Puasa,
Mencapai Takwa dan Berkah Azyumardi Azra ; Profesor
UIN Jakarta; Advisor CIS Hamad bin Khalifa University, Qatar |
KOMPAS,
12 April
2021
Bulan puasa, Ramadhan 1442 Hijrah pada 2021
Masehi yang dimulai pekan ini, adalah bulan puasa kedua di tengah pandemi
Covid-19 yang melanda dunia. Ramadhan lalu, diawali akhir April 2019, wabah
Covid -19 gelombang pertama tengah meningkat. Setahun berlalu, pandemi meningkat kembali
dalam gelombang ketiga di banyak negara; kini melintasi angka 135 juta orang
positif terinfeksi dan tiga juta meninggal dunia. Indonesia bukan pengecualian dalam
gelombang wabah ini. Jumlah warga Indonesia yang terinfeksi dan meninggal
karena Covid-19 terlihat cenderung menurun. Sejumlah kecil warga yang dapat
prioritas, telah divaksinasi guna meningkatkan imunitas kelompok. Tetapi jelas, pandemi ini masih belum
berakhir sama sekali. Di tengah wabah itu, seluruh warga, baik yang berpuasa
Ramadhan maupun tidak puasa karena alasan tertentu, wajib menjaga jiwa dan
kehidupan (hifz al-nafs). Caranya adalah dengan menjalankan protokol
kesehatan dan meningkatkan imunitas, termasuk ketika menunaikan salat tarawih
di masjid atau musala sesuai kelonggaran yang diberikan pemerintah. Ibadah puasa Ramadhan adalah kewajiban
keagamaan yang sarat kewargaan dan kemanusiaan sekaligus. Mereka yang
berpuasa menyucikan jasmani dan rohani yang mendorong peninggian kualitas
spiritualitas personal dan sekaligus peningkatan kehidupan kewargaan,
kebangsaan dan kemanusiaan. Takwa
holistik dan komprehensif Meski wabah korona masih merajaralela
dengan berbagai dampak kesulitan dan pembatasan kehidupan yang
diakibatkannya, Ramadhan tetap mubarak, bulan membawa berkah. Sesulit apapun keadaan, kaum Muslim dan
mukmin di manapun merindukan kedatangan puasa Ramadhan seperti tercermin
dalam ungkapan ‘Marhaban ya Ramadhan’ (Selamat Datang Ya Ramadhan). Kenapa
marhaban? Tak lain karena ibadah puasa merupakan kesempatan sangat baik bagi
orang-orang beriman (aladziuna amanu) meningkatkan kualitas jasmani dan
rohani. Mereka diseru Allah SWT berpuasa seperti ditegaskan dan dijelaskan
dalam beberapa ayat Al Quran (QS 2: 183, 184, 185 dan 187). Dengan berpuasa Ramadhan, kaum beriman
diharapkan dapat mencapai derajat takwa—la’allakum tattaqun, mudah-mudahan
kamu sekalian bertakwa (QS 2:183). ‘Takwa’ adalah salah satu keutamaan
kemanusiaan dalam Islam, karena orang takwa (muttaqun) terpelihara jasmani
dan rohani, pikiran dan perbuatan, sehingga selalu mengikuti ajaran agama,
regulasi negara dan tradisi sosial budaya. Muttaqun seutuhnya tidak melakukan
pelanggaran yang merugikan dirinya maupun orang lain, masyarakat, lingkungan
hidup lebih luas, negara-bangsa dan kemanusiaan. Ketakwaan mesti holistik dan komprehensif
(kaffah). Hanya dengan begitu orang beriman dan berislam dapat
mengaktualisasikan islamisitasnya. Takwa tidak cukup terwujud hanya ketika
orang beriman sedang beribadah pokok (mahdhah); juga mesti terejawantah dalam
amal perbuatan baik yang menurut Islam adalah ibadah—pengabdian pada Tuhan.
Orang beriman seharusnya takwa tidak hanya ketika sedang beribadah di masjid,
tetapi juga ketika berada di jalan raya, di pasar, di kampus, di kantor dan
seterusnya. Masih merajalelanya berbagai pelanggaran
ajaran agama, ketentuan hukum seperti kriminalitas, maksiat, kekerasan dan
korupsi mengindikasikan aktualisasi ketakwaan belum holistik dan
komprehensif. Di sini ibadah puasa seolah tak meninggalkan bekas; tak membuat
orang beriman benar-benar bertakwa lahir-batin, jasmani-rohani di manapun
berada. Dalam keadaan seperti ini, islamisitas mereka yang beriman dan
berislam tidak terwujud aktual. Keadaan ini memperlihatkan ironi; pribadi
terbelah (split personality) dengan islamisitas terbelah pula sehingga gagal
meningkatkan kebajikan dan kemaslahatan diri, masyarakat dan lingkungan lebih
luas. Sebab itu, kesempatan ibadah puasa Ramadhan mesti dijadikan momentum
melakukan evaluasi (muhasabah) diri guna membangun islamisitas holistik. Mereka yang berpuasa (sha’imin, laki-laki,
dan sha’imat, perempuan) dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW dianjurkan
ihtisaban—menghitung-hitung diri dan puasa yang dilakukan (HR Bukhari). Jika tidak, seperti dinyatakan hadis lain
dari Rasulullah, puasa mereka yang tidak muhasabah hanya mendatangkan lapar
dan haus; tidak memberi ‘bekas’ (atsar) lebih kuat dan jelas dalam dirinya
dan amalnya. Artinya, ibadah puasa Ramadhan yang dikerjakan tahun demi tahun
sepanjang umur menjadi ‘rutinitas’ belaka; tidak berhasil mencapai tujuan yang
disebutkan al-Qur’an. Hidup
berkah untuk kemanusiaan Ramadhan Mubarak, Ramadhan berkah dan
membawa berkah (blessing). Mereka yang beriman, berpuasa dan berhasil
mencapai derajat takwa sepenuhnya, insya Allah mendapat hidup berkah (Ar
barakah). Dengan berkah, kehidupan menjadi lebih bermakna, karena barakah
adalah ‘kebaikan yang selalu bertambah’. Orang yang hidupnya berkah selalu memberi
kebajikan bagi masyarakat, kemanusiaan dan alam lingkungan. Tanpa berkah,
kehidupan menjadi kering tanpa makna; kosong dari kebajikan hakiki yang
bermaslahat bagi dirinya umat manusia, negara-bangsa, kemanusiaan dan
ekosistem lebih luas. Jika hidup tak berkah, seseorang bisa kaya
raya material, tapi miskin spiritual. Atau seseorang bisa menduduki jabatan
tinggi, penting dan sangat kuasa, tetapi tidak bahagia. Kekayaan atau jabatan
yang tidak berkah bisa mendatangkan siksaan, bencana dan kenestapaan baik di
dunia maupun akhirat. Ramadhan berkah. Berkah tidak datang dengan
sendirinya. Ibadah untuk mencapai hidup berkah harus diusahakan seumur hidup;
sepanjang Ramadhan diintensifkan lagi. Intensifikasi mulai dari ibadah puasa
wajib beserta tadarusan Al Quran, i’tikaf, zikir, dan banyak lagi. Semua ibadah ini membersihkan diri dari
kekotoran. najis dan dosa sehingga mencapai pribadi suci (fitrah) dan berkah.
Orang beriman yang bersih lewat ibadah seperti sembahyang wajib dan sunah;
puasa wajib dan sunah; membayar zakat, infak, sedekah dan wakaf; dan naik
haji atau umrah dapat mencapai hidup berkah. Diri fitrah adalah diri berkah
yang insya Allah dapat mencapai derajat takwa. Ramadhan berkah tak hanya untuk mencapai
peningkatan kualitas pribadi menuju ketakwaan, tetapi juga kemaslahatan
sosial dan kemanusiaan secara keseluruhan. Jika puasa secara pribadi berarti
memperkuat hablun minallah (tali atau hubungan dengan Allah), secara sosial
mempererat hablun minannas, hubungan sesama kemanusiaan. Dalam berbagai ajaran Islam selalu
ditekankan, hubungan pribadi dengan Allah SWT tidak sempurna kecuali ada
hubungan baik dengan manusia lain. Hubungan baik orang beriman dengan Allah
adalah untuk kebaikan diri, kemanusiaan dan alam semesta, sehingga dia dapat
mewujudkan agama menjadi rahmatan lil ‘alamin. Dengan begitu, hablun min Allah dan habl
min al-nas, Ramadhan berkah bermakna penguatan kembali solidaritas dan
jejaring sosial masyarakat. Banyak warga menghadapi berbagai kesulitan
ekonomi dan sosial akibat wabah Covid-19. Pandemi lebih setahun ini membuat
kian banyak warga fakir-miskin dan penganggur yang sangat memerlukan solidaritas
filantropis dari warga bernasib lebih baik. Solidaritas sosial mesti diwujudkan pula
dalam bentuk lebih luas, yang tetap memiliki makna penting bagi penguatan
jejaring sosial dan kemaslahatan kemanusiaan. Di antaranya adalah menerapkan
disiplin sosial; mematuhi tatanan hukum; memegangi kepatutan, kesantunan dan
keadaban publik. Memelihara amanah, mengendalikan dan
menyucikan diri lewat puasa Ramadhan, bagi kepemimpinan nasional dan
kepejabatan publik dan elite politik lain mesti diwujudkan dengan pembentukan
tata kelola pemerintahan bersih, good governance. Rakyat rindu pemimpin
amanah yang memegang teguh kepercayaan rakyat; bukan sebaliknya mengkhianati
amanah dengan melanggar hukum negara, ajaran agama dan kepatutan kemanusiaan. Walhasil, berkah Ramadhan untuk mencapai
kesucian dan derajat ketakwaan tak hanya pada tingkat pribadi,
individual-personal, tetapi juga dalam kehidupan sosial-publik dan
pemerintahan. Jika ini dapat diwujudkan, ibadah puasa bisa jadi lebih
fungsional dalam berbagai aspek kehidupan pribadi, para warga dan pemimpin;
ibadah puasa terhindar dari sekadar kerutinan tahunan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar