Riset
Gaib Dari California Raymundus Rikang dkk ; Wartawan Tempo |
TEMPO,
24 April
2021
Dinyatakan tak lolos uji klinis,
penelitian vaksin Nusantara yang digagas Terawan Agus Putranto terus berjalan
meski menggunakan nama lain. Tentara Nasional Indonesia disebut-sebut terbelah
menyikapi polemik vaksin Nusantara. Di Amerika Serikat, penelitian ini
ditengarai juga bermasalah. Penelusuran Tempo menunjukkan sejumlah klaim Aivita,
perusahaan pengembang metode dendritik, tak sesuai dengan kenyataan.
TELEPON seluler Menteri Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berdering pada Jumat, 16
April lalu. Di ujung telepon, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyampaikan
bahwa Presiden Joko Widodo meminta Muhadjir segera menuntaskan polemik vaksin
Nusantara. Muhadjir pun berjanji masalah itu bisa dibereskan dalam tiga hari. Sepanjang hari itu, Muhadjir langsung
mengontak Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal
Andika Perkasa serta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti
Lukito. Dia juga menghubungi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan
penggagas vaksin Nusantara, Terawan Agus Putranto. Sepanjang akhir pekan itu
pula ia memerintahkan semua eselon I kementerian terkait menyiapkan draf nota
kesepahaman. “Alhamdulillah, semua bisa selesai,” katanya kepada Tempo di
kantornya pada Kamis, 22 April lalu. Bertempat di Markas Besar TNI Angkatan
Darat, Muhadjir menggelar rapat bersama Andika Perkasa, Penny Lukito, dan
Budi Sadikin pada Senin, 19 April lalu. Menurut mantan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan itu, pertemuan sempat berjalan alot. Penny kukuh menyebutkan riset
vaksin Nusantara masih banyak kekurangan dan uji klinis tak bisa dilanjutkan.
Penny sebelumnya menyatakan vaksin dendritik—bagian dari sistem imun bawaan
yang berpatroli di dalam tubuh untuk mendeteksi penyusup, seperti bakteri
atau virus, dan melahapnya—tak lolos uji klinis tahap pertama. Setelah rapat berlangsung lebih dari dua
jam, Andika, Penny, dan Budi akhirnya meneken nota kesepahaman setebal tiga
halaman. Dalam dokumen itu, uji klinis vaksin Nusantara disepakati disetop.
Tapi penelitian sel dendritik tetap bisa dilaksanakan di Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, sebagai riset berbasis pelayanan.
Terapi itu juga tak boleh diperdagangkan dan tak butuh izin edar. “Semua
pihak menang,” ujar Muhadjir. Sore seusai pertemuan di Mabes TNI Angkatan
Darat, Muhadjir langsung melaporkan hasil pertemuan kepada Presiden Jokowi
dalam rapat terbatas. Kepada Presiden, Muhadjir mengatakan persoalan vaksin
Nusantara sudah selesai dengan penandatanganan nota kesepahaman. Jokowi
disebut-sebut memang kesal terhadap kegaduhan vaksin Nusantara. “Sudahlah,
ini kan urusan ilmiah. Masak, politikus dan lawyer mengurusi vaksin?” kata
Presiden pada Selasa, 20 April, sehari setelah mendapat laporan dari
Muhadjir. Jokowi dikabarkan juga geram terhadap sikap
Terawan atas pencalonan duta besar. Pemerintah telah mengusulkan purnawirawan
letnan jenderal itu menjadi duta besar di Spanyol, tapi belakangan dia
mengirimkan surat pengunduran diri. Empat pejabat pemerintah yang mengetahui
pencalonan Terawan menyatakan dokter spesialis radiologi itu beralasan ingin
berfokus pada pengembangan vaksin Nusantara. Namun seorang pejabat tinggi
Kementerian Luar Negeri memastikan lembaganya belum menerima surat
pengunduran diri secara resmi dari Terawan. Isi perundingan di Mabes TNI Angkatan Darat
sebenarnya sudah disiapkan sepekan sebelumnya. Menteri Budi Sadikin, Kepala
BPOM Penny Lukito, dan Menteri Muhadjir Effendy mengadakan rapat ihwal vaksin
Nusantara di Kementerian Kesehatan pada Selasa, 13 April lalu. Sekretaris
Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengusulkan dalam forum itu agar
vaksin Nusantara dialihkan menjadi riset berbasis pelayanan. Kebijakan serupa diterapkan mantan Menteri
Kesehatan, Nila Moeloek, ketika mengatasi polemik metode intra-arterial
heparin flushing alias praktik “cuci otak” ala Terawan pada 2018. Saat itu,
Ikatan Dokter Indonesia memecat Terawan, yang ketika itu menjabat Kepala
RSPAD, karena metodenya dianggap melanggar kode etik kedokteran. “Opsi itu
dipilih karena riset ini tak mungkin menjadi vaksin,” Muhadjir menuturkan. Besoknya atau 14 April, Menteri Budi Sadikin
bertemu dengan Jenderal Andika Perkasa. Salah satu yang dibahas adalah usul
solusi vaksin Nusantara sebagaimana dibahas dalam rapat dengan Muhadjir
Effendy dan Penny Lukito. Andika tak merespons permohonan wawancara yang
dikirimkan melalui WhatsApp dan surat resmi ke Dinas Penerangan Angkatan
Darat hingga Sabtu, 24 April lalu. Adapun Menteri Budi Sadikin membenarkan
kabar tentang pertemuan dengan Andika, tapi menolak membahas soal penelitian
itu. “Sudah tutup buku,” ujarnya. PENELITIAN vaksin Nusantara yang diklaim
sebagai uji klinis tahap kedua di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto mendapat dukungan dari sejumlah tokoh dan politikus. Pada pekan
pertama April lalu atau seminggu sebelum sejumlah pejabat menjalani prosedur
pengambilan darah, Wakil Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat dari
Partai Golkar, Emanuel Melkiades Laka Lena, mengirimkan pesan kepada semua
anggota komisi perihal jadwal uji klinis vaksin Nusantara. Dia mengaku dihubungi staf Terawan Agus
Putranto terkait dengan jadwal vaksinasi dan mempersilakan anggota DPR yang
berminat untuk mendaftar. Sehari sebelum vaksinasi atau Selasa, 13 April,
Melkiades kembali mengirimkan undangan kepada para koleganya di
Senayan—lokasi gedung DPR di Jakarta—dengan dalih staf Terawan meminta
konfirmasi data sukarelawan. “Semua orang prinsipnya siap menjadi relawan,”
ucap Melkiades. Dukungan juga datang dari Wakil Ketua DPR
Sufmi Dasco Ahmad. Politikus Partai Gerindra itu sempat menelepon Terawan
setelah Komisi Kesehatan berkunjung ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi,
Semarang, pada 16 Februari lalu. Menurut Dasco, Terawan menjelaskan prinsip
kerja vaksin Nusantara yang berbasis sel dendritik ternyata mirip terapi cell
cure yang pernah dijalaninya. Dasco, yang dua kali menjadi pasien “cuci otak”
Terawan, langsung mendaftar sebagai sukarelawan. Di Surabaya, mantan Menteri Badan Usaha
Milik Negara, Dahlan Iskan, mencarter bus khusus dan memboyong 30 anggota
klub senamnya untuk menjalani pengambilan darah di RSPAD Gatot Soebroto pada
Senin, 19 April lalu. Namun hanya sebelas orang yang lolos menjadi
sukarelawan. Dahlan termasuk yang gagal menjadi relawan karena mengonsumsi
obat, tapi ia tetap bersedia menerima suntikan sel dendritik. “Saya mendukung
risetnya, bukan mendukung barang ini harus menjadi vaksin,” kata Dahlan, juga
menjadi pasien praktik “cuci otak” Terawan. Banjir dukungan dari tokoh dan politikus,
tidak demikian di Markas Besar TNI. Seorang pejabat tinggi di
Cilangkap—lokasi Mabes TNI—mengatakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto
berniat meluruskan keterlibatan militer dalam penelitian sel dendritik.
Narasumber ini bercerita, pejabat kesehatan di lingkungan TNI juga gamang
karena dasar hukum riset vaksin Nusantara di RSPAD tak terang. Sejak awal
program penelitian sel dendritik untuk vaksin Covid-19 merupakan kerja sama
antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dan PT Aivita
Biomedical Indonesia. Tak ada perjanjian kolaborasi lintas institusi ataupun
militer. Dalam jumpa pers pada Senin, 19 April lalu,
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Achmad Riad menegaskan bahwa
vaksin Nusantara bukan program lembaganya. Meski begitu, TNI mendukung
inovasi riset vaksin sepanjang memenuhi syarat Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Legalitas riset vaksin Nusantara pun turut disinggung dalam acara
itu. Kepala Pusat Kesehatan TNI Mayor Jenderal Tugas Ratmono mengatakan
penelitian yang saat ini berjalan di RSPAD Gatot Soebroto harus memiliki
dasar hukum karena melibatkan personel militer dan menggunakan fasilitas milik
TNI. Sekitar dua pekan sebelum konferensi pers
di Mabes TNI, Kepala RSPAD Letnan Jenderal Albertus Budi Sulistya berupaya
mengklarifikasi polemik vaksin Nusantara. Dia mengirimkan pesan kepada Kepala
Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa pada Rabu, 7 April lalu. Budi
menjelaskan, antara lain, izin etik vaksin Nusantara masih dibahas di komite
etik rumah sakit. Dia juga menerangkan bahwa sejumlah pejabat yang akan
datang ke RSPAD Gatot Soebroto baru diambil darahnya, bukan diberi vaksin
Nusantara. “Kami perlu menyampaikan pesan itu kepada beliau karena sudah
ramai di media sosial,” ujar Budi kepada Tempo pada Sabtu, 24 April lalu. Budi menyatakan nota kesepahaman antara
Mabes TNI Angkatan Darat, BPOM, dan Kementerian Kesehatan menjernihkan polemik
riset sel dendritik untuk meningkatkan imunitas terhadap Covid-19. Menurut
dia, hasil penelitian sel dendritik ini nanti bisa dijadikan dasar untuk
pengembangan ilmiah lanjutan. Adapun Terawan Agus Putranto tak merespons
permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 24 April lalu. Ia juga tak berada di
kantornya di lantai dua paviliun Cerebro Vascular Center di RSPAD ketika
Tempo bertandang pada Jumat, 23 April lalu. Saat rapat dengan Komisi
Kesehatan DPR, Terawan menyatakan vaksin berbasis sel dendritik aman untuk
individu dan bisa ikut mengatasi pandemi Covid-19. “Ini menjadi solusi
ataupun alternatif yang bisa digunakan,” kata Terawan mengklaim. PENELUSURAN Tempo menunjukkan pengembangan
vaksin Covid-19 berbasis sel dendritik di Amerika Serikat yang dikembangkan
Aivita Biomedical Inc juga jalan di tempat. Dikutip dari
Clinicaltrials.gov—situs penyedia data uji klinis milik Departemen Kesehatan
Amerika Serikat—Aivita berupaya memperoleh izin uji klinis dari badan
pengawas obat dan makanan Amerika, Food and Drug Administration. Dalam
proposalnya, Aivita mengajukan 175 relawan untuk uji klinis dan menyatakan
belum merekrut para relawan itu. Dalam situs yang sama, uji klinis sel
dendritik untuk vaksin Covid-19 di Indonesia dinyatakan sudah tuntas pada 5
April lalu. Riset itu tercatat dikerjakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr
Kariadi, Semarang. Namun tak ada laporan hasil riset yang diklaim sebagai uji
klinis tahap pertama di situs itu. Peneliti vaksin Nusantara di RSUP Dr
Kariadi, Yetty Movieta Nency, menolak berkomentar tentang kelanjutan
penelitian itu di rumah sakitnya. “Saya sedang mengoperasi pasien,” ujarnya,
kemudian menutup panggilan telepon. Walau begitu, Aivita mengklaim uji klinis
tahap pertama di Indonesia berjalan tanpa kendala. Dalam siaran pers pada 25
Februari lalu, Aivita menyatakan bahwa pengobatan kepada 27 partisipan
menunjukkan peningkatan antibodi dan tak ada gejala efek samping. Klaim ini
bertolak belakang dengan temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kepala BPOM
Penny Kusumastuti Lukito mengungkapkan 20 relawan uji klinis tahap pertama
mengalami kejadian tak diinginkan, seperti peningkatan kolesterol dan kadar
natrium dalam darah. Di tengah simpang-siur nasib program vaksin
Nusantara, Aivita mengumumkan rencana aksi korporasi. Perusahaan mengklaim
akan segera mengantongi pendanaan senilai US$ 25 juta atau sekitar Rp 360
miliar. Pendanaan itu akan dipakai untuk pengembangan sejumlah riset. Salah
satunya vaksin Covid-19 berbasis sel dendritik. Anehnya, dalam pengumuman
aksi korporasi itu, riset sel dendritik disebut telah masuk fase kedua atau
ketiga. Padahal perusahaan itu belum mengantongi uji klinis di Amerika
Serikat. Adapun di Indonesia, BPOM tak memberikan izin penelitian fase kedua. Kontributor Tempo di California, Amerika,
James Mills, mengunjungi kantor pusat Aivita di Irvine, sekitar 80 kilometer
dari pusat Kota Los Angeles, pada Jumat, 23 April lalu. Aivita berkantor di
sebuah bangunan bertingkat dan menyewa lebih dari separuh bagian dari gedung
perkantoran itu. Resepsionis Aivita tak bersedia menghubungkan dengan Chief
Executive Officer Aivita Hans Keirstead, yang sebenarnya ada di kantor pada
hari itu. Kehadiran Keirstead tampak dari sepeda motor yang terparkir di
baris khusus yang terpacak papan namanya. Surat elektronik dan panggilan telepon ke
nomor Keirstead tak direspons. Pun dengan konfirmasi yang dikirimkan melalui
e-mail kepada Chief Medical Officer Robert O. Dillman dan Wakil Presiden
Bidang Regulasi Candace Hsieh. Namun, dalam podcast yang disiarkan Tech
Nation pada 13 April lalu, Keirstead menyatakan Aivita hanya akan memproduksi
perangkat utama vaksin, selebihnya peralatan pendukung metode itu bisa dibuat
oleh perusahaan lokal. “Ini akan menjadi stimulus ekonomi untuk negara
tersebut,” ujar Keirstead. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar