Kemeluasan
Konflik Suriah
Ibnu Burdah ; Pemerhati Masalah Timteng dari UIN Sunan
Kalijaga,
Peserta
Program ARFI Ditjen Pendis Kemenag RI Di Maroko
|
SUARA
MERDEKA, 24 Oktober 2012
SEBEGITU dalam pengaruh konflik Suriah
di Lebanon, ketegangan Suriah-Turki yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi
perang terbuka, ketegangan Suriah-Yordania yang mulai memakan korban, dan
meningginya perang kata Damaskus-Tel Aviv, semua itu menegaskan bahwa ada
risiko tinggi konflik Suriah meluas ke berbagai arah perbatasan. Lebanon
nyaris terbelah setelah peristiwa pembunuhan Wissam al-Hassan dikait-kaitkan
dengan Damaskus.
Fragmentasi sektarian yang sudah sedemikian mengkhawatirkan keutuhan Lebanon malah diperparah oleh peristiwa itu. Apa pun yang terjadi di Lebanon sering dikaitkan dengan perkembangan di Suriah. Sebaliknya, apa pun yang terjadi di Damaskus membawa pengaruh terhadap Lebanon, yang berpengaruh hampir sama terhadap wilayah-wilayah lain di Suriah. Bahkan, pengaruh di Lebanon kadang lebih kuat mengingat komplikasi persoalan dalam negeri. Ini tentu mudah dipahami mengingat hubungan Suriah-Lebanon sejak lama lebih mencerminkan hubungan satu kesatuan masyarakat ketimbang dua entitas yang dipisah batas negara. Di perbatasan utara, tentara Suriah siap berhadapan dengan tentara Turki. Sebenarnya, hubungan Turki-Suriah tidak sedalam hubungan Suriah-Lebanon. Dalam sejarahnya yang panjang, kedua wilayah itu sering terpisah secara administratif. Kultur bahasa mereka juga sangat berbeda, yang satu Arab dan yang lain Turkik sehingga hubungan kedua masyarakatnya tak sedalam Suriah-Lebanon. Wilayah Perbatasan Realitasnya, hubungan politik dua negara bertetangga itu selama ini sangat buruk. Perbaikan hubungan politik Turki-Suriah bisa dikatakan baru berjalan satu dekade belakangan. Kendati perbatasan keduanya membentang sangat luas, intensitas dan volume hubungan antara keduanya masih kalah jauh dari hubungan Suriah-Lebanon. Sejak pecah gerakan rakyat untuk menjatuhkan Assad, hubungan Turki-Suriah benar-benar tegang. Sejak awal Suriah menuduh Turki menjalankan agenda negara-negara Barat. Menurut Suriah, Turki terlalu jauh mengintervensi urusan dalam negeri. Mereka bukan hanya memberi dukungan politik diplomatik sebagaimana dinyatakan selama ini melainkan juga memasok dukungan logistik dan militer bagi tentara pembebasan Suriah. Hubungan keduanya terus memburuk – kendati belum sampai perang terbuka – setelah pergerakan dan basis kekuatan bersenjata oposisi diketahui berada di sepanjang perbatasan Turki-Suriah. Tak pelak serbuan tentara rezim Assad diarahkan ke wilayah tersebut, di samping ke kota-kota kunci. Dalam konteks perang semigerilya plus kompleksitas pengungsian di wilayah itu, perbatasan Turki rawan menjadi sasaran atau perluasan arena pertempuran antara tentara Assad dan oposisi. Inilah yang membuat pemerintah Turki memerintah rakyatnya bersiap menghadapi kemungkinan pecah perang. Di front Yordania, gejala seperti terjadi di perbatasan Turki juga sulit dihindari. Namun skalanya belum separah di front utara atau barat kendati korban mulai berjatuhan. Rezim monarki Yordania saat ini adalah yang paling panik. Dari pidato dan pernyataannya, Raja Abdullah II menginginkan reformasi cepat untuk menangkal gerakan rakyat yang makin meluas. Posisi Ikhwan yang populer di Yordania membuat Abdullah ingin berkonsentrasi menghadapi persoalan di dalam negeri, minimal mencapai tahap seperti Maroko. Namun rembetan persoalan Suriah tidak bisa dihindarkan. Rezim Yordania harus ekstrahati-hati menentukan sikap terhadap persoalan Suriah mengingat oposisi Yordania dan Suriah sesungguhnya satu basis ideologi. Posisi Israel Bagaimana di front barat baya di perbatasan Israel? Israel dalam banyak kasus di Timur Tengah sering memainkan peran dilematis. Di satu sisi memiliki posisi jelas, yaitu menginginkan kejatuhan Assad dan pergantian rezim moderat, faktanya ia memaksakan diri terlibat langsung dalam urusan Suriah yang bisa menjadi bumerang. Suriah sejak pertengahan 1990-an menjadi negara terbesar berbatasan langsung yang memusuhi Israel. Kejatuhan Assad merupakan berkah bagi negara itu, tetapi tidak menjamin rezim baru akan melunak kepada Israel. Karena itu, bisa dipastikan Israel memainkan peran sangat aktif di lapangan. Mereka tidak turut dalam penyelesaian politik secara langsung sebagaimana dimainkan Turki, Qatar, dan Arab Saudi, sebab bisa kontraproduktif. Kendati perbatasan di front Israel terkesan sepi-sepi saja, penguatan operasi intelijen di sekitar Golan hampir pasti dilakukan. Sejauh ini belum ada bukti kuat keterlibatan di lapangan Suriah, tapi doktrin militer Israel sangat jelas, yaitu melakukan penangkalan dengan menumpas sumber-sumber ancaman di lokasi, sebelum mereka menciptakan ancaman nyata terhadap Israel. Wilayah negeri itu terlalu sempit untuk menghadapi banyak musuh. Karena itu, setidak-tidaknya Israel menginginkan pertempuran berlangsung sejauh mungkin dari perbatasannya. Kekhawatiran mengenai konflik Suriah bukan hanya pada dimensi yang berisiko menyeret aktor-aktor yang bermusuhan di Timur selama ini. Dalam konteks itu, berarti poros Iran versus poros Qatar-Arab Saudi, yang secara tak langsung didukung Barat dan Israel, tapi juga skala konflik ini sedemikian meluas ke hampir semua perbatasan. Kita bisa menebak kompleksitas konflik itu berisiko meningkat kendati seruan antisenjata masa Idul Adha sedemikian keras. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar