Rabu, 24 Oktober 2012

Menakar Manfaat Hapus Tagih bagi Bank Persero


Menakar Manfaat Hapus Tagih bagi Bank Persero
Paul Sutaryono ; Pengamat Perbankan & Mantan Assistant Vice President BNI 
SINDO, 24 Oktober 2012




Pada 25 September 2012 Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa bank persero tidak perlu lagi menyerahkan piutang atau kredit macet kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). 

Kredit macet tidak lagi menjadi piutang negara dan bank persero dapat melakukan hapus tagih (hair cut). Apa bedanya hapus buku (write off) dengan hapus tagih? Saat ini, total hapus tagih kredit macet bank BUMN sekitar Rp85 triliun.Dari jumlah tersebut,sebanyak Rp23 triliun milik Bank Negara Indonesia (BNI). Sebagian besar berupa kredit korporasi dan sisanya kredit ritel. 

Di Bank Tabungan Negara (BTN) terdapat hapus tagih kurang daripada Rp1 triliun.Bank Rakyat Indonesia (BRI) pernah melakukan hapus tagih bagi korban letusan Gunung Merapi (harian Kontan, 27 September 2012). Apa saja urutan langkah hapus buku? Minimal terdapat tiga tahap. Pertama, bank nasional melakukan pemantauan kelaikan kredit. Kedua, bank nasional melakukan penilaian kemampuan dan kemauan nasabah untuk membayar tagihan. 

Pada tahap kedua itu,bank nasional melakukan penilaian antara lain mengenai riwayat pembayaran, kemampuan membayar kembali, dan nilai jaminan. Dalam menimbang riwayat pembayaran, bank nasional akan menghitung berapa kali nasabah menunggak pembayaran dalam satu tahun. Dalam menakar kemampuan membayar kembali, bank nasional akan menilai proyeksi aliran kas yang wajar dan menghitung periode pembayaran kembali (payback period). 

Dalam menimbang nilai jaminan, bank nasional akan melihat hasil kinerja nasabah. Pada tahap terakhir, bank nasional menetapkan kategori kredit. Kategori kredit meliputi kredit lancar (current), dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (sub-standard), diragukan (doubtful),dan macet (lost). Tapi jangan pernah alpa bahwa hapus buku tidak berarti hapus tagih, sebaliknya hapus tagih sudah pasti hapus buku. Selama ini, bank persero tidak berani melakukan hapus tagih. 

Mengapa? Karena Undang- Undang (UU) Nomor 49 Tahun 1960 menyebutkan bahwa piutang macet masih dikategorikan sebagai aset negara. Dengan demikian, penyelesaian hapus tagih tidak dapat dilakukan dengan hukum korporasi.Dengan bahasa lebih bening, bank persero menjadi takut melakukan hapus tagih mengingat bisa-bisa dianggap merugikan aset negara.

 Aneka Pertimbangan 

Lantas, apa saja manfaat hapus tagih bagi bank persero? Apa saja yang patut dipertimbangkan untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut? Pertama,perlu petunjuk pelaksanaan. Apakah bank persero langsung bisa melakukan hapus tagih? Tentu saja tidak. Bank persero masih menunggu semacam petunjuk pelaksanaan (teknis) dalam melakukan hapus tagih. MK sudah menegaskan bank persero tinggal membuat aturan internal tentang hapus tagih kredit macet dan tidak perlu menunggu revisi UU Piutang Negara. 

Putusan MK itu sungguh merupakan langkah strategis yang memberikan tonggak penting bagi bank persero dalam melakukan hapus tagih. Alhasil, bank pemerintah dapat bernapas lebih panjang lantaran tidak direpotkan dengan urusan tagih menagih yang menyedot tenaga dan dana yang sungguh tidak sedikit. 

Kedua, hindari aji mumpung (moral hazard). Segera setelah lahirnya putusan MK kini muncul kecemasan adanya aji mumpung. Tegasnya, dikhawatirkan terjadi main mata antara bank dan debitornya sehingga hapus buku yang seharusnya belum dapat dianggap layak untuk dihapus tagih malah dilakukan. Oleh karena itu, sangat diharapkan petunjuk pelaksanaan putusan MK itu dapat mempertimbangkan kiat mencegah terjadinya aji mumpung itu.

Dalam praktiknya, piutang macet yang sudah dihapus buku memang tidak dapat langsung dihapus tagih. Kalau dalam perjalanan status hapus buku ternyata debitor masih memiliki prospek bisnis untuk berkembang lagi, tentu saja hapus tagih tidak layak dilakukan. 

Ketiga,lebih fokus ke bisnis. Sejatinya,putusan MK itu akan membawa manfaat bagi bank persero.Ke depan bank persero akan lebih ringan melangkah untuk lebih fokus ke bisnis inti (core business),yakni menggenjot kredit perbankan untuk lebih kencang lagi. Di Indonesia, pembiayaan perbankan dinilai lebih tinggi, yakni sekitar 80% dibandingkan dengan pembiayaan pasar modal (capital market) yang hanya 20%.

Tapi di negara lain, rasio pembiayaan itu terbalik yang berarti pembiayaan pasar modal lebih tinggi. Bagaimana kinerja kredit bank nasional hingga Agustus 2012? Statistik Perbankan Indonesia, Agustus 2012, yang terbit 10 Oktober 2012 mencatat kredit bank nasional tumbuh amat subur 23,29% dari Rp1.958,51 triliun per Agustus 2011 menjadi Rp2.414,67 triliun per Agustus 2012. Seolah tak mau ketinggalan, dana pihak ketiga (DPK) pun tumbuh subur 21,09% dari Rp2.382,36 triliun menjadi Rp2.884,86 triliun. 

Pertumbuhan itu mendorong loan to deposit ratio (LDR) naik dari 82,21% menjadi 83,70%. Hal itu berarti bank nasional sudah melampaui LDR minimal 78% sekaligus menegaskan bahwa fungsi intermediasi keuangan makin meningkat.

Namun ternyata rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) masih dinilai rendah 29,9% pada 2011 daripada bank-bank Malaysia 114%, Thailand 117%,dan China 131%. Sesungguhnya,kredit masih bisa lebih ditingkatkan lagi. Kok bisa? Karena kredit yang sudah disetujui tetapi belum ditarik (undisbursed loan) masih tinggi, bahkan melejit 22,39% dari Rp630,78 triliun per Agustus 2011 menjadi Rp772,05 triliun per Agustus 2012. 

Keempat, menciptakan sentimen positif. Ingat, makin kinclongnya kinerja bank persero mampu meningkatkan citra perusahaan (corporate image) sekaligus mengerek harga saham. Saat ini keempat bank persero, yakni BNI, Bank Mandiri, BRI, dan BTN, telah tercatat di lantai bursa. Terlebih ketika rasio-rasio keuangan pada publikasi laporan keuangan tampak tidak melewati ambang batas yang menandakan kesehatan bank. 

Rasio keuangan meliputi rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR), rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), imbal hasil aset (return on assets/ROA), imbal hasil ekuitas (return on equity/ROE), pendapatan bunga bersih (net interest margin/NIM),biaya operasional berbanding pendapatan operasional (BOPO),dan LDR. Dengan aneka pertimbangan tersebut, bank persero makin lincah dalam bersaing dengan kelompok bank lain, bahkan dengan bank asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar