Kamis, 22 April 2021

 

Partisipasi Anak dalam Musrenbang

Paulus Mujiran ; Direktur Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata, Fasilitator KLA Provinsi Jawa Tengah

KOMPAS, 21 April 2021

 

 

                                                           

Rangkaian musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dari tingkat RT-RW/dusun, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten, hingga provinsi mulai dilaksanakan. Semua perwakilan warga masyarakat, termasuk anak-anak, dilibatkan. Beberapa tahun ini kehadiran anak-anak dalam musrenbang wajib dilakukan. Keterlibatan anak dalam musrenbang menjadi indikator pemenuhan hak sipil dan kebebasan, khususnya hak partisipasi anak.

 

Ini menjadi kesempatan bagi anak untuk ikut serta memberikan ide/gagasan yang bermanfaat dalam pembangunan tempatnya tinggal. Mewujudkan kabupaten/kota layak anak (KLA) salah satu indikatornya terukur dari ketersediaan ruang partisipasi anak dalam pembangunan. Anak mempunyai hak mengemukakan pendapatnya untuk kesejahteraan orang lain.

 

Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 3 Tahun 2011 tentang Kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan yang dimaksud dengan partisipasi anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan dan anak mendapat manfaat dari keputusan tersebut.

 

Yang dimaksud dengan partisipasi anak, menurut Isbandi (2007:27), adalah keikutsertaan anak dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan anak dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

 

Mikkelsen (1999:64) mengurai enam bentuk partisipasi anak. Pertama, partisipasi anak merupakan kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan. Kedua, kegiatan ini merupakan pemekaan (membuat peka) anak untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan. Ketiga, partisipasi anak merupakan keterlibatan sukarela anak dalam perubahan yang ditentukan sendiri. Keempat, partisipasi merupakan suatu proses yang aktif yang berarti anak mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasan melakukan hal itu. Kelima, partisipasi merupakan pemantapan dialog antara anak dengan masyarakatnya. Keenam, partisipasi merupakan keterlibatan anak dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka berada. Karena itu menghadirkan anak dalam forum perencanaan dapat dianggap sebagai cara menyerap aspirasi anak, mendengarkan pendapat mereka dan mengagregasinya dalam pembuatan kebijakan.

 

Hal ini sejalan dengan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi Pemerintah RI dengan Keppres No 36 Tahun 1990 Pasal 12 Ayat 1 yang menyatakan negara harus menjamin anak mampu membentuk pendapatnya sendiri, mengutarakan dengan bebas dalam semua masalah yang memengaruhi anak sesuai dengan umur dan kematangan anak. Anak-anak yang dapat dilibatkan musrenbang berusia 12-18 tahun yang dianggap mampu mewakili dan menyuarakan pendapat anak-anak.

 

Memberikan ruang partisipasi anak sebagai wujud pengakuan bahwa anak-anak memiliki kemampuan berkontribusi bagi masyarakat. Jika ruang partisipasi itu disediakan niscaya anak-anak mempunyai kemampuan mengakselerasi potensinya. Mereka mempunyai kemampuan mengemukakan pendapat sesuai tingkat usianya. Namun kerap kali keinginan menyerap aspirasi anak tidak berjalan mulus.

 

Dalam musrenbang yang melibatkan anak, kerap kali pelibatannya tidak utuh. Meminjam Roger Hard (1986) dalam ”Tangga Partisipasi Anak” kehadiran anak-anak lebih sebagai tokenism pemberi restu pendapat orang dewasa. Musrenbang selama ini forumnya orang dewasa, karena itu keberadaan anak di acara itu kerap masih mengundang pro dan kontra. Pertanyaan yang kerap mengemuka apakah ide dan gagasan anak tidak sebaiknya disuarakan orang dewasa?

 

Kehadiran anak-anak di tengah forum orang dewasa tidak hanya menjadi dirasakan sebagai forum yang kurang ramah anak, tetapi juga mustahil pendapat anak akan didengarkan oleh orang dewasa.

 

Meski kehadiran anak bukan individual melainkan representasi anak-anak lain, wilayah dan isu yang hendak diangkat kerapkali tak terkait kepentingan anak-anak. Usul dan gagasan anak-anak terpinggirkan karena dominasi orang dewasa. Anak akan merasa dihargai untuk mengemukakan pendapat atau pandangan-pandangannya dalam forum yang memberi kesempatan anak berbicara tanpa tekanan.

 

Anak diberi keleluasaan mengemukakan gagasan/ide tentang kehidupan mereka dan memutuskan bagaimana ide itu dirumuskan dalam sebuah usulan. Orang dewasa mendampingi tetapi tidak campur tangan ketika anak mengemukakan aspirasinya.

 

Atau akan sangat tepat manakala untuk anak-anak disediakan forum musrenbang khusus anak-anak sehingga memiliki ruang kebebasan dan ekspresi sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak. Demi mendapatkan sebuah dokumentasi aktivitas anak dalam musrenbang kerapkali mengejar target yang penting ada anak di dalamnya.

 

Maksud hati ingin memberikan kesempatan anak bersuara dalam musrenbang namun kerapkali berubah menjadi ajang eksploitasi anak. Masih kentalnya dominasi orang dewasa, waktu yang terlalu singkat diberikan kepada anak, usul sudah dipersiapkan orang dewasa atau menyetujui usulan yang sebenarnya sudah dipersiapkan orang dewasa.

 

Di samping itu, masih ada sementara orang dewasa yang tidak mau menghargai pandangan anak. Masih adanya hambatan dalam musrenbang mencerminkan belum maksimalnya pengarusutamaan hak anak terutama di pemerintahan. Ini artinya ada banyak aktivitas pembangunan yang dilaksanakan tanpa mengajak anak-anak berbicara. Tugas dari pemerintah ialah mendorong para pihak lebih berperspektif hak anak dalam pembangunan.

 

Keterlibatan anak dalam musrenbang bukan kebutuhan orang dewasa melainkan menjadikan keinginan dan kebutuhan anak dapat terpenuhi sesuai tahapan usia dan tumbuh kembangnya. Kehadiran anak bukan sebagai etalase atau ”genep-genep” (baca= pelengkap) yang penting ada anak. Nyaris tidak mungkin sebuah kabupaten/kota mendeklarasikan diri menjadi kota/kabupaten layak anak tanpa mempertimbangkan pendapat dan aspirasi anak.

 

Dengan mengajak anak sekaligus melatih mereka berdialog dan belajar menyelesaikan masalah mereka sendiri. Lebih dari itu anak-anaklah yang paling tahu pemenuhan hak anak yang tepat untuk mereka. Manfaat ke depan ialah menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada anak. Lebih dari itu pelibatan anak dalam musrenbang merupakan pemenuhan hak anak. Anak juga akan belajar perbedaan pendapat dan menghargai pandangan orang lain.

 

Dengan melibatkan anak, secara tidak langsung juga mempersiapkan mereka menjadi agen perubahan (agent of change). Pelibatan anak-anak dalam musrenbang menjadi ajang kaderisasi kepemimpinan bangsa di masa depan sejak dini. Betapa pentingnya manfaat pelibatan musrenbang bagi anak, maka seyogyanya pemerintah memberi ruang partisipasi anak. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar