Jumat, 30 April 2021

 

Menyongsong Vaksin Covid-19 Anak

Dominicus Husada ;  Dokter Anak; Kepala Divisi Penyakit Infeksi dan Tropik Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD Dr Soetomo; Anggota Tim Peneliti Vaksin Covid-19 Unair

KOMPAS, 29 April 2021

 

 

                                                           

Peran vaksin sebagai salah satu upaya mengatasi pandemi Covid-19 kian menguat setelah sekitar setengah miliar dosis vaksin didistribusikan di seluruh dunia.

 

Israel dan Amerika Serikat (AS) mulai mendapatkan gambaran lebih nyata dampak pemberian vaksin dalam skala besar. Kedua negara ini memang paling agresif memberikan vaksin dibandingkan jumlah penduduk mereka.

 

Ada beberapa paradoks dalam program vaksinasi Covid-19. Salah satunya adalah urutan prioritas. Untuk pertama kalinya, vaksin tak diutamakan bagi kelompok anak. Sampai April 2021 belum ada satu vaksin pun yang terlisensi untuk kelompok usia di bawah 16 tahun.

 

Hal ini bisa dimaklumi jika dilihat dari jumlah penderita anak yang termasuk paling minim serta risiko keparahan dan kematian. Dokter anak yang biasanya maju di urutan terdepan saat ini posisinya berbeda. Anak yang dimaksudkan di sini, sesuai pengertian kita di Indonesia, adalah usia hingga 18 tahun.

 

Mengapa anak perlu divaksin?

 

Dilihat dari berbagai aspek, ada beberapa alasan mengapa kita perlu juga memvaksin anak untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Pertama, anak yang terkena Covid-19, sekalipun dalam persentase relatif kecil, secara absolut tak dapat dianggap remeh. Jika semua pasien Covid-19 per April 2021 mendekati 140 juta, maka 1 persen dari angka itu adalah 1,4 juta. Ini setara jumlah semua penduduk Provinsi Sulawesi Barat.

 

Kedua, di beberapa negara, seperti AS, India, dan Indonesia, persentase penderita anak lebih dari 12 persen. Jumlah tersebut sangat besar. Ketiga, temuan berbagai penelitian di beberapa negara mendapatkan jumlah anak yang terinfeksi mungkin jauh lebih besar dibandingkan yang dinyatakan saat ini. Kebanyakan anak memang tak menunjukkan gejala nyata sehingga agak sulit mendeteksi mereka terinfeksi.

 

Keempat, anak banyak terlibat dalam kegiatan massal, terutama di sekolah. Kegiatan semacam itu sumber utama penularan sehingga semua yang terlibat perlu proteksi memadai. Mayoritas orangtua akan cemas melepas anak dalam kegiatan sekolah tanpa perlindungan ekstra.

 

Kelima, anak tak sesempurna orang dewasa dalam memahami dinamika transmisi virus serta upaya yang harus dilakukan untuk pencegahan. Pemahaman mereka akan protokol kesehatan dengan segala perniknya pasti berbeda. Ini menambah kerawanan.

 

Keenam, para remaja yang dalam pembagian usia dikategorikan dalam kelompok besar anak pada hakikatnya adalah yang paling sulit dikendalikan. Upaya pendisiplinan dalam kerangka protokol kesehatan akan sangat memerlukan kerja keras. Jauh lebih mudah memproteksi mereka ini dengan vaksin daripada setiap saat mengawasi secara ketat.

 

Ketujuh, anak juga berperan dalam transmisi virus. Beberapa penelitian membuktikan, anak bisa membawa virus dalam jumlah besar dan virus tersebut bisa keluar dari tubuh (shedding) dalam waktu yang cukup panjang. Sekalipun para anak ini tidak sampai sakit, orang di sekeliling mereka tentu berada dalam posisi berbahaya, terutama warga lansia, seperti kakek dan nenek.

 

Kedelapan, jumlah anak berusia 18 tahun ke bawah sekitar 20 persen penduduk. Upaya mencapai kekebalan bersama (herd immunity) akan banyak terbantu jika kelompok ini juga diimunisasi. Dengan berbagai alasan di atas, para ahli melakukan penyiapan vaksin bagi anak serta strategi pelaksanaan vaksinasi di tengah berbagai kesulitan yang ada, pada upaya massal yang sedang dijalankan.

 

Situasi terkini uji klinis pada anak

 

Hingga saat ini, satu-satunya vaksin yang telah dilisensi untuk anak adalah milik Pfizer. Sebenarnya dalam uji klinis fase 3 jumlah sampel usia 16-18 relatif terbatas, tetapi kemudian FDA meluluskan permintaan Pfizer untuk menggunakan vaksin pada usia 16 tahun ke atas.

 

Pfizer juga telah menyelesaikan uji klinis pada 2.260 anak usia 12-15 tahun dengan hasil sangat baik (efikasi 100 persen). Mereka bahkan sudah memulai pelaksanaan uji klinis bagi kelompok 5-11 tahun yang akan diikuti kelompok 2-5 tahun dan enam bulan-dua tahun.

 

Ada tiga formulasi dosis yang dicoba dalam vaksin ini untuk meminimalkan efek simpang serta memaksimalkan manfaat. Moderna, vaksin mRNA lain, juga sudah memulai uji klinis pada anak usia 6 bulan-12 tahun dengan rencana lebih dari 6.000 partisipan. Ada tiga formulasi dosis yang diuji coba.

 

Mereka pun sudah memiliki data pada remaja 12-18 tahun. Vaksin berbasis vektor virus adeno tak mau ketinggalan. AstraZeneca-Oxford telah sebulan lebih menjalankan uji klinis pada anak 6-17 tahun. Tahap uji terpaksa dihentikan sementara karena ramainya pemberitaan mengenai penggumpalan darah di beberapa negara sehingga otoritas di Inggris mengambil langkah pengamanan ekstra. Vaksin Johnson&Johnson (J&J) di AS menargetkan uji klinis pada usia 6-17 tahun, sebelum memulai tahap lebih menantang pada usia lebih muda.

 

Vaksin J&J satu-satunya vaksin yang akan diuji coba pada bayi baru lahir pada tahap berikutnya. Sebagaimana vaksin AZ, produksi J&J sempat terganggu dengan pemberitaan mengenai penggumpalan darah. Vaksin virus adeno lain, Sputnik milik Rusia, yang juga merupakan vaksin pertama yang dilisensi terbatas di dunia, akan memulai penelitian pada anak sekitar Mei 2021.

 

Untuk vaksin protein rekombinan Novavax, uji klinis pada remaja baru akan dimulai trimester kedua 2021 di AS dan Meksiko. Dari semua vaksin yang telah dilisensi, para ahli menilai vaksin terkuat yang berbasis mRNA, disusul vaksin bervektor virus. Vaksin rekombinan dan inaktif/mati menyusul di belakangnya.

 

Dari kelompok vaksin mati, Sinovac dan Sinopharm sudah menyampaikan data pendahuluan berdasarkan uji klinis pada 550 anak berusia 3-17 tahun. Mereka pun bahkan melangkah lebih jauh dengan mengajukan izin terbatas dari regulator di negaranya.

 

Sekadar catatan, vaksin mati dari China belum secara lengkap menyampaikan hasil uji klinis utama mereka di jurnal kedokteran bereputasi. Hal ini menyulitkan para ahli untuk ikut memberi penilaian yang obyektif. Dengan boleh dibilang semua vaksin terlisensi sudah memulai atau bahkan menyelesaikan penelitian klinis pada anak, orang sekarang berharap secara bertahap tahun ini sebagian anak di dunia akan menerima vaksin Covid-19.

 

Kewaspadaan dan manfaat

 

Ada beberapa kewaspadaan ketika memberikan vaksin Covid-19 pada anak yang sebenarnya sudah jadi perhatian setiap kali peneliti menyiapkan vaksin. Masalah efek simpang yang seperti dua sisi dari sebuah mata uang jika disandingkan dengan kekuatan vaksin tersebut, formulasi dosis, serta adanya beberapa kondisi klinis yang berbeda dengan dewasa, seperti yang diamati pada penderita anak yang terkena Covid-19 (seperti kondisi yang mirip dengan penyakit Kawasaki), adalah contoh beberapa aspek tersebut.

 

Untuk mencegah dan mengatasinya, tak ada jalan lain, para peneliti wajib melakukan persiapan dan pelaksanaan lebih matang. Berbeda dengan vaksin lain, data dari orang dewasa yang telah dikumpulkan sebelumnya memberikan bantuan yang sangat besar dalam pelaksanaan pada anak.

 

Jika vaksin sudah dapat izin edar, masih ada permasalahan yang perlu dipikirkan: bagaimana menyesuaikan kelompok anak dalam prioritas distribusi vaksin yang sampai saat ini belum terakomodasi sama sekali di seluruh negara di dunia.

 

Kendala berikutnya tentu penyediaan vaksin dalam jumlah cukup. Saat ini saja, kecepatan produksi vaksin tak mampu memenuhi permintaan. Maklumlah, penduduk dunia sudah 8 miliar. Tidak heran muncul masalah nasionalisme vaksin yang jika tidak segera diselesaikan berpotensi menimbulkan persoalan kemanusiaan yang lebih besar.

 

Bagaimanapun, semua kendala tersebut bukan penghalang absolut penyediaan vaksin bagi anak. Keuntungan yang akan kita rasakan jauh melampaui semua masalah ini. Sekolah akan dibuka dengan kekhawatiran yang minimal karena semua anak sudah lebih terproteksi.

 

Risiko anak tertular menjadi sangat sedikit, sekaligus risiko warga lansia di sekitar anak untuk ikut tertular juga menjadi minimal. Di luar sekolah, kehidupan remaja yang cenderung sulit dikendalikan tidak lagi terlalu berisiko. Kita juga akan memotong sebagian jalur transmisi virus. Pencapaian kekebalan kelompok akan lebih realistis dicapai.

 

Satu hal lagi yang juga penting, dampak Covid-19 pada anak lebih besar daripada yang tampak saat ini. Bukan saja masalah fisik, melainkan boleh dikata semua unsur kehidupan anak terpengaruh. Proteksi tambahan akan bisa menyelamatkan anak-anak tersebut, dan hal itu berarti juga nasib umat manusia di masa selanjutnya. Ini hal yang sangat mulia. Semoga harapan jutaan orang akan segera menjadi kenyataan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar