Selasa, 27 April 2021

 

Pendayagunaan Potensi Filantropi Kesenian

Gunoto Saparie ;  Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah

KOMPAS, 27 April 2021

 

 

                                                           

Hari-hari ini keluhan mengenai kurangnya perhatian pemerintah terhadap upaya pembinaan, pengembangan, dan pelindungan kesenian masih sering terdengar. Padahal, kalau kreativitas seniman tumbuh baik, dengan pencapaian mutu tinggi, kita akan mendapatkan bukan hanya kehidupan kesenian yang berkembang, melainkan juga kehidupan yang sehat, terbuka, dan apresiatif. Bahkan  menjadi salah satu sarana efektif komunikasi publik. Seperti mengomunikasikan kebijakan penanganan pandemi Covid-19.

 

Kita tahu pemerintah bersama legislatif selama ini hanya menganggarkan dana kurang 1 persen dari APBN yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah itu. Begitu juga dukungan dari APBD provinsi, kabupaten, dan kota. Hal ini berbeda dengan dukungan eksekutif dan legislatif terhadap kegiatan olahraga. Padahal kesenian dan olahraga sama-sama penting bagi pembentukan kepribadian dan karakter bangsa.

 

Selama ini dukungan dan pembiayaan bagi pengembangan serta pelestarian kesenian di Indonesia ternyata justru lebih banyak berasal dari kegiatan filantropi (kedermawanan sosial). Meskipun kegiatan kedermawanan sosial sampai hari ini ternyata belum sepenuhnya menggembirakan.

 

Dukungan individu dan pihak swasta hanya bisa tumbuh baik kalau potensi filantropi dirangsang dan mereka bisa mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan filantropi itu. Mereka yang menyumbang untuk kegiatan kesenian, sebagaimana kegiatan kemanusiaan lainnya, berhak pula mendapatkan pengurangan pajak. Dengan demikian, kegiatan filantropi itu bisa meningkat bersamaan dengan meningkatnya capaian kualitas kesenian kita.

 

Meskipun telah ada payung hukum mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, dukungan dan sumbangan dari sektor swasta juga masih minim. Hal ini karena kesenian belum dianggap sebagai kebutuhan pokok dan menjadi prioritas utama untuk disumbang. Padahal sebenarnya kesenian telah berkontribusi dan berperan cukup siginifikan pada perkembangan filantropi di Indonesia.

 

Kesenian banyak digunakan dalam menggerakkan kegiatan kedermawanan masyarakat lewat kegiatan amal yang biasanya diisi dengan berbagai pementasan. Pementasan kesenian umumnya menjadi daya tarik tersendiri bagi calon donatur untuk datang ke suatu acara amal dan menyumbangkan dananya ke lembaga-lembaga sosial.

 

Di tengah minimnya dukungan dari pemerintah, sesungguhnya filantropi bisa menjadi alternatif sumber dana untuk pengembangan dan pelestarian kesenian. Potensi filantropi bisa didayagunakan dengan mengarahkan masyarakat untuk mendukung kesenian. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui donor education, memberikan pemahaman kepada donatur individu, perusahaan, dan yayasan amal tentang pentingnya menyumbang kegiatan kesenian.

 

Potensi filantropi perusahaan juga bisa digerakkan dengan merevitalisasi praktik apresiasi seni oleh perusahaan, yang pada masa lalu menjadi bagian dari hiburan masyarakat dan penghormatan tradisi. Misalnya, tradisi pentas seni pada pabrik gula, tradisi pentas wayang dan seni lain di perusahaan pada saat tahun baru Jawa atau 1 Sura.

 

Insentif khusus, berupa keringanan pajak bagi perusahaan ataupun perseorangan yang menyumbangkan sejumlah dana bagi organisasi-organisasi kesenian, yang masih belum memadai, mengakibatkan rendahnya partisipasi masyarakat.

 

Memang cukup banyak terjadi praktik kesponsoran untuk kegiatan kesenian, di mana perusahaan menyumbangkan sejumlah dana sebagai bagian dari strategi pemasaran produk. Akan tetapi, sumbangan dana sponsor untuk kesenian di Indonesia cenderung bersifat jangka pendek. Ia tidak menjadi peluang kemitraan yang berkelanjutan demi mencapai kepentingan bersama.

 

Belajar dari luar negeri, tiket kegiatan kesenian di sana, misalnya di Amerika Serikat, tidak dikenai pajak. Di Indonesia justru terjadi sebaliknya, penjualan tiket sering dikenai pajak tontonan. Pajak tontonan mungkin tepat untuk kesenian pop atau komersial, tetapi masih patut dipertanyakan ketika dikenakan untuk karya-karya seni yang masih membutuhkan dukungan guna pelestarian dan pengembangannya.

 

Sesungguhnya telah ada regulasi mengenai pemotongan pajak bagi para penyumbang dana untuk kegiatan kesenian. Insentif pajak untuk sumbangan kegiatan seni dan budaya diatur melalui Peraturan Pemerintah No 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (PP-93).

 

Insentif yang diberikan berupa pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) kepada donatur hingga maksimum 25 persen dari jumlah yang diberikan. Hal ini bisa terjadi karena sumbangan yang dikeluarkan bisa dihitung sebagai biaya.

 

Agaknya memang sudah waktunya kita membangun sebuah sistem kemitraan untuk kesenian di Indonesia. Tentu saja di sini dibutuhkan kesadaran pihak-pihak berkepentingan akan perlunya komitmen memperkuat kesenian di republik ini. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar