Rabu, 14 Maret 2012

Jangan Tuduh PTUN Pembela Koruptor


Jangan Tuduh PTUN Pembela Koruptor
Bambang Soesatyo, ANGGOTA KOMISI III DPR RI FRAKSI PARTAI GOLKAR
SUMBER : SINDO, 14 Maret 2012



Kalau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan kebijakan ilegal tentang pengetatan remisi bagi terpidana korupsi, tidak berarti PTUN membela koruptor.
Ada dua pesan dari keputusan PTUN itu. Pertama, pejabat tinggi negara jangan amatiran.Kedua, jangan juga aji mumpung. Wakil Menkumham Denny Indrayana dan kawan-kawannya menebar tuduhan. Siapa pun yang menentang kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi dituduhnya sebagai pembela koruptor.Secara tak langsung,mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra pun dituduh demikian.“Saya ucapkan selamat kepada Bapak Yusril Ihza Mahendra yang telah membebaskan koruptor,” kata Yusril, mengutip pernyataan Denny.

Yusril hanya membantu tujuh narapidana yang merasa dizalimi oleh kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi yang diterbitkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Amir Syamsuddin dan wakilnya, Denny Indrayana. Kalau seperti itu, logika berpikir seorang pejabat tinggi negara, Denny pun mestinya melayangkan tuduhan kepada PTUN sebagai pembela koruptor. Kebijakannya dibatalkan demi hukum oleh PTUN. Namun, sejak awal berbagai kalangan enggan menanggapi tuduhan itu.Alasan utamanya adalah tuduhan itu keluar dari konteks masalah.

Konteks persoalannya adalah pelanggaran terhadap tata perundangundangan. Kebijakan itu ditentang karena menabrak peraturan perundang-undangan. Bukan kebijakan pengetatan remisinya yang ditentang. Dengan melancarkan tuduhan seperti itu, Denny tampak mencari cara instan untuk mengatasi persoalan yang sedang dihadapinya. Bahkan sangat kekanak-kanakan serta cenderung menghalalkan segala cara. Misalnya,ketika menanggapi kemungkinan tuntutan dari pihak-pihak yang dizalimi oleh kebijakan pengetatan remisi itu,Denny dengan lantang mengaku siap mati.

“Apa pun yang dilakukan; dipidana sekalipun untuk kebijakan ini, saya siap. Kalau karena pembebasan bersyarat dan pengetatan remisi ini saya masuk penjara, mati pun saya siap,”katanya. Sekadar mengingatkan,kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi sudah cacat sejak awal. Semula judul kebijakannya ‘MoratoriumRemisi’. Karena dihujani kecaman dari masyarakat, beberapa jam kemudian judul kebijakan itu berubah menjadi ‘Pengetatan Remisi’.Tetap saja kebijakan ini ilegalkarenamelanggarUndang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006.

Selain itu,mekanisme penetapan kebijakan ini pun sangat amatiran.Kebijakan ini ditetapkan melalui telepon oleh Denny pada 30 Oktober 2011.Keesokan harinya,31 Oktober 2011,perintah lisan itu langsung dijadikan surat edaran Plt Dirjen Pemasyarakatan. Diterbitkanpula surat keputusan menkumham yang membatalkan SK remisi para terpidana itu.Tetapi, tanggal penerbitan SK pembatalan itu dua minggu kemudian,tepatnya 16 November 2011. Tetap saja tampak konyol.

Kepmen pembatalan itu merujuk ke PP No 32/1999, tetapi PP ini sudah usang sebab telah diganti dengan PP No 28/2006. Akibat penetapan kebijakan yang demikian amatiran itu, 102 narapidana merasa dizalimi oleh menkumham dan wakilnya. Fakta tentang penzaliman pun telah diperkuat oleh PTUN. Setidaknya, kebijakan pengetatan remisi itu sudah diuji oleh pengadilan. Kebijakan itu nyata-nyata bertentangan dengan undangundang yang berlaku. Terjadi keanehan di Kementerian Hukum dan HAM.

Jika Menkumham dapat menerima keputusan PTUN itu, Denny sebagai wakil justru akan mengajukan banding. Keinginan banding itu rupanya sebuah keterpaksaan yang harus dilakoni.Denny merasa telah dipermalukan oleh keputusan PTUN itu. Selain itu, dengan mengajukan banding, Denny juga bisa menghindar, setidaknya mengulur waktu, dari kemungkinan gugatan para narapidana yang merasa dizalimi.Mereka memang bisa memidanakan menkumham dan wakilnya dengan Pasal 333 KUHP dengan ancaman maksimal delapan tahun penjara.

Taati Struktur

Keputusan PTUN itu merupakan pesan kepada penyelenggara pemerintahan untuk jangan sekali-kali bertindak semena-mena. Termasuk semena- mena terhadap para narapidana.Keputusan PTUN itu juga mengajarkan kepada semua pejabat tinggi negara agar selalu menaati struktur perundang-undangan di negara ini.

Menjadi pejabat tinggi negara tidak berarti boleh melanggar undang-undang, jangan aji mumpung. Kalau masih konsisten untuk memberlakukan pengetatan remisi bagi terpidana koruptor, kebijakannya harus dirumuskan dengan benar seturut peraturan perundang-undangan. Sudah ditegaskan sebelumnya bahwa jangankan pengetatan, penghapusan remisi bagi koruptor pun pasti disetujui rakyat.Yakinlah bahwa seluruh komponen rakyat, termasuk DPR, pasti mendukung pengetatan remisi bagi terpidana koruptor. Hakikatnya, tak ada yang ingin membela koruptor.

Akhir-akhir ini publik masih menggunjingkan wacana tentang memiskinkan koruptor. Seharusnya Kemenkumham merespons wacana ini. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi isyarat setuju dengan ide memiskinkan koruptor.Dengan demikian, selain merumuskan lagi kebijakan pengetatan remisi, Kemenkumham juga sudah ditantang untuk merumuskan kebijakan yang memberi hak kepada negara untuk memiskinkan para koruptor. Artinya,pekerjaan yang harus diselesaikan Amir dan Dennymasihbanyak,danbukan hanya persoalan remisi.Belum lama ini terjadi kerusuhan di Penjara Kerobokan,Denpasar, Bali.

Mudah-mudahan, Amir dan Denny tahu bahwa latar belakang kerusuhan di Kerobokan adalah masalah lama yang sengaja tidak diselesaikan karena perilaku korup oknum sipir penjara atau lembaga pemasyarakatan (lapas). Narapidana mempersoalkan kelebihan kapasitas, diskriminasi perlakuan dan pungutan liar di lapas.Semua itu adalah penyimpangan manajemen lapas yang sudah menjadi rahasia umum. Menteri Hukum dan HAM serta wakilnya harus segera membenahi pengelolaan lapas dan memperbaiki perlakuan terhadap para narapidana.

Kalau tidak segera dibenahi, kerusuhan serupa bisa meledak di lapas lain. Pengetatan remisi, memiskinkan koruptor, hingga pembenahan manajemen lapas adalah pekerjaan besar yang menuntut konsentrasi penuh.Pekerjaan besar ini tidak boleh diganggu atau direduksi oleh kepentingan politik sesaat.Pengetatan remisi bagi terpidana korupsi adalah kebijakan yang cukup strategis dalam konteks pemberantasan korupsi. Dari pengetatan remisi, diharapkan tumbuh efek jera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar