Ekonomi
pada Tataran Survei
Ahmad
Husni,
Wakil Ketua DPD II KNPI Jakarta Selatan,
mantan pengurus PB HMI periode 2008-2010
mantan pengurus PB HMI periode 2008-2010
SUMBER : SUARA KARYA, 26 Maret 2012
Beberapa waktu lalu, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil
survei terbaru mengenai, Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen Pemilih pada
Partai Politik. Selain melihat trend atau kecenderungan elektabilitas
partai-partai politik terkini, survei itu juga mengukur persepsi publik
terhadap kondisi politik, hukum, dan ekonomi Indonesia mutakhir.
Melalui survei itu diketahui bahwa persepsi publik terhadap
kondisi politik dan hukum di Indonesia terus memburuk. Namun, tidak seperti
kondisi politik dan hukum, persepsi publik terhadap kondisi ekonomi Indonesia
justru sebaliknya, yaitu menunjukkan nada positif.
Hasil survei LSI itu menunjukkan, sebanyak 30 persen responden
melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih baik. Sementara itu, responden
yang melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih buruk dan tidak ada
perubahan masing-masing sebesar 24 persen dan 35 persen. Lalu, enam persen
responden menjawab tidak tahu/tidak jawab, sebanyak 2 persen menjawab jauh
lebih baik, dan 2 persen lagi menjawab jauh lebih buruk. Artinya, hasil survei
itu menujukkan bahwa publik sangat mengapresiasi kinerja ekonomi Indonesia saat
ini.
Jika kita melihat sejumlah indikator statistik, memang akan
menjelaskan bahwa terjadi capaian positif dalam ekonomi Indonesia. Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat bahwa pada 2011 perekonomian Indonesia mampu tumbuh
mencapai 6,5 persen. Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada
2011 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 7.427,1 triliun dan atas dasar harga
konstan (tahun 2000) Rp2.463,2 triliun.
Kinerja positif ekonomi Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari sajian
data-data statistik BPS tesrebut. Kinerja positif ekonomi Indonesia juga dapat
dilihat dari apresiasi dunia internasional, seperti pemberian peringkat layak
investasi (investment grade) oleh lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings dan Moody's Investor Service.
Sekadar diketahui, Indonesia kehilangan posisi investment grade
sejak tahun 1997 setelah dihantam krisis moneter. Istilah investment grade
merujuk pada sebuah peringkat yang menunjukkan utang pemerintah atau perusahaan
memiliki risiko yang relatif rendah dari peluang default atau gagal bayar.
Sehingga, hal itu memiliki tingkat kepercayaan yang berkelanjutan dalam jangka
panjang.
Karena itu, investment grade diberikan kepada suatu negara yang
memiliki fundamental ekonomi kuat, stabilitas politik dalam jangka panjang
solid, dan memiliki manajemen anggaran pemerintah serta kebijakan moneter yang
prudent. Hal ini ditandai dengan defisit anggaran yang rendah, rasio utang
rendah, dan inflasi terkendali. Investment grade merupakan peringkat yang masuk
kategori layak investasi.
Kenaikan peringkat Indonesia menjadi negara layak investasi
berdasarkan penilaian dua lembaga pemeringkat itu mencerminkan pengakuan dan
apresiasi dunia internasional terhadap pencapaian ekonomi Indonesia. Indonesia
dinilai memiliki daya tahan ekonomi sangat baik di tengah-tengah kondisi
perekonomian global yang penuh ketidakpastian karena dihantui krisis.
Di tengah kelesuan ekonomi Amerika Serikat dan negaranegara Eropa
sebagai imbas krisis utang, peringkat Indonesia justru mengalami kenaikan
menjadi negara layak investasi. Pencapaian peringkat investment grade memiliki
nilai sangat penting karena akan berpengaruh pada pandangan dunia terhadap
iklim investasi di Indonesia.
Posisi Indonesia di mata investor akan semakin menguat sehingga
memperbesar peluang untuk bisa meningkatkan kegiatan investasi di Indonesia.
Tidak saja di pasar obligasi dan saham, tapi juga penanaman modal langsung akan
meningkat. Indonesia akan kian dilirik sehingga arus masuk modal asing akan
semakin meningkat dan memperkuat cadangan devisa.
Keberhasilan meraih kembali investment grade dapat diartikan bahwa
Indonesia telah cukup kuat mengatasi krisis. Mengacu kepada beberapa indikator
ekonomi saat ini, Indonesia memang sudah selayaknya masuk kategori investment
grade. Beberapa indikator menjadi pentunjuk, seperti ekonomi tumbuh di atas 6
persen, rasio utang terhadap PDB berada pada angka 26 persen, dan defisit
anggaran di bawah 2,5 persen.
Beberapa indikator itu jelas merupakan capaian luar biasa di
tengah carut marut kondisi ekonomi global yang menyebabkan posisi ekonomi
sejumlah negara yang dianggap kuat justru ambruk dan mengalami kejatuhan
peringkat utang. Prestasi ini merupakan buah manis kerja tim ekonomi kabinet
selama beberapa tahun terakhir ini. Hasil survei LSI itu secara tidak langsung
telah mematahkan penilaian yang cenderung sinis dan penuh pesimisme dari
berbagai pihak terutama kalangan ekonom selama ini terhadap capaian ekonomi
Indonesia saat ini.
Meskipun demikian, hasil surveI itu tidak boleh menjadi angin
surga bagi pemerintah lalu kemudian terlena seakan apa yang dilakukan selama
ini telah mencapai puncak keberhasilan. Sebaliknya, hasil survei LSI tersebut
justru harus dijadikan sebagai pelecut bagi pemerintah untuk bekerja lebih
keras memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari yang merupakan potret buram
kehidupan seperti kemiskinan, masalah tenaga kerja, maupun tingkat pengangguran
yang bisa melonjak karena pemutusan kerja sebagai dampak kenaikan bahan bakar
minyak.
Tentu, prestasi ekonomi pemerintah akan dipertaruhkan ketika
kebijakan kenaikan harga BBM diberlakukan nanti. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar