukaan laut. Kita harus ingat kapal selam dibuat
berdasarkan prinsip Archimedes, yaitu dengan memperhitungkan daya apung
(buoyancy). Suatu wahana akan mengapung atau tenggelam di dalam air
dipengaruhi faktor daya apung (buoyancy force) dan densitas obyek yang dalam
hal ini kapal selam. Untuk mengontrol buoyancy, kapal selam memiliki tanki
khusus yang dapat diisi udara dan air. Dalam kondisi normal, untuk kembali ke
permukaan, tangki kapal selam diisi dengan udara dan untuk menyelam tanki
diisi dengan air. Kapal selam modern telah dilengkapi standar keselamatan yang
tinggi. Mengapa kapal selam sulit ditemukan saat
hilang kontak? Jawaban paling sederhana adalah kapal selam sulit ditemukan
setelah loss communication disebabkan laut yang begitu gelap dan luasnya
lautan dibandingkan dengan ukuran kapal selam itu sendiri. Alasan kedua, tidak berfungsinya beberapa
sensor, seperti sistem sonar. Umumnya kapal selam menggunakan frekuensi
rendah (low frequency) untuk berkomunikasi dengan ruang kendali (control
room). Dengan demikian, frekuensi ini sulit dideteksi oleh kapal musuh. Jika
kapal selam keluar dari jarak tertentu karena accident, pilot akan kehilangan
kendali daya apung sehingga pilot akan mengirim sinyal bahaya untuk
keselamatan. Faktor penting lainnya adalah faktor
tekanan yang dialami kapal selam. Tekanan hidrostatis berbanding lurus dengan
kedalaman dan massa jenis air laut. Tekanan total yang dialami kapal selam di
bawah permukaan laut akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Di sisi lain, untuk menghindari deteksi
dari sonar lawan, umumnya kapal selam bergerak atau bermanuver dengan
kecepatan rendah atau dikenal dengan Submarine Bottoming. Hasil penelitian
yang diterbitkan di Navesbu Journal Netherland, 2012, menyatakan bahwa duduk
kapal selam memiliki arti menempatkan keadaan tertentu untuk mematikan sensor
penting yang bertujuan menghindari terdeteksinya keberadaan kapal selam
tersebut. Untuk melakukan hal tersebut, diperlukan
informasi tentang kontur kedalaman, tipe dasar perairan, dan geomorfologi
dasar laut. Mengingat urgensinya, penulis saat ini sedang melakukan riset
mengenai penentuan lokasi duduk kapal selam di dasar perairan, termasuk riset
mengenai peranan teknologi akustik bawah air untuk monitoring kapal selam
asing yang masuk di perairan Indonesia. Untuk mendeteksi obyek bawah air, termasuk
kapal selam, ada tiga parameter penting yang harus diketahui jika menggunakan
teknologi penginderaan jauh sonar (sound navigation and ranging, Urick,
1983). Parameter kesatu, teknologi instrumentasi akustik bawah air atau
menggunakan teknologi sonar, Teknologi ini akan dibahas secara detail pada
tulisan ini. Parameter kedua, faktor oseanografi atau
lingkungan laut. Karakteristik medium air laut, misalnya suhu, salinitas,
profil kedalaman dasar perairan, pengaruh gelombang laut, seperti internal
wave, dan daerah acoustic shadow zone. Faktor oseanografi ini diperhitungkan
dalam propagasi gelombang akustik bawah air, seperti terjadi transmission
loss, transmisi, refleksi, refraksi (pembiasan) gelombang suara. Parameter
ketiga, target yang akan dideteksi, seperti kapal selam, ranjau, torpedo,
ikan, dan mamalia. Gelombang akustik yang merambat di kolom
air sampai ke dasar perairan dikenal dengan akustik bawah air. Sensor untuk
memancarkan gelombang akustik disebut dengan transducer. Setiap transducer
memiliki karakteristik khusus, seperti proses pembentukan gelombang suara
(beam forming), arah deteksi (directionality), ukuran atau dimensi
transducer, bentuk (circular atau rectangular), serta frekuensi suara yang
digunakan. Frekuensi suara yang digunakan akan
menentukan dalam proses pemancaran. Semakin kecil frekuensi transducer dengan
power yang besar, akan semakin jauh gelombang merambat di kolom perairan,
bahkan sampai ke lapisan dasar perairan atau sub-bottom layer. Untuk mendeteksi dan menemukan kapal selam
dapat menggunakan sistem akustik pasif atau akustik aktif. Akustik pasif
adalah mendengar/mendeteksi suara yang dikeluarkan oleh obyek, seperti sonar
kapal selam dan mendeteksi suara lumba-lumba atau paus. Prinsip akustik aktif adalah dengan mengirim
sinyal suara ke kolom air hingga mengenai target, target akan mengembalikan
energi yang dikenai padanya dan kembali ke sensor penerima. Secara
kuantitatif untuk mendeteksi target bawah air, baik pada akustik aktif maupun
akustik pasif, menggunakan persamaan sonar (sonar equations). Mulai dari perhitungan kekuatan sumber
suara untuk pemancaran (source level), polusi/bising suara bawah air (noise
level), kehilangan energi suara (transmission loss), arah pancar suara
(directivity index), dan kekuatan target untuk mengembalikan energi suara
yang dikenainya atau disebut target strength (TS) sampai kemampuan deteksi
alat akustik bawah air (detection threshold, DT). Rekomendasi
teknologi Beberapa rekomendasi teknologi deteksi
bawah air yang dapat digunakan untuk mencari kapal selam yang tenggelam
adalah sebagai berikut. Pertama, sistem akustik pasif. Umumnya tujuan dari
penggunaan akustik pasif adalah untuk mendeteksi suara menggunakan sistem
penerima (hydrophone) yang dihasilkan kapal selam, seperti suara baling-baling,
mesin, dan pompa kapal selam. Suara ini dapat dikenali oleh peneliti dan
operator sonar yang berpengalaman. Setiap jenis kapal selam memiliki profil
suara yang unik yang membentuk acoustic signature kapal tersebut. Kapal selam
itu sendiri dilengkapi dengan sistem sonar pasif, seperti untaian hidrofon
yang digunakan untuk mendeteksi dan menentukan posisi relatif sumber akustik
bawah air. Kedua, sistem sonar aktif. Akustik aktif
dapat digunakan untuk menemukan kapal selam dengan cara yang sama seperti
orang menggunakan akustik aktif untuk mendeteksi kelompok ikan atau mamalia
paus. Dengan mentransmisikan pulsa suara ke kolom air dan menerima pantulan
dari kapal selam pada sebuah array receiver, sonar dapat menentukan arah
pantulan yang kembali dari obyek yang terkena suara tersebut. Peneliti atau operator juga dapat mengukur
waktu yang dibutuhkan pantulan untuk kembali dan menghitung jarak ke obyek
yang menyebabkan pantulan. Peneliti atau operator sonar yang terampil atau
program komputer dapat membedakan pantulan kapal selam dari gema fitur dasar
laut, kelompok paus, gerombolan ikan, ranjau, atau torpedo. Banyak penelitian
terus dilakukan untuk mengklasifikasikan jenis pantulan yang dibuat oleh
obyek yang berbeda. Salah satu parameter sonar adalah target
strength (TS) yang sering digunakan oleh peneliti akustik bawah air untuk
membedakan obyek bawah laut, seperti ranjau dan torpedo. Target strength
didefinisikan sebagai rasio besarnya energi yang direfleksikan oleh target,
seperti kapal selam dengan energi yang dikirim dan mengenai target kapal
selam tersebut. Target strength (TS) dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti frekuensi sonar, dimensi obyek yang dideteksi, sudut
deteksi/orientasi target, dan material pembentuk obyek. Umumnya semakin keras
material pembentuknya, seperti besi dan baja, akan memberikan nilai target
strength yang besar. Nilai target strength merupakan penciri
obyek yang terdeteksi, apakah yang dideteksi obyek dasar perairan berupa
pasir, lumpur, ikan, atau kapal selam. Untuk kapal selam dengan ukuran
panjang 59,5 meter, lebar 6,3 meter, dan tinggi 5,5 meter didapat nilai TS
sekitar 46 dB. Hal ini berbeda untuk obyek lain, seperti
ikan dengan nilai TS sebesar minus 40 dB sampai minus 30 dB yang disesuaikan
dengan ukurannya. Penggunaan sistem sonar aktif terdapat pada instrument
single beam echosounder, multibeam echo sounder, side scan sonar, sub bottom
profiler, acoustic doppler current profile (ADCP), akustik tomography, dan
seismik. Teknologi multibeam echosounder yang memiliki
banyak pancaran sinyal akustik (beam) akan mampu melakukan pengukuran
kedalaman (batimetri) dengan resolusi tinggi sehingga mampu memetakan nilai
acoustic backscattering obyek, termasuk kapal, secara detail di dasar
perairan Sonar frekuensi rendah digunakan untuk
pengawasan jarak jauh dengan jarak deteksi ratusan kilometer. Owen Cote
(2000) dalam ”Advances in antisubmarine warfare” yang diterbitkan dalam
Scientific American mengatakan, kekuatan sumber (source level) tiap proyektor
dari low frequency acoustic dapat mencapai 215 dB bawah air pada 1 m, bahkan
ada yang mencapai 230 hingga 240 dB. Sonar yang beroperasi pada frekuensi
2-10 kHz digunakan untuk menemukan dan melacak target bawah air pada jarak
puluhan kilometer. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar