Menyongsong
Vaksin Covid-19 Anak Dominicus Husada ; Dokter Anak; Kepala
Divisi Penyakit Infeksi dan Tropik Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair/RSUD Dr Soetomo; Anggota Tim Peneliti Vaksin Covid-19 Unair |
KOMPAS, 29 April 2021
Peran vaksin sebagai salah satu upaya
mengatasi pandemi Covid-19 kian menguat setelah sekitar setengah miliar dosis
vaksin didistribusikan di seluruh dunia. Israel dan Amerika Serikat (AS) mulai mendapatkan
gambaran lebih nyata dampak pemberian vaksin dalam skala besar. Kedua negara
ini memang paling agresif memberikan vaksin dibandingkan jumlah penduduk
mereka. Ada beberapa paradoks dalam program
vaksinasi Covid-19. Salah satunya adalah urutan prioritas. Untuk pertama
kalinya, vaksin tak diutamakan bagi kelompok anak. Sampai April 2021 belum
ada satu vaksin pun yang terlisensi untuk kelompok usia di bawah 16 tahun. Hal ini bisa dimaklumi jika dilihat dari
jumlah penderita anak yang termasuk paling minim serta risiko keparahan dan
kematian. Dokter anak yang biasanya maju di urutan terdepan saat ini
posisinya berbeda. Anak yang dimaksudkan di sini, sesuai pengertian kita di
Indonesia, adalah usia hingga 18 tahun. Mengapa
anak perlu divaksin? Dilihat dari berbagai aspek, ada beberapa
alasan mengapa kita perlu juga memvaksin anak untuk menanggulangi pandemi
Covid-19. Pertama, anak yang terkena Covid-19, sekalipun dalam persentase
relatif kecil, secara absolut tak dapat dianggap remeh. Jika semua pasien
Covid-19 per April 2021 mendekati 140 juta, maka 1 persen dari angka itu
adalah 1,4 juta. Ini setara jumlah semua penduduk Provinsi Sulawesi Barat. Kedua, di beberapa negara, seperti AS,
India, dan Indonesia, persentase penderita anak lebih dari 12 persen. Jumlah
tersebut sangat besar. Ketiga, temuan berbagai penelitian di beberapa negara
mendapatkan jumlah anak yang terinfeksi mungkin jauh lebih besar dibandingkan
yang dinyatakan saat ini. Kebanyakan anak memang tak menunjukkan gejala nyata
sehingga agak sulit mendeteksi mereka terinfeksi. Keempat, anak banyak terlibat dalam
kegiatan massal, terutama di sekolah. Kegiatan semacam itu sumber utama
penularan sehingga semua yang terlibat perlu proteksi memadai. Mayoritas
orangtua akan cemas melepas anak dalam kegiatan sekolah tanpa perlindungan
ekstra. Kelima, anak tak sesempurna orang dewasa
dalam memahami dinamika transmisi virus serta upaya yang harus dilakukan
untuk pencegahan. Pemahaman mereka akan protokol kesehatan dengan segala
perniknya pasti berbeda. Ini menambah kerawanan. Keenam, para remaja yang dalam pembagian
usia dikategorikan dalam kelompok besar anak pada hakikatnya adalah yang
paling sulit dikendalikan. Upaya pendisiplinan dalam kerangka protokol
kesehatan akan sangat memerlukan kerja keras. Jauh lebih mudah memproteksi
mereka ini dengan vaksin daripada setiap saat mengawasi secara ketat. Ketujuh, anak juga berperan dalam transmisi
virus. Beberapa penelitian membuktikan, anak bisa membawa virus dalam jumlah
besar dan virus tersebut bisa keluar dari tubuh (shedding) dalam waktu yang
cukup panjang. Sekalipun para anak ini tidak sampai sakit, orang di
sekeliling mereka tentu berada dalam posisi berbahaya, terutama warga lansia,
seperti kakek dan nenek. Kedelapan, jumlah anak berusia 18 tahun ke
bawah sekitar 20 persen penduduk. Upaya mencapai kekebalan bersama (herd
immunity) akan banyak terbantu jika kelompok ini juga diimunisasi. Dengan
berbagai alasan di atas, para ahli melakukan penyiapan vaksin bagi anak serta
strategi pelaksanaan vaksinasi di tengah berbagai kesulitan yang ada, pada
upaya massal yang sedang dijalankan. Situasi
terkini uji klinis pada anak Hingga saat ini, satu-satunya vaksin yang
telah dilisensi untuk anak adalah milik Pfizer. Sebenarnya dalam uji klinis
fase 3 jumlah sampel usia 16-18 relatif terbatas, tetapi kemudian FDA
meluluskan permintaan Pfizer untuk menggunakan vaksin pada usia 16 tahun ke
atas. Pfizer juga telah menyelesaikan uji klinis
pada 2.260 anak usia 12-15 tahun dengan hasil sangat baik (efikasi 100
persen). Mereka bahkan sudah memulai pelaksanaan uji klinis bagi kelompok
5-11 tahun yang akan diikuti kelompok 2-5 tahun dan enam bulan-dua tahun. Ada tiga formulasi dosis yang dicoba dalam
vaksin ini untuk meminimalkan efek simpang serta memaksimalkan manfaat.
Moderna, vaksin mRNA lain, juga sudah memulai uji klinis pada anak usia 6
bulan-12 tahun dengan rencana lebih dari 6.000 partisipan. Ada tiga formulasi
dosis yang diuji coba. Mereka pun sudah memiliki data pada remaja
12-18 tahun. Vaksin berbasis vektor virus adeno tak mau ketinggalan.
AstraZeneca-Oxford telah sebulan lebih menjalankan uji klinis pada anak 6-17
tahun. Tahap uji terpaksa dihentikan sementara karena ramainya pemberitaan
mengenai penggumpalan darah di beberapa negara sehingga otoritas di Inggris
mengambil langkah pengamanan ekstra. Vaksin Johnson&Johnson (J&J) di
AS menargetkan uji klinis pada usia 6-17 tahun, sebelum memulai tahap lebih
menantang pada usia lebih muda. Vaksin J&J satu-satunya vaksin yang
akan diuji coba pada bayi baru lahir pada tahap berikutnya. Sebagaimana
vaksin AZ, produksi J&J sempat terganggu dengan pemberitaan mengenai
penggumpalan darah. Vaksin virus adeno lain, Sputnik milik Rusia, yang juga
merupakan vaksin pertama yang dilisensi terbatas di dunia, akan memulai
penelitian pada anak sekitar Mei 2021. Untuk vaksin protein rekombinan Novavax,
uji klinis pada remaja baru akan dimulai trimester kedua 2021 di AS dan
Meksiko. Dari semua vaksin yang telah dilisensi, para ahli menilai vaksin
terkuat yang berbasis mRNA, disusul vaksin bervektor virus. Vaksin rekombinan
dan inaktif/mati menyusul di belakangnya. Dari kelompok vaksin mati, Sinovac dan
Sinopharm sudah menyampaikan data pendahuluan berdasarkan uji klinis pada 550
anak berusia 3-17 tahun. Mereka pun bahkan melangkah lebih jauh dengan
mengajukan izin terbatas dari regulator di negaranya. Sekadar catatan, vaksin mati dari China
belum secara lengkap menyampaikan hasil uji klinis utama mereka di jurnal
kedokteran bereputasi. Hal ini menyulitkan para ahli untuk ikut memberi
penilaian yang obyektif. Dengan boleh dibilang semua vaksin terlisensi sudah
memulai atau bahkan menyelesaikan penelitian klinis pada anak, orang sekarang
berharap secara bertahap tahun ini sebagian anak di dunia akan menerima
vaksin Covid-19. Kewaspadaan
dan manfaat Ada beberapa kewaspadaan ketika memberikan
vaksin Covid-19 pada anak yang sebenarnya sudah jadi perhatian setiap kali
peneliti menyiapkan vaksin. Masalah efek simpang yang seperti dua sisi dari
sebuah mata uang jika disandingkan dengan kekuatan vaksin tersebut, formulasi
dosis, serta adanya beberapa kondisi klinis yang berbeda dengan dewasa,
seperti yang diamati pada penderita anak yang terkena Covid-19 (seperti
kondisi yang mirip dengan penyakit Kawasaki), adalah contoh beberapa aspek
tersebut. Untuk mencegah dan mengatasinya, tak ada
jalan lain, para peneliti wajib melakukan persiapan dan pelaksanaan lebih
matang. Berbeda dengan vaksin lain, data dari orang dewasa yang telah
dikumpulkan sebelumnya memberikan bantuan yang sangat besar dalam pelaksanaan
pada anak. Jika vaksin sudah dapat izin edar, masih
ada permasalahan yang perlu dipikirkan: bagaimana menyesuaikan kelompok anak
dalam prioritas distribusi vaksin yang sampai saat ini belum terakomodasi
sama sekali di seluruh negara di dunia. Kendala berikutnya tentu penyediaan vaksin
dalam jumlah cukup. Saat ini saja, kecepatan produksi vaksin tak mampu
memenuhi permintaan. Maklumlah, penduduk dunia sudah 8 miliar. Tidak heran
muncul masalah nasionalisme vaksin yang jika tidak segera diselesaikan
berpotensi menimbulkan persoalan kemanusiaan yang lebih besar. Bagaimanapun, semua kendala tersebut bukan
penghalang absolut penyediaan vaksin bagi anak. Keuntungan yang akan kita
rasakan jauh melampaui semua masalah ini. Sekolah akan dibuka dengan
kekhawatiran yang minimal karena semua anak sudah lebih terproteksi. Risiko anak tertular menjadi sangat
sedikit, sekaligus risiko warga lansia di sekitar anak untuk ikut tertular
juga menjadi minimal. Di luar sekolah, kehidupan remaja yang cenderung sulit
dikendalikan tidak lagi terlalu berisiko. Kita juga akan memotong sebagian
jalur transmisi virus. Pencapaian kekebalan kelompok akan lebih realistis
dicapai. Satu hal lagi yang juga penting, dampak
Covid-19 pada anak lebih besar daripada yang tampak saat ini. Bukan saja
masalah fisik, melainkan boleh dikata semua unsur kehidupan anak terpengaruh.
Proteksi tambahan akan bisa menyelamatkan anak-anak tersebut, dan hal itu
berarti juga nasib umat manusia di masa selanjutnya. Ini hal yang sangat
mulia. Semoga harapan jutaan orang akan segera menjadi kenyataan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar