Sabtu, 24 April 2021

 

Tantangan Kementerian Investasi

Muhamad Rosyid Jazuli  ; Peneliti di Paramadina Public Policy Institute dan Mahasiswa Doktoral di University College, London

KOMPAS, 23 April 2021

 

 

                                                           

Setelah mendapat persetujuan DPR pada Jumat (9/4/2021), pemerintah segera membentuk Kementerian Investasi.

 

Medio 2019, publik dibetot perhatiannya oleh kabar relokasi puluhan pabrik dari China ke sejumlah negara, terutama Vietnam, kecuali Indonesia. Meski pada 2020 beberapa perusahaan asal China memindahkan pabriknya ke Indonesia, situasi ini membuka tabir bahwa arus masuk investasi ke Indonesia belum optimal.

 

Salah satu parameternya, rasio arus modal masuk neto penanaman modal asing (PMA) terhadap produk domestik bruto (PDB) di Indonesia baru sekitar 3 persen pada 2014 dan, sayangnya, turun jadi 2,2 persen pada 2019. Dalam periode 2009-2018, negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Malaysia, dan Singapura, mengungguli Indonesia dalam rasio tersebut (Bank Dunia, 2020).

 

Seretnya arus masuk investasi di Indonesia terutama disebabkan oleh ketidakpastian regulasi (Paramadina Public Policy Institute, 2014). Dalam satu dekade terakhir, hampir 15.000 peraturan kementerian dikeluarkan di Indonesia (Patunru dan Surianta, 2020), belum termasuk perda di beberapa level. Obesitas peraturan ini menyulitkan investasi, khususnya PMA.

 

Kehadiran Kementerian Investasi menjadi urgen untuk menakhodai penciptaan kepastian dan efisiensi regulasi, terutama terkait investasi, yang telah di-mukadimah-i oleh pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di 2020.

 

Tiga fase pembangunan

 

Secara umum, ada tiga tangga fase pembangunan ekonomi. Pertama, ekonomi berbasis faktor produksi; kedua, berbasis investasi; ketiga, berbasis inovasi dan pengetahuan (Lee, 2008).

 

Memantapkan tiap fase dalam satu kurun waktu tertentu harus dilakukan sebelum naik ke level selanjutnya agar tak terjadi kekacauan ekonomi. Misalnya, ketika faktor produksi seperti sumber daya manusia (SDM) belum memadai, upaya untuk menjalankan ekonomi berbasis investasi tak akan optimal. Investor akan melihat risiko dan potensi kerugian tinggi karena produktivitas tenaga kerja yang tersedia rendah.

 

Sebagai salah satu faktor produksi yang krusial, kualitas SDM Indonesia belum optimal. Jumlah pekerja yang kompeten hanya sekitar 40 juta pekerja (33 persen). Dari total 137 juta angkatan kerja, sekitar 70 juta tamatan SMP atau ke bawah yang umumnya memiliki keterbatasan keterampilan dan kapasitas (BPS, 2020). Indeks Modal Manusia Indonesia (0,54) juga di bawah rata-rata dunia (0,57) (Bank Dunia, 2020).

 

Kondisi ini menjadi alarm bahwa fase paling dasar pembangunan ekonomi kita belum siap. Ini menjadi peringatan bagi pemerintah yang ingin menggenjot arus masuk investasi. Investor tentu ingin melihat ketersediaan tenaga kerja terampil dan siap kerja sebelum membangun bisnis dari investasinya.

 

Oleh karena itu, fokus kebijakan jangka pendek Kementerian Investasi perlu diarahkan pada upaya meningkatkan kualitas SDM. Kementerian ini harus bisa memastikan Indonesia melewati fase-fase pembangunan ekonomi dengan mantap dan bertahap. Misalnya, dalam kurun 5-10 tahun pertama, peningkatan keterampilan dan kompetensi tenaga kerja adalah target utama, bukan semata peningkatan arus masuk modal.

 

Di awal kinerjanya, Kementerian Investasi perlu erat berkolaborasi dengan berbagai instansi terkait, khususnya Kemendikbud dan para asosiasi usaha. Tujuannya, menginisiasi berbagai program untuk menjadikan demografi Indonesia berkapasitas, berketerampilan tinggi, sehingga siap kerja.

 

Economic Development Board (EDB) Singapura bisa jadi acuan. Keberhasilan menarik arus masif investasi merupakan hasil kerja mereka bekerja sama dengan berbagai pihak. Dengan berbagai kementerian dan asosiasi bisnis, EDB memantau dan mengatur keseimbangan arus dan kualitas suplai tenaga kerja dan pembukaan bisnis. Selain mempromosikan Singapura, EDB jadi tempat konsultasi utama pengusaha dan investor, khususnya terkait keseimbangan pasar dan pergerakan ekonomi Singapura dan ASEAN.

 

Kehadiran Kementerian Investasi diperlukan untuk akselerasi kemajuan ekonomi. Namun, ini tak akan berhasil tanpa secara bertahap mengikuti fase-fase pembangunan ekonomi yang diawali kemantapan SDM Indonesia. Tanpa kesadaran itu, kementerian ini hanya akan jadi beban negara, menambah gemuk dan rumit birokrasi. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar