Meningkatkan
Kepesertaan Jamsostek Timboel Siregar ; Koordinator
Advokasi BPJS Watch dan Sekjen OPSI-KRPI |
KOMPAS,
15 April
2021
Jaminan sosial adalah hak konstitusional
seluruh rakyat Indonesia. Kehadiran jaminan sosial melindungi seluruh
rakyat Indonesia, baik dari sisi kesehatan ketika sakit atau kecelakaan kerja
maupun dari sisi ekonomi ketika terjadi pemutusan hubungan kerja, pensiun,
cacat total, hingga kematian. Perlindungan peserta dan keluarganya
menjadi satu kesatuan untuk mendukung kesejahteraan rakyat Indonesia. Khusus untuk perlindungan dari program
jaminan sosial ketenagakerjaan dengan lima programnya, yaitu Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT),
Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), memang masih
untuk masyarakat yang bekerja, belum bisa diakses secara umum oleh seluruh
rakyat Indonesia, seperti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dari total angkatan kerja sebanyak 137 juta
orang (BPS, Februari 2021) jumlah yang eligible menjadi peserta jaminan
sosial ketenagakerjaan sekitar 90 juta orang, seperti disampaikan Direktur
Utama BPJS Ketenagakerjaan saat rapat dengan Komisi IX DPR, 30 Maret 2021. Dari
jumlah itu, yang sudah menjadi peserta 48,6 juta orang dengan status
kepesertaan aktif 27,75 juta (57,11 persen) dan nonaktif 20,85 juta (42,89
persen). Dari total peserta aktif 27,75 juta,
peserta dari sektor penerima upah (PU) 19,26 juta, pekerja migran Indonesia
(PMI) 0,35 juta, bukan penerima upah (BPU) 2,68 juta, dan pekerja jasa
konstruksi (jakon) 5,46 juta. Dengan kepesertaan aktif saat ini, potensi
kepesertaan yang bisa dijangkau masih sangat besar. Artinya masih banyak
pekerja yang belum terlindungi. Pemerintah memahami kondisi ini sehingga
lahirlah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi
Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang ditandatangani
Presiden Joko Widodo pada 25 Maret 2021. Inpres ini fokus pada peningkatan
dan perluasan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan walaupun
permasalahan juga terkait dengan manfaat dan investasi dana kelolaan. Mengacu pada PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang
JKK dan JKm, PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang JP, PP Nomor 46 Tahun 2015
tentang JHT, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2013 tentang
Penahapan Jaminan Sosial dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun
2018 tentang PMI, program JKK dan JKm wajib diikuti pekerja PU, PMI dan
jakon; program JP wajib untuk pekerja PU skala besar dan menengah; program
JHT wajib untuk pekerja PU dan ada akses bagi PMI dan BPU. Walaupun diwajibkan, masih banyak pekerja
PU, PMI, dan jakon belum menjadi peserta. Hal ini dampak dari rendahnya
sosialisasi dan edukasi program jaminan sosial, pengawasan, dan penegakan
hukum ke badan usaha. Sosialisasi dan edukasi masif kepada BPU akan
meningkatkan kepesertaan BPU jaminan sosial ketenagakerjaan. Perluasan
cakupan Kehadiran Inpres No 2 Tahun 2021 adalah hal
baik yang akan mampu mendukung perluasan dan peningkatan kepesertaan jaminan
sosial ketenagakerjaan. Dalam Inpres ini ada 26 kementerian/lembaga
dikoordinasikan oleh Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Kelompok yang didorong ikut antara lain
penerima kredit usaha rakyat, peserta pelatihan program vokasi, non-aparatur
sipil negara (ASN) pemda dan non-ASN di luar negeri, tenaga kependidikan dan
pendukungnya, notaris-advokat, penyuluh dan pendamping program pertanian
beserta petani, nelayan, hingga penyelenggara pemilu. Tindak lanjut inpres ini, ke depan,
seharusnya ada regulasi yang mewajibkan mereka menjadi peserta jaminan sosial
ketenagakerjaan. Tentunya didahului sosialisasi dan edukasi tentang
pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan bagi mereka dengan risiko kerja,
seperti manfaat JKK dan JKm di PP No 82 Tahun 2019, dan manfaat program
lainnya, dari manfaat kuratif, santunan, hingga beasiswa anak dari peserta
yang meninggal dunia. Tentang iurannya, saya menilai kelompok
yang disebut dalam inpres ini memiliki kemampuan membayar iuran mengingat
iuran jaminan sosial ketenagakerjaan relatif rendah seperti iuran JKK 0,1
persen dan JKm 0,2 persen dari upah bagi peserta PU dan minimal Rp 16.800 per
bulan bagi peserta BPU. Bagi pekerja miskin seperti petani,
nelayan, pemulung, saatnya pemerintah mengikutsertakan mereka sebagai
Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKK dan JKm. Untuk memastikan sembilan prinsip sistem
jaminan sosial nasional berjalan dengan baik dan ada kesetaraan semua
pekerja, seharusnya inpres ini mendorong para ASN didaftarkan ke BPJS
Ketenagakerjaan sesuai amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Perpres
Nomor 109 Tahun 2013. Sebagai terobosan, pemerintah hendaknya
membuka ruang bagi kepesertaan baru di jaminan sosial ketenagakerjaan yang
bukan masuk kategori pekerja, seperti olahragawan. Demikian juga dengan
mahasiswa dengan mobilitas tinggi dengan potensi risiko, merupakan kelompok
yang seharusnya dijamin oleh jaminan sosial ketenagakerjaan. Perluasan cakupan kepesertaan ini tidak
hanya bermanfaat untuk pekerja, tetapi juga mendukung efisiensi pembiayaan
JKN karena peserta yang mengalami kecelakaan kerja akan ditanggung BPJS
Ketenagakerjaan. Makin banyak peserta, makin banyak pula
iuran. Dana kelolaan akan semakin besar. Ini akan mendukung keberlangsungan
lima program jaminan sosial ketenagakerjaan. Dana kelolaan dapat
diinvestasikan juga di instrumen Surat Berharga Negara untuk membantu defisit
APBN. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar