Osama,
Azzam, dan Qutb
di
Mata Siswa SMP dan SMU
Syaefudin
Simon,
Periset Lembaga Kajian Islam dan
Perdamaian, Jakarta
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 26 Maret 2012
OSAMA
bin Laden telah tewas. Pemimpin organisasi teroris Al Qaeda itu diserbu pasukan
elite antiteror AS, Seal Team Six (ST6), beberapa bulan lalu di Kota
Abbottabad, Pakistan. Dalam serbuan kilat itu, Osama, istri muda, dan anaknya
tewas. Osama sendiri tertembak di kepala sehingga langsung mati. Tak ada satu pun
negara yang mau menerima mayatnya. Jasad Osama pun akhirnya dikubur di laut
oleh tentara AS. Semua orang sudah tahu siapa Osama bin Laden dan bagaimana
sepak terjangnya. Namun, tak banyak orang yang tahu siapa mentor dan pembimbing
Osama. Juga, siapa pula yang menginspirasi tindakan terorisme tersebut.
Azzam dan Qutb
Ketika
Rudy Harisyah Alam, salah seorang peneliti dari Badan Litbang Kemenag,
mengusulkan nama Osama bin Laden, Abdullah bin Azzam, dan Sayyid Qutb sebagai
bagian dari sejumlah indikator pengenalan `terorisme
dan tokoh-tokohnya' untuk survei radikalisme di SMP, SMU, dan guru
pendidikan agama Islam (PAI) seJabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,
dan Bekasi) yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), Oktober
2010 sampai Januari 2011, beberapa peneliti menanyakan, “Siapa Abdullah bin
Azzam dan apa hubungan Sayyid Qutb dengannya?“ Mungkinkah siswa kelas 8 dan 9
SMP, siswa SMU, dan guru PAI mengenal dua nama (Azzam dan Qutb) tersebut?
Rudy
menjelaskan, jika siswa SMP, SMU, dan guru PAI itu orang-orang yang tertarik
dengan radikalisme dan siap berjuang untuk menegakkan negara Islam dengan jalan
apa pun, termasuk terorisme, mereka niscaya akan mengenal kedua tokoh tersebut.
Menurut Rudy, posisi Abdullah bin Az zam sangat istimewa dalam gerakan
terorisme karena ia mentor Osama bin Laden.
Buku-buku
karya Abdullah Azzam saat ini menjadi `buku
wajib' untuk kelompok-kelompok radikal di Indonesia. Banyak buku karya
Azzam yang diterbitkan di Surakarta, Jawa Tengah, disebar ke Poso dan Aceh.
Lalu
siapa Sayyid Qutb? Ternyata, penulis tafsir Fii
Dzilaalil Qur'an itu ulama yang memberi inspirasi terorisme kepada Azzam
dan Bin Laden.
Baik Azzam maupun Osama menganggap Qutb sebagai tokoh ulama panutan. Atas dasar itulah Rudy yakin bila seseorang punya niat untuk melakukan jihad guna mendirikan negara Islam, pikiran Azzam dan Qutb pasti merupakan referensi utamanya.
Baik Azzam maupun Osama menganggap Qutb sebagai tokoh ulama panutan. Atas dasar itulah Rudy yakin bila seseorang punya niat untuk melakukan jihad guna mendirikan negara Islam, pikiran Azzam dan Qutb pasti merupakan referensi utamanya.
Entah
bermaksud akan mendirikan negara Islam atau tidak, salah satu buku pegangan
untuk kader sebuah partai berbasis Islam di Indonesia adalah buku-buku tentang
perjuangan dan jihad karya Sayyid Qutb. Dari fakta itu, AM Hendropriyono-mantan
Kepala BIN dan penulis buku Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi,
Islam--sering menuduh partai tersebut tidak nasionalis karena cita-cita mereka
ialah mendirikan negara Islam. Meski tuduhan Hendropriyono itu ditepis
tokoh-tokoh elite partai tersebut, kader-kader partai itu setidak-tidaknya
telah mengenal pikiran-pikiran Qutb yang cenderung ekstrem tadi dan memakainya
sebagai panduan untuk menggerakkan partai.
Kembali
ke Rudy, ide untuk mencantumkan nama Abdullah bin Azzam dan Sayyid Qutb sebagai
indikator dalam survei radikalisme di LaKIP akhirnya diterima. Setelah
kuesioner disebar ke sekolah-sekolah (SMP dan SMU) serta guru PAI (baca: 590
dari 1639 guru PAI dan 993 dari 611.878 siswa di Jabodetabek), hasilnya
ternyata cukup mengejutkan: tingkat pengenalan siswa dan guru terhadap Osama,
Azzam, dan Qutb masing-masing 39,1% dan 82% (Osama); lalu 7% dan 14,1% (Azzam),
dan 4% dan 59,2% (Qutb). Adapun tingkat (Qutb). Adapun tingkat dukungan
(kesetujuan) siswa dan guru terhadap ketiga tokoh radikal tersebut ma
sing-masing 15,4% dan 22,3% (Osama), lalu 4,8% dan 7,9% (Azzam), dan 2,3% dan
44,4% (Qutb). dan 44,4% (Qutb).
Dari
keseluruhan survei, rata-rata tingkat pengenalan dan kesetujuan guru dan siswa
terhadap tokoh-tokoh radikal (termasuk tokoh-tokoh radikal lain di samping
Osama, Azzam, dan Qutb yang tak bisa disebutkan dalam tulisan ini karena
bersifat konfidensial) mencapai 26,6% dan 69,2% (pengenalan) serta 13,4% dan
23,8% (kesetujuan). Hasil penting lain dari survei LaKIP, ternyata persentase
tingkat dukungan siswa terhadap organisasi dan tokoh radikal dalam melaksanakan
aksi-aksi kekerasan yang berkaitan dengan agama lebih tinggi ketimbang guru PAI.
Sebanyak 14,2% siswa menye tujui tindakan pengeboman seperti dilakukan Imam
Samu dra, Amrozi, dan kawan-kawannya, sedangkan dukungan guru terhadap hal yang
sama hanya 7,5%.
Apa
yang bisa kita katakan terhadap siswa dan guru pendidikan agama Islam itu? Masa
depan Indonesia mengkhawa tirkan! Meski persentase jumlah mereka yang cenderung
radikal itu kecil bila dikaitkan dengan jumlah siswa SMP, SMU, dan guru PAI
yang ada di Jabodetabek yang jumlahnya masing-masing 1.639 dan 611.678, jumlah
siswa dan guru PAI yang cenderung radikal sebetulnya amat besar. Sebagai
gambaran, guru PAI di Jabodetabek yang mendukung tindakan Osama bin Laden
mencapai 22,3% dari populasi atau sekitar 365 orang, sedangkan siswanya 15,4%
dari populasi, menca pai 94.198 orang. Kalau saja yang setuju tindakan Osama
bin Laden melakukan demo di Jakarta, jumlah mereka mencapai hampir 94.563
orang. Itu sebuah jumlah yang bisa memenuhi Jalan Thamrin, Jakarta.
Memang
survei ini dilakukan di wilayah Jabodetabek. Akan tetapi kalau kita sepakat bahwa
Jabodetabek merupakan etalase dan cermin Indonesia, hasil survei tadi sedikit
banyak merupakan etalase dan cermin Indonesia juga. Bila itu yang terjadi, masa
depan Indonesia sa ngat rawan terorisme, kecuali bila pemerintah mampu mencegah
kecenderungan radikalisme ter EBET sebut dengan desain dan program aksi yang
sistematis, strategis, dan berkelanjutan.
Banyak
pihak tidak setuju dengan hasil survei LaKIP tersebut. Menag Suryadarma Ali,
misalnya, selalu mempertanyakan metode survei tersebut, padahal metode survei
yang dilakukan LaKIP juga dilakukan Litbang Kemenag dalam melaksanakan survei
yang temanya nyaris sama pada 2007 di wilayah Banten, DKI Jakarta, dan Jawa
Barat. Hasilnya nyaris sama, bahwa masyarakat Indonesia makin radikal. Bedanya,
hasil survei LaKIP dipublikasikan, sedangkan hasil survei Kemenag
disembunyikan.
Kini
Osama telah tiada. Untuk sementara masyarakat internasional bisa bernapas lega.
Namun, jangan pernah berpikir terorisme akan berhenti setelah pemimpinnya
tewas. Ideologi terorisme akan tetap hidup bila menemukan ‘habitat’ yang subur
untuknya. Saat ini yang menjadi persoalan ialah bagaimana menghilangkan lahan
subur untuk ideologi terorisme itu. Di antara obat mujarab untuk menghilangkan
ideologi terorisme, kata mantan Wapres M Jusuf Kalla, ialah tegaknya keadilan
ekonomi, hukum, dan kemanusiaan. Karena itu, semua komponen bangsa dan negara
hendaknya berusaha keras untuk mencapai kondisi yang meminimalkan tumbuhnya
ideologi terorisme tersebut.
Di
samping menegakkan keadilan, ekonomi, hukum, dan kemanusiaan untuk mencegah
tumbuhnya terorisme, pemerintah perlu memikirkan kembali paradigma dan visimisi
pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah umum. Gambaran pengenalan dan
kesetujuan siswa terhadap tindakan terorisme Osama, mentor (Azzam), dan
ideolognya (Qutb) itu menunjukkan ada sesuatu yang perlu diperbaiki dalam
pendekatan dan materi pendidikan agama Islam di sekolahsekolah di Indonesia.
Tak ada gunanya menutup diri dari kesimpulan survei LaKIP tersebut dengan cara
mempertanyakan keabsahan metodologi survei, mempertanyakan objek survei, dan
lain-lain.
Dengan
merespons survei secara terbuka dan rasional untuk mencari solusi terhadap
fenomena radikalisme pada siswa sekolah umum itu, semua komponen bangsa
diharapkan urun rembuk memikirkan cara mencari rumusan yang tepat agar
pendidikan agama Islam di sekolah umum tidak menjerumuskan siswa-siswanya pada
sikap beragama yang radikal dan ekstrem. Sebaliknya, pendidikan agama akan
membawa siswa menuju pada pandangan bahwa Islam itu agama yang toleran, ramah,
dan rahmah.
Ada
begitu banyak agenda dalam skema prevention program untuk mengatasi radikalisme
di kalangan pelajar ini yang belum dijalankan. LaKIP sendiri,
pascadipublikasikannya hasil riset tersebut, telah dua kali mengadakan workshop
bina damai bagi guru-guru agama dan sekolah yang terlibat serta menjadi target
proses riset. Balutan program yang diusung ialah sejenis kursus intensif bina
damai (peacebuilding intensive course)
bagi guru-guru agama dan manajemen konfl ik berbasis sekolah (MKBS) sebagai
sebuah mekanisme bagi sekolah untuk mengelola sekaligus mendeteksi akar-akar
kekerasan yang terjadi di tingkat sekolah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar