Rabu, 24 Oktober 2012

Konsekuensi Kesenjangan Kaya-Miskin


Konsekuensi Kesenjangan Kaya-Miskin
Sayidiman Suryohadiprojo ; Mantan Gubernur Lemhannas
KOMPAS, 24 Oktober 2012



Di Indonesia kesenjangan kaya-miskin cukup dalam. Golongan miskin, menurut Badan Pusat Statistik, Maret 2012 sekitar 12 persen jumlah penduduk: 29 juta orang. Kesenjangan diindikasikan dengan koefisien gini 36,9.
Kesenjangan yang dalam berkonsekuensi banyak bagi bangsa dan negara Indonesia. Yang jelas, sangat bertentangan dengan sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Di Negara Kesatuan RI (NKRI) tak patut ada kesenjangan kaya-miskin. Selain itu, Pancasila juga memberikan arah untuk hidup ber-Kemanusia-an yang Adil dan Beradab. Rakyat miskin yang hidup kurang dari 2 dollar AS atau sekitar Rp 19.000 sehari tak mungkin dapat mewujudkan kehidupan beradab dalam kondisi harga kebutuhan hidup yang ada. Dan, itu meliputi jumlah orang yang lebih banyak dari total penduduk Malaysia atau Australia.
Bagaimana mengharap penduduk miskin, khususnya yang tinggal di daerah perbatasan, punya rasa kebangsaan? Kehidupan mereka yang miskin jauh berbeda dari kehidupan bangsa negara tetangga yang mereka lihat setiap saat. Hanya hidup sejahtera yang membuat rakyat bangga jadi bangsa Indonesia dan selalu bersedia membelanya terhadap berbagai gangguan yang dapat merusak bangsanya. Ini terutama penting untuk menjadikan rakyat Papua dan daerah lain memilih berbangsa Indonesia daripada mengisolasi diri jadi bangsa kecil dan kurang berarti dalam percaturan internasional.
Sumber Menarik
Luasnya kemiskinan merupakan sumber menarik bagi para penggalak Islam radikal merekrut terorisnya serta mengganggu kehidupan bangsa yang penuh toleransi antaragama dan antar- umat Islam sendiri. Dalam buku Why Nations Fail, the Origin of Power, Prosperity and Property Daron Acemoglu dan James A Robinson diceritakan bagaimana Venezia yang pada permulaan abad ke-14 salah satu kota terkaya di Eropa, dalam abad ke-15 mundur radikal dan tertinggal oleh perkembangan Eropa. Sebabnya adalah golongan pemimpin Venezia yang kaya mengubah perkembangan masyarakat.
Kondisi masyarakat, yang tadinya sejahtera merata di semua golongan, seluruhnya berpartisipasi dalam mewujudkan kesejahteraan, berubah akibat ditutupnya kemungkinan partisipasi bagi mereka yang bukan golongan pemimpin kaya. Terjadi kesenjangan kaya-miskin. Buku itu hendak menunjukkan betapa penting kesejahteraan merata bagi kekuatan bangsa dan negara.
Maka, kalau para pemimpin Indonesia memang benar-benar berniat membangun NKRI menjadi negara yang kuat sentosa, mereka tak cukup mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan tinggi perlu dibarengi distribusi kesejahteraan kepada seluruh rakyat. Nilai kelima Pancasila harus sungguh-sungguh dilaksanakan.
Untuk mencapai itu, harus ada penyediaan kesempatan kerja seluas mungkin bagi seluruh rakyat agar dengan bekerja, rakyat beroleh penghasilan lebih baik. Prioritas Pemerintah RI dalam membangun infrastruktur harus benar-benar dilaksanakan. Pembangunan jalan darat, jalan kereta api, pengangkut laut, bandara, pelabuhan laut, pusat tenaga listrik, dan infrastruktur lain akan membuka kesempatan kerja bagi pemuda-pemuda kita.
Selain itu, wacana pemerintah membangun industri hilir untuk berbagai produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan tambang juga menyediakan kesempatan kerja luas kalau jadi kenyataan. Demikian pula peningkatan usaha mikro-kecil-menengah dalam berbagai bidang usaha dapat menyediakan kesempatan kerja yang tak sedikit.
Untuk memanfaatkan kesempatan kerja yang tercipta, rakyat perlu berkemampuan memadai. Perlu penyelenggaraan pendidikan yang luas dan bermutu, serta dapat dijangkau seluruh rakyat. Sekolah yang dibangun dari tingkat taman kanak-kanak hingga pendidikan tinggi harus dapat dimasuki seluruh rakyat, terutama yang berkemampuan tinggi.
Diperlukan pula banyak pendidikan kejuruan, seperti SMK, yang disertai pusat latihan kerja yang banyak di daerah. Dengan begitu, terbentuk angkatan kerja yang besar dan bermutu. Maka, dapatlah dicegah pekerjaan, tetapi tak dapat diisi oleh tenaga kerja Indonesia karena kemampuan yang kurang memadai.
Satu hal yang sekarang acap terjadi: pemanfaatan tenaga kerja asing yang kemampuannya cocok. Kesehatan rakyat harus dijaga dan dipelihara agar dapat melakukan berbagai kegiatan dengan kondisi fisik dan mental sehat dan kuat. Pemerintah harus menyusun sistem jaminan kesehatan yang memungkinkan rakyat beroleh pemeliharaan yang diperlukan.
Dengan berbagai usaha ini, makin hilang kemiskinan dan kesenjangan kaya-miskin. Bangsa Indonesia menjadi makin sejahtera dan mampu membangun kekuatan negara dan bangsa yang lebih andal sebab negara dapat membangun kekuatan keuangan melalui pajak dan penerimaan lain dan dengan kemampuan itu, membiayai pembangunan, kekuatan untuk mengatasi berbagai masalah keamanan nasional.
Ini semua jadi mustahil selama para pemimpin bangsa kurang sungguh-sungguh mengatasi kemiskinan dan kesenjangan yang dalam antara kaya-miskin. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar