Akankah
Israel Menyerang Iran?
Broto
Wardoyo, Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan
Internasional, UI
SUMBER : KOMPAS, 26 Maret 2012
Satu pertanyaan yang belakangan mendominasi
pembahasan mengenai kawasan Timur Tengah adalah kemungkinan terjadinya serangan
militer Israel terhadap instalasi-instalasi nuklir Iran. Kemungkinan tersebut
dapat dijelaskan dalam dua tingkatan penjelasan, yaitu tataran kebijakan dan
tataran teknis.
Tulisan ini tak hendak mengutak-atik tataran
teknis dari penjelasan kemungkinan serangan Israel terhadap instalasi nuklir
Iran. Tulisan ini berasumsi bahwa kesulitan teknis apa pun akan ditangani
manakala keputusan politik sudah diambil dan bukan sebaliknya.
Stabilitas Politik Domestik
Dalam tataran kebijakan, ada tiga variabel
yang akan dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan di Israel. Variabel pertama,
stabilitas politik domestik, cenderung membuka kemungkinan terjadinya serangan.
Variabel ini ditentukan oleh dua hal: kestabilan pemerintahan hingga Pemilu
2013 dan proses perdamaian Israel-Palestina.
Pemerintahan Benjamin Netanyahu dibangun oleh
koalisi kanan-ortodoks-tengah. Likud dan Yisrael Beitenu jadi poros kanan dalam
pemerintahan; Shas, UTJ, dan Habayit Hayehudi mewakili kelompok ortodoks;
Partai Haatzma’ut—sempalan Partai Buruh di bawah kepemimpinan Ehud
Barak—mewakili kelompok tengah. Likud sendiri bukanlah partai pemenang pemilu.
Netanyahu dipilih oleh Presiden Shimon Peres untuk jadi Perdana Menteri karena
mampu membangun koalisi mayoritas di parlemen. Hal ini membuat Netanyahu
memiliki ketergantungan besar terhadap mitra koalisinya. Pada saat bersamaan,
mitra koalisinya sekaligus menjadi beban politik terbesarnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, tekanan
politik terhadap pemerintahan menguat. Ini dampak keberpihakan pemerintah
terhadap kelompok ortodoks dalam isu kurikulum pendidikan dan wajib militer.
Tekanan publik juga muncul akibat kebijakan pemerintah yang memberikan
perlakuan khusus kepada etnis Yahudi dan masalah pembangunan permukiman di Tepi
Barat yang diusung kelompok sayap kanan di dalam koalisi.
Perdebatan-perdebatan ini akan terus
berlangsung hingga dilaksanakannya Pemilu 2013. Artinya, instabilitas politik
akan menjadi karakter dominan dalam politik domestik Israel.
Proses perdamaian Israel-Palestina juga
memengaruhi arah kebijakan pemerintah. Netanyahu tidak menempatkan proses
perdamaian sebagai agenda utama kampanye dan program kerja kabinetnya.
Keberadaan partai sayap kanan di dalam pemerintahan membuat opsi negosiasi
cenderung dicoret. Partai-partai ortodoks secara tradisional menentang
dimasukkannya agenda Jerusalem dalam proses negosiasi. Beberapa negosiasi yang
berlangsung dalam periode kepemimpinan Netanyahu dilakukan sebagai respons atas
tekanan Amerika Serikat, bukan keinginan dari Israel.
Pada sisi yang berbeda, tekanan publik
terhadap kelanjutan proses negosiasi semakin menguat. Gejolak ”musim semi” Arab
memberikan ruang bagi penguatan peran masyarakat Arab dalam pengambilan
kebijakan yang juga berlangsung di Palestina. Tekanan publik tersebut mampu
mendorong langkah rekonsiliasi intra-Palestina. Gejolak yang sama berlangsung
di Israel, terlebih dengan belum membaiknya perekonomian.
Harapan pada proses perdamaian yang menguat
tersebut hanya akan memberikan tekanan pada pemerintahan Netanyahu. Dalam
kondisi tersebut, pemerintahan Netanyahu akan dihadapkan pada dua opsi:
membongkar koalisi atau menumbuhkan persepsi ancaman yang intens untuk
membangun spirit yang sama. Pilihan pertama cenderung sulit dilakukan saat ini
karena beberapa partai sedang dan dalam waktu dekat akan melaksanakan pemilihan
ketua partai.
Dua hal itu akan mengarahkan pemerintahan
Netanyahu pada keputusan serangan terhadap instalasi-instalasi nuklir Iran.
Stabilitas
Kawasan
Variabel kedua yang harus dipertimbangkan
adalah stabilitas kawasan. Tingginya tensi di kawasan, terutama gejolak di
Mesir dan Suriah, juga membuka peluang bagi Israel untuk melaksanakan serangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Israel
menggeser persepsi ancaman dari semula menempatkan serangan gabungan
negara-negara Arab sebagai ancaman utama menjadi menempatkan serangan teror
kelompok anti-Israel dan ancaman nuklir Iran sebagai ancaman utama. Dua
kelompok anti-Israel utama, Hezbollah dan Hamas, beroperasi dengan dukungan,
persenjataan dan dana, dari Iran.
Tak heran jika pemerintahan Netanyahu secara
konsisten berkampanye untuk menghentikan pengembangan teknologi nuklir Iran
dengan cara apa pun, termasuk instrumen militer. Untuk memastikan opsi militer
tetap sebagai prioritas utama, pemerintahan Netanyahu bahkan memberikan
perkiraan bahwa Iran akan mampu mengembangkan senjata nuklir dalam
satu-dua tahun ke depan.
Selain itu, situasi regional saat ini juga
memungkinkan Israel melemahkan potensi serangan dari Hisbullah dan Hamas
sebagai dampak dari krisis politik di Mesir dan Suriah. Krisis politik di kedua
negara tersebut, terutama di Suriah, akan memotong jejaring transportasi dana
dan senjata yang dimiliki Iran.
Serangan militer Israel terhadap Gaza yang
dilaksanakan dalam minggu ini tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk semakin
memperlemah aktivitas Hamas. Tindakan ini akan mengurangi risiko retaliasi Iran
manakala serangan Israel atas instalasi-instalasi nuklir Iran dilakukan. Dengan
perkiraan bahwa serangan akan dilakukan dalam hitungan bulan, aksi-aksi militer
di Gaza, atau Lebanon Selatan, akan terus dilakukan.
Relasi
Israel-AS
Variabel ketiga adalah relasi Israel-AS. Ia
menjadi satu-satunya variabel yang melemahkan kemungkinan serangan. Israel dan
AS memiliki kepentingan yang serupa, tetapi tidak identik. Perbedaan itu salah
satunya tampak dalam kebijakan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat.
Beberapa kelompok pro-Israel di AS dilaporkan mulai mengarahkan dukungan
finansialnya untuk kelanjutan proses perdamaian dan bukan bagi program kerja
pemerintahan Netanyahu.
Israel dan AS juga berbeda pandangan dalam
opsi penyelesaian masalah nuklir. Beberapa editorial Haaretz mengkritik sikap
pemerintahan Netanyahu yang keras dalam mengkritik opsi embargo terhadap
penjualan minyak Iran. Dalam pertemuan antara Presiden Obama dan Netanyahu,
kesepakatan mengenai penyelesaian masalah Iran juga tidak disampaikan. AS hanya
memberikan penegasan bahwa AS berkomitmen menjaga keamanan Israel.
Kebijakan politik yang diambil pemerintahan
Netanyahu akan lebih didasarkan pada pertimbangan jangka pendek. Situasi tidak
nyaman menjelang pemilu, rentetan kebijakan domestik yang kontroversial, dan
kompleksitas koalisi pemerintah cenderung berkontribusi positif pada keputusan
melakukan serangan. Untuk meningkatkan biaya politik dari keputusan tersebut,
intervensi terhadap proses perdamaian Israel-Palestina dan penyelesaian
menyeluruh terhadap krisis politik di Mesir dan Suriah, serta Dunia Arab secara
keseluruhan, harus lebih didorong. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar