Senin, 26 Maret 2012

Ekonomi pada Tataran Survei


Ekonomi pada Tataran Survei
Ahmad Husni, Wakil Ketua DPD II KNPI Jakarta Selatan,
mantan pengurus PB HMI periode 2008-2010
SUMBER : SUARA KARYA, 26 Maret 2012



Beberapa waktu lalu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terbaru mengenai, Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen Pemilih pada Partai Politik. Selain melihat trend atau kecenderungan elektabilitas partai-partai politik terkini, survei itu juga mengukur persepsi publik terhadap kondisi politik, hukum, dan ekonomi Indonesia mutakhir.

Melalui survei itu diketahui bahwa persepsi publik terhadap kondisi politik dan hukum di Indonesia terus memburuk. Namun, tidak seperti kondisi politik dan hukum, persepsi publik terhadap kondisi ekonomi Indonesia justru sebaliknya, yaitu menunjukkan nada positif.

Hasil survei LSI itu menunjukkan, sebanyak 30 persen responden melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih baik. Sementara itu, responden yang melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih buruk dan tidak ada perubahan masing-masing sebesar 24 persen dan 35 persen. Lalu, enam persen responden menjawab tidak tahu/tidak jawab, sebanyak 2 persen menjawab jauh lebih baik, dan 2 persen lagi menjawab jauh lebih buruk. Artinya, hasil survei itu menujukkan bahwa publik sangat mengapresiasi kinerja ekonomi Indonesia saat ini.

Jika kita melihat sejumlah indikator statistik, memang akan menjelaskan bahwa terjadi capaian positif dalam ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada 2011 perekonomian Indonesia mampu tumbuh mencapai 6,5 persen. Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2011 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 7.427,1 triliun dan atas dasar harga konstan (tahun 2000) Rp2.463,2 triliun.

Kinerja positif ekonomi Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari sajian data-data statistik BPS tesrebut. Kinerja positif ekonomi Indonesia juga dapat dilihat dari apresiasi dunia internasional, seperti pemberian peringkat layak investasi (investment grade) oleh lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings dan Moody's Investor Service.

Sekadar diketahui, Indonesia kehilangan posisi investment grade sejak tahun 1997 setelah dihantam krisis moneter. Istilah investment grade merujuk pada sebuah peringkat yang menunjukkan utang pemerintah atau perusahaan memiliki risiko yang relatif rendah dari peluang default atau gagal bayar. Sehingga, hal itu memiliki tingkat kepercayaan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.

Karena itu, investment grade diberikan kepada suatu negara yang memiliki fundamental ekonomi kuat, stabilitas politik dalam jangka panjang solid, dan memiliki manajemen anggaran pemerintah serta kebijakan moneter yang prudent. Hal ini ditandai dengan defisit anggaran yang rendah, rasio utang rendah, dan inflasi terkendali. Investment grade merupakan peringkat yang masuk kategori layak investasi.

Kenaikan peringkat Indonesia menjadi negara layak investasi berdasarkan penilaian dua lembaga pemeringkat itu mencerminkan pengakuan dan apresiasi dunia internasional terhadap pencapaian ekonomi Indonesia. Indonesia dinilai memiliki daya tahan ekonomi sangat baik di tengah-tengah kondisi perekonomian global yang penuh ketidakpastian karena dihantui krisis.

Di tengah kelesuan ekonomi Amerika Serikat dan negaranegara Eropa sebagai imbas krisis utang, peringkat Indonesia justru mengalami kenaikan menjadi negara layak investasi. Pencapaian peringkat investment grade memiliki nilai sangat penting karena akan berpengaruh pada pandangan dunia terhadap iklim investasi di Indonesia.

Posisi Indonesia di mata investor akan semakin menguat sehingga memperbesar peluang untuk bisa meningkatkan kegiatan investasi di Indonesia. Tidak saja di pasar obligasi dan saham, tapi juga penanaman modal langsung akan meningkat. Indonesia akan kian dilirik sehingga arus masuk modal asing akan semakin meningkat dan memperkuat cadangan devisa.

Keberhasilan meraih kembali investment grade dapat diartikan bahwa Indonesia telah cukup kuat mengatasi krisis. Mengacu kepada beberapa indikator ekonomi saat ini, Indonesia memang sudah selayaknya masuk kategori investment grade. Beberapa indikator menjadi pentunjuk, seperti ekonomi tumbuh di atas 6 persen, rasio utang terhadap PDB berada pada angka 26 persen, dan defisit anggaran di bawah 2,5 persen.

Beberapa indikator itu jelas merupakan capaian luar biasa di tengah carut marut kondisi ekonomi global yang menyebabkan posisi ekonomi sejumlah negara yang dianggap kuat justru ambruk dan mengalami kejatuhan peringkat utang. Prestasi ini merupakan buah manis kerja tim ekonomi kabinet selama beberapa tahun terakhir ini. Hasil survei LSI itu secara tidak langsung telah mematahkan penilaian yang cenderung sinis dan penuh pesimisme dari berbagai pihak terutama kalangan ekonom selama ini terhadap capaian ekonomi Indonesia saat ini.

Meskipun demikian, hasil surveI itu tidak boleh menjadi angin surga bagi pemerintah lalu kemudian terlena seakan apa yang dilakukan selama ini telah mencapai puncak keberhasilan. Sebaliknya, hasil survei LSI tersebut justru harus dijadikan sebagai pelecut bagi pemerintah untuk bekerja lebih keras memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari yang merupakan potret buram kehidupan seperti kemiskinan, masalah tenaga kerja, maupun tingkat pengangguran yang bisa melonjak karena pemutusan kerja sebagai dampak kenaikan bahan bakar minyak.

Tentu, prestasi ekonomi pemerintah akan dipertaruhkan ketika kebijakan kenaikan harga BBM diberlakukan nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar