Memanfaatkan
Lokomotif Dunia Ari Kuncoro ; Rektor
Universitas Indonesia |
KOMPAS,
13 April
2021
Dana Moneter Internasional atau IMF belum
lama ini merevisi ramalannya menjadi lebih optimistis. Pada 2021 dan 2022,
ekonomi dunia diprediksi tumbuh masing-masing 6,4 persen dan 4,4 persen, naik
dari prediksi sebelumnya 5,5 persen dan 4,2 persen. Faktor-faktor penopangnya
adalah mega-stimulus di Amerika Serikat, pemulihan ekonomi China, dan
vaksinasi Covid-19. IMF juga menyebutkan, China menduduki
tempat pertama sebagai lokomotif pemulihan ekonomi dunia. China diperkirakan
akan menyumbang seperlima dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dunia
dalam lima tahun ke depan (Tanzi, 2021). Penyumbang berikutnya berturut-turut
adalah AS, India, Jerman, dan Jepang. Lembaga think-tank Brooking Institute dan
media terkemuka Financial Times mengeluarkan Tracking Indexes for the Global
Economic Recovery (TIGER) yang menyebutkan hanya AS, China, India, Indonesia,
dan Korea Selatan yang pada 2021 dapat melebihi tingkat PDB sebelum pandemi.
Berdasarkan kalkulasi IMF, PDB dunia akan meningkat sebesar 28 triliun-122
triliun dollar AS pada periode 2021-2026 setelah anjlok 2,8 triliun dollar AS
pada tahun lalu akibat pandemi. Perekonomian AS akan mendapatkan
mega-stimulus sebesar 1,9 triliun dollar AS. Termasuk di antaranya adalah cek
sebesar 1.400 dollar AS bagi warga negara dewasa dengan pendapatan sampai
75.000 dollar AS per tahun. Penggunaan lainnya adalah untuk modernisasi
infrastruktur (di antaranya transportasi penumpang dengan kereta api atau
AMTRAK) dan program vaksinasi massal. Sinyal bansos ala AS ini sebenarnya sudah
diisyaratkan Joe Biden dalam kampanyenya pada November 2020. Luberannya pada
dunia cukup besar karena warga AS sejak Januari 2021, bahkan sebelum
kebijakan bansos ini disetujui Kongres, telah meningkatkan belanja untuk
furnitur, laptop, pakaian, dan lain-lain dalam bentuk impor senilai 220
miliar dollar AS (Lynch, 2021). Sementara itu, dampak dalam negerinya
ditunjukkan dengan kesempatan kerja yang bertambah 91.600 pada Maret 2021. Ketidakpastian
masih tinggi Meskipun demikian, ketidakpastian masih
tetap membayangi ekonomi global. Progres vaksinasi tidak sama di setiap
negara. Negara-negara maju cenderung melakukan penimbunan vaksin dengan
alasan kedaruratan nasional. Yang menjadi korban adalah negara-negara miskin
yang pada umumnya ada di belahan bumi selatan. Pada saat yang sama di
beberapa negara Eropa, euforia vaksinasi berhadapan dengan merebaknya mutasi
baru virus Covid-19 sehingga karantina wilayah ketiga bahkan keempat terpaksa
diterapkan kembali. Sementara India yang saat ini sedang
menggalakkan vaksinasi berjuang menghadapi resurgensi pandemi. Tercatat
peningkatan kasus harian baru sebesar 131.787 kasus pada 8 April 2021 setelah
beberapa lama kurva epideminya turun (The Hindu, 8 April 2021). Penyebabnya
adalah kerumunan orang dari beberapa festival religi dan juga pemilihan umum
di lima negara bagian. Situasi yang serba tidak pasti ini
menghalangi pemulihan cepat ekonomi global secara menyeluruh. Sebaliknya
fenomena ini oleh Brooking Institute AS disebut sebagai pemulihan dua jalur,
ada negara jalur cepat dan ada pula negara jalur lambat. Implikasi
kebijakan Perbedaan karakter dari kedua lokomotif
pemulihan ekonomi di atas dapat ditelusuri dari data Badan Pusat Statistik
(BPS) terkini. Secara keseluruhan ekspor Indonesia meningkat 8,56 persen
secara tahunan. China sebagai hub manufaktur cenderung tidak mengimpor barang
manufaktur jadi, melainkan komoditas, seperti batubara, minyak kelapa sawit,
dan karet. Dampak dari China lebih terlihat dari kenaikan harga komoditas
ketimbang volume ekspor. Sampai Februari 2021, harga minyak kelapa sawit
meningkat 35,09 persen dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, harga karet
dan batubara masing-masing meningkat 45,49 persen dan 28,24 persen secara
tahunan. AS sebaliknya cenderung mengimpor produk
manufaktur, baik barang jadi untuk konsumsi maupun barang setengah jadi yang
akan digunakan untuk proses produksi selanjutnya. Angka Indeks Manajer
Pembelian (PMI) manufaktur AS pada Maret 2021 mencapai 59,1, tertinggi kedua
sepanjang sejarah. Dampaknya adalah menggerakkan kembali rantai pasokan
global. Angka komposit PMI global bergerak dari 53,2 pada Februari 2021 ke
54,8 pada Maret 2021, sehingga secara langsung maupun tidak langsung melalui
rantai pasokan dunia mendorong peningkatan ekspor manufaktur Indonesia. Ekspor manufaktur Indonesia tumbuh 9 persen
secara tahunan pada Februari 2021. Produk yang menjadi andalan adalah besi
baja, logam dasar mulia, kimia dasar organik dari hasil pertanian. Angka PMI
Indonesia naik tajam dari 50,9 pada Februari menjadi 53,2 pada Maret 2021.
Angka ini tertinggi selama 10 tahun terakhir ini. Pada saat angka kasus positif baru
meningkat ke 14.517 kasus pada akhir Januari 2021, PMI Indonesia sempat turun
dari 52,2 dari Desember 2020 kendati tetap pada zona ekspansi (di atas 50).
PMI Indonesia ini terbantu oleh kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat
(PPKM) mikro yang efektif menurunkan kasus positif harian dan juga mulai
menggeliatnya rantai pasokan. Perbaikan kinerja sisi produksi
perekonomian di atas akan dapat berkelanjutan jika dibarengi dengan pemulihan
sisi permintaan masyarakat. Data BPS tentang konsumsi rumah tangga memang
belum dipublikasikan. Namun, Bank Indonesia sudah meluncurkan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK). IKK terus membaik sejak turun signifikan ke 84,9
pada Januari 2021 karena peningkatan drastis kasus positif harian. Kebijakan PPKM mikro mempunyai andil
memperbaiki ekspektasi masyarakat. IKK ini terus membaik, yaitu meningkat
tipis menjadi 85,8 pada Februari 2021 untuk kemudian naik tajam ke 93,4 pada
Maret 2021. Walaupun masih di zona pesimis (di bawah 100), angka ini sudah
mendekati posisi Desember 2020, sebelum akumulasi beberapa libur panjang yang
meningkatkan kasus penularan baru. Belajar dari pengalaman ini dan juga dari
India, kebijakan larangan mudik yang bertujuan untuk menekan penularan
Covid-19 juga merupakan upaya mempertahankan momentum mengalirnya kembali
arus melingkar pendapatan dalam negeri antara sisi permintaan (IKK) dan sisi
produksi perekonomian (PMI). Tren indikator awal PMI dan IKK sudah membaik
setelah implementasi PPKM mikro. Kesempatan ini dapat digunakan untuk
memanfaatkan menggeliatnya kembali dua lokomotif ekonomi dunia, AS dan China.
● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar