Senin, 26 Maret 2012

Fenomena Jokowi-Ahok


Fenomena Jokowi-Ahok
Jeffrie Geovanie, Politikus Partai NasDem
SUMBER : SINDO, 26 Maret 2012



Dari enam pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang akan berlaga dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) di DKI Jakarta, Juli 2012 mendatang, yang paling fenomenal adalah pasangan Joko Widodo alias Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Mengapa paling fenomenal? Pertama,pasangan ini merupakan perpaduan dua tokoh lokal yang unik dengan prestasinya yang fenomenal. Jokowi adalah Wali Kota Solo yang terpilih untuk kedua kalinya dengan 91% suara. Meskipun “hanya” wali kota, popularitas Jokowi di Jawa Tengah melebihi gubernur. Terbukti, saat terjadi sengketa antara keduanya, Jokowi tampil menjadi pemenang.

Yang mendampingi Jokowi, Ahok, juga istimewa karena ia pernah terpilih menjadi Bupati Belitung Timur yang berpenduduk mayoritas muslim fanatik yang dalam pemilu legislatif merupakan basis pendukung Partai Bulan Bintang (PBB) yang jelas-jelas mengusung asas Islam. Padahal, Ahok sendiri non-muslim.

Kedua, pasangan Jokowi- Ahok paling “merakyat”.Pada saat mendaftarkan diri menjadi bakal calon Gubernur- Wakil Gubernur DKI Jakarta. Keduanya diarak ramai-ramai oleh rakyat dengan kendaraan rakyat (Metro Mini) ke kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta.

Ketiga, meskipun baru muncul di permukaan—bila dibandingkan dengan caloncalon yang lain—pasangan ini memiliki popularitas yang— diduga—bisa mengalahkan Fauzi Bowo alias Foke yang dalam setiap polling selalu paling unggul.

Prestasi Jokowi

Jokowi lahir di Surakarta, 21 Juni 1961.Menjadi Wali Kota Surakarta (Solo) selama dua periode 2005–2015. Saat pertama kali mencalonkan diri,banyak yang meragukan kemampuan insinyur kehutanan lulusan Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, ini.Karena, di samping penampilannya yang kurang meyakinkan, profesinya juga “hanya” pedagang furnitur rumah dan taman yang relatif jauh dari hiruk-pikuk dunia politik praktis.

Tapi, setelah dia terpilih, lambat laun publik semakin kagum dengan terobosanterobosan langkahnya. Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perkembangan pesat. Tanpa didahului studi banding sebagaimana yang sering dilakukan anggota DPR, Jokowi membangun kota Solo dengan mencontoh kemajuan kotakota di Eropa.

Dengan slogan “Solo: The Spirit of Java” Jokowi mampu membersihkan taman-taman kota–dari para pedagang yang kerap mengotori dan mengalih fungsi taman–dengan tanpa gejolak yang berarti. Karena pendekatan yang dilakukannya sangat manusiawi, yakni dengan cara menyapa mereka secara langsung dan berbicara dari hati ke hati.

Untuk “menjual” kota Solo/Surakarta ke pentas dunia,pada 2006,Jokowi mendaftarkan Solo menjadi anggota Organisasi Kota-Kota Warisan Dunia. Dua tahun kemudian (25–28 Oktober 2008) Solo sudah menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Organisasi Kota-Kota Warisan Dunia (International Conference of World Heritage Cities).

Benteng Vestenburg yang pada pemerintahan sebelumnya terancam digusur untuk disulap menjadi pusat bisnis dan perbelanjaan, oleh Jokowi justru dijadikan tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) pada 2007. Dan pada berikutnya (2008) FMD digelar di kompleks Istana Mangkunegaran. Karena prestasi-prestasinya yang fenomenal, dalam polling majalah Tempo, Jokowi terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008”.

Dan, barubaru ini popularitas Jokowi melejit karena pembelaannya terhadap mobil ciptaan anak bangsa sendiri yakni “Esemka-Kiat” yang kemudian dijadikannya sebagai mobil dinas wali kota. Padahal, mobil ini belum lulus uji emisi.

Integritas Ahok

Zhong Wan Xie alias Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menjadi calon wakil gubernur mendampingi Jokowi merupakan sosok yang unik. Mengapa unik, karena Ahok pada mulanya, seperti juga Jokowi, bukan politikus. Tetapi, saat masuk dunia politik, kariernya langsung melejit. Tahun 2003 masuk Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin oleh Dr. Sjahrir (alm).

Pada pemilu 2004 ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Meskipun dengan uang yang sangat terbatas, ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004–2009.Baru tujuh bulan menjadi wakil rakyat,berkat prestasinya,dan atas dorongan dari berbagai kalangan, tahun 2005 Ahok maju menjadi calon Bupati Belitung Timur. Sekali lagi, hanya dengan modal uang yang terbatas, secara mengejutkan Ahok berhasil mengantongi 37,13% suara dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005–2010.

Pada tahun 2007 Ahok mencoba peruntungan maju dalam Pilkada Provinsi Bangka Belitung. Sayangnya belum berhasil karena dicurangi lawan dari berbagai segi. Tapi, pada 2009 ia berhasil menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar dengan raihan suara yang signifikan, padahal sebagai orang daerah ia hanya ditempatkan di nomor urut “tidak jadi”. Ahok tertolong oleh keputusan MK yang menetapkan suara terbanyak yang berhak menjadi anggota legislatif terpilih. Apa yang membuat Ahok berhasil dalam politik? Kuncinya pada integritas.

Dalam kampanye ia menghindari politik uang. Caranya sederhana, ia rajin berkeliling, dan berdialog langsung dengan rakyat. Untuk menindaklanjuti dialognya, ia bagikan nomor telepon yang juga ia pakai sehari-hari. Selama menjadi anggota DPRD dia berhasil menunjukkan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif, dan menjadi dikenal masyarakat karena ia satu-satunya pejabat yang berani secara langsung dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka, sementara yang lain lebih sering “mangkir”.

Cara yang sama dia terapkan ketika menjadi Bupati dan DPR RI. Selama di Senayan Ahok dikenal sebagai figur apa adanya, vokal, dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Untuk menjaga integritasnya dia menetapkan standar antikorupsi, transparansi dan profesionalisme dengan cara memberi laporan secara rutin pada rakyat melalui website pribadinya yang bisa diakses kapan pun dan oleh siapa pun.

Karena integritasnya, pada 2007 Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang terdiri dari Masyarakat Transparansi Indonesia, Kadin,dan Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara memberikan Ahok penghargaan sebagai tokoh antikorupsi dari unsur penyelenggara negara. Dan, Tempo pun menobatkan Ahok sebagai satu dari “10 tokoh” yang mengubah Indonesia.

Tantangan

Pasangan Jokowi-Ahok adalah perpaduan antara profesionalisme, kreativitas, dan integritas. Dengan ketiga hal inilah, Jokowi maupun Ahok sudah mendulang prestasi di daerahnya masing-masing. Akankah prestasi itu bisa ditransfer ke Jakarta dengan sejuta problematikanya?

Ini pertanyaan penting yang tidak perlu dijawab saat ini. Jika segenap warga Jakarta memilihnya pada Pilkada Juli nanti, biarlah Jokowi-Ahok yang akan membuktikannya. Tantangan terberat bagi Jokowi-Ahok untuk memenangkan Pilkada DKI adalah pragmatisme dan fanatisme. Warga Jakarta sudah terbiasa tergerak karena uang dan kepentingan.

Dan,warga Jakarta juga sebagian masih berkutat pada masalah-masalah yang sepele yang tak ada kaitan dengan profesionalisme, yakni soal perbedaan suku,keyakinan dan agama. Jika kedua tantangan ini bisa diatasi, saya kira akan mudah bagi Jokowi-Ahok untuk memenangkan pilkada ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar