Jumat, 30 April 2021

 

Mengatasi Konflik Papua

Irfan Ridwan Maksum ;  Guru Besar Tetap; Ketua Pengabdian Masyarakat Desa dan Klaster DeLOGO Fakultas Ilmu Administrasi UI

KOMPAS, 28 April 2021

 

 

                                                           

Ditembaknya kepala Badan Intelijen Negara wilayah Papua menandakan bahwa konflik yang dimunculkan kelompok kriminal bersenjata atau KKB di Papua adalah masalah serius yang dapat menjadi ancamaan keutuhan NKRI. Sudah saatnya bangsa Indonesia merenungi apa yang dilakukan selama ini terhadap Papua, secara keseluruhan. Boleh jadi terdapat sikap yang tidak berujung pada sentuhan yang sama antara berbagai pihak secara tepat.

 

Tanah Papua menyimpan gradasi masalah dari yang bersifat ideologis sampai teknis administratif. Jebakan teknis administratif lebih disukai bangsa Indonesia untuk menyikapi soal ini. Dalam bahasa vulgar, kita lebih memilih kebijakan remeh-temeh. Artikel ini mencoba mengkaji berbagai kemungkinan di luar kebijakan tersebut sehingga dapat menjadi pilihan untuk meredam konflik Papua dan dalam rangka mencapai kemajuan bangsa Indonesia bersama-sama.

 

Sebatas otonomi khusus

 

Mengatasi problematika Papua, termasuk pembangunan masyarakatnya, meningkatkan pelayanan publik, dan isu pembangunan lainnya dicapai melalui titik temu dalam rumusan otonomi khusus (otsus) bagi masyarakat Papua.

 

Tampak ideal karena di dalam rumusan tersebut kita semua berharap tata kelola pembangunan Papua dapat dijalankan sendiri lebih banyak oleh masyarakat Papua. Hal ini pun dipandang adil dan mendorong demokratisasi, mendorong kemajuan budaya setempat, dan yang lainnya.

 

Tertuang dalam kebijakan otsus tersebut berbagai program pembangunan dan termasuk instrumen kelembagaannya agar dapat efektif tercapai, sampai pendanaan otsus yang digelontorklan pun tidak tergolong kecil. Semua pihak dipaksa memikirkan betul efektivitas otsus ini. Tetap,i dinamika sosial politik terkait pembangunan Papua toh terus kian terasa, terlebih kelompok bersenjata terus hidup.

 

Patut diduga terdapat kekeliruan dan juga harus dipetik hikmahnya dalam mengurus Papua ini. Bangsa Indonesia perlu membuka cakrawala yang lebih luas dan tidak perlu alergi untuk dialog secara intens bersama-sama kembali persoalan Papua ini.

 

Pembicaraan terkait pelaksanaan otsus Papua telah tumbuh sedemikian rupa menjadi semakin kompleks, rigid, dan birokratis administratif. Celakanya, menjadi semakin pragmatis berupa sebatas proyek-proyek pemerintah dengan ukuran kinerja yang administratif pula.

 

Dalam soal Papua sebetulnya berlaku pula bagi pembangunan daerah di tempat lain, semua bangsa termasuk Indonsesia terdapat matra substansial bukan sekadar proyek pembangunan yang dilancarkan birokrasi pemerintah. Dalam hal ini terdapat soal kemanusiaan dan soal ekonomi-politik nyata yang berjalan dan imperatif.

 

Prosedur-prosedur administratif, SOP, dan juga buku panduan yang muncul karena berjalannya waktu akibat ditangani negara menjadi jebakan yang amat mengikat dan boleh jadi menjadi tidak relevan kembali dari apa yang sesungguhnya terjadi.

 

Tambang emas

 

Di balik isu Papua terdapat isu utama yang menjadi pemicu hampir semua isu yang ada sebagai isu riak-riak pengikutnya, tetapi proyek pemerintah dan rutinitas sehari-hari, bahkan isu yang disuguhkan media massa, menjadikan isu utama tertutupi.

 

Dapat pula tertutupinya isu utama karena kejelian pihak tertentu untuk sengaja melakukannya agar tidak diketahui oleh banyak pihak, bahkan terlupakan. Isu utama Papua tetap berada pada soal tambang emas yang dikelola oleh PT Freeport.

 

Di situ terdapat sejarah politik Indonesia dan negara lain, terdapat sumber daya ekonomi berlimpah, terdapat public value yang sudah berurat-akar, dan berdampak pada kehidupan sosial masyarakat Papua secara mendalam. Politik lokal Papua pun juga terpengaruh, jika tidak dikatakan terkooptasi.

 

Rupanya bangsa Indonesia lebih memilih kebijakan remeh-temeh berupa upaya memperbaiki otsus Papua ketimbang menyentuh isu besar ini. Tambang emas Papua tersebut bernilai tak terbatas dan yang sudah dikelola oleh PT Freeport melebihi kekayaan APBN bangsa Indonesia berlipat-lipat.

 

Semua tahu, dan seluruh dunia memahami hal ini. Kunci mengatasi Papua adalah menciptakan common interest bangsa Indonesia soal tambang emas Papua ini. Kembangkan komunikasi intensif dengan tokoh-tokoh Papua terkait tambang emas tersebut dalam koridor Indonesia.

 

Tambang emas tersebut milik bangsa Indonesia yang berada di tanah Papua. Ajak membangun pemahaman bersama yang mendalam dengan masyarakat Papua sebagai pemilik lokasi tambang emas tersebut. Aras utamakan isu ini mengatasi banyak soal di Papua.

 

Suarakan merata hal ini ke seluruh jengkal tanah Papua, baik di Papua maupun Papua Barat. Pastikan pandangan bangsa Indonesia sama, tidak ada perbedaan. Boleh jadi pandangan masyarakat Papua sendiri yang diutamakan. Dengarkan betul jeritan masyarakat Papua akan tambang emas tersebut.

 

Tidak elok jika pandangan masyarakat lain di Indonesia menjadi yang utama. Harus pandangan masyarakat Papua sendiri. Terkait emas Papua ini, langkah berikutnya adalah gotong royong untuk mewujudkan pandangan tersebut. Boleh jadi berhadapan dengan PT Freeport Indonesia.

 

Kekompakan bangsa Indonesia menjadi modal tak terkalahkan menghadapi siapa pun, terlebih PT Freeport Indonesia. Jangan sampai bangsa Indonesia terpecah dalam soal ini setelah dikristalkan pada pandangan masyarakat Papua sebagai satu-satunya acuan.

 

Bangsa Indonesia adalah bangsa pemberani. Kita direpotkan oleh isu remeh-temeh soal Papua yang berakibat munculnya isu KKB dan sedikit diolah adanya isu gerakan separatisme. Tekanan-tekanan ini dapat berujung konflik horizontal antarbangsa Indonesia sendiri. Kita harus sadar, terdapat kepentingan bersama yang lebih luas sebagai cara untuk memperbaiki semua aspek di tanah Papua. Dengan cara ini, kita beranjak bukan sekadar memilih soal remeh-temeh kembali.

 

Jika tambang emas di Papua dikelola dengan memperhatikan suara masyarakat Papua sendiri, sangat boleh jadi otonomi khusus pun dilupakan karena menjadi cara perbaikan, bukan sekadar proyek pemerintah, tetapi nyata sesuai apa yang diinginkan oleh masyarakat Papua untuk dapat berkembang sendiri. Pembangunan teraih dari sini dan konflik pun dapat diredam. Semoga. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar