BBM
dan Pilihan Rakyat
Albiner
Siagian, Guru Besar Tetap USU Medan
SUMBER : KOMPAS, 26 Maret 2012
Terus meningkatnya harga minyak dunia membuat
pemerintah kelimpungan.
Keadaan ini berdampak pada membengkaknya
subsidi BBM. Karena itu, APBN berada pada posisi sulit. Untuk mengurangi
subsidi BBM, pemerintah menawarkan dua pilihan. Pertama, menaikkan harga bensin
dan solar Rp 1.500 per liter. Pilihan kedua, mematok subsidi BBM sebesar Rp
2.000 per liter.
Dengan pilihan kedua ini, nantinya, harga
bensin dan solar akan tergantung harga pasar. Tampaknya, melihat kecenderungan
harga minyak dunia, pilihan apa pun yang diambil, kenaikan harga BBM tidaklah
terelakkan. Akibatnya, beban masyarakat, terutama rakyat miskin, akan makin
berat.
Untuk mengurangi beban masyarakat, pemerintah
akan memberikan kompensasi berupa bantuan pangan dan pendidikan, sarana
transportasi, dan bantuan langsung tunai (BLT). Meski terkesan dalam posisi
sulit, sebenarnya pilihan menaikkan harga atau mematok subsidi pilihan paling
mudah. Ini hanya persoalan hitung-hitungan selisih harga.
Pertanyaannya, tidak adakah pilihan lain yang
memberi kesan kepada rakyat bahwa ulah salah urus negara oleh pemerintah tak
dibebankan seluruhnya pada mereka? Pengetatan anggaran dan pengurangan gaji
serta fasilitas pejabat, misalnya, akan membuat masyarakat merasa kesulitan
bangsa ini ditanggung bersama oleh seluruh elemen bangsa.
Perluasan Pilihan Rakyat
Pada hakikatnya, semua keputusan atau
kebijakan pemerintah, termasuk menaikkan harga BBM, ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Itu bagian dari proses pembangunan. Mahbub ul Hag,
penggagas teori pembangunan manusia, menyatakan tujuan dasar pembangunan adalah
memperluas pilihan rakyat (enlarging the people’s choices). Kebijakan
pemerintah seharusnya bermuara pada meluasnya pilihan rakyat.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa landasan
dari perluasan pilihan rakyat adalah peningkatan kecakapan manusia (rakyat).
Kecakapan dasar yang diperlukan, antara lain, adalah kemampuan menjangkau
sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup secara layak. Pemandangan antrean
berjam-jam untuk mendapatkan BLT, tentu saja bukan hasil dari perluasan pilihan
rakyat.
Kebijakan seharusnya menciptakan suasana yang
karena itu masyarakat dapat mengembangkan potensinya secara penuh, membuat
masyarakat lebih produktif, serta berkreasi sesuai dengan kebutuhan dan
keinginannya. Kebijakan ”membagi-bagikan” uang, tentu saja, bukan bentuk dari
upaya tersebut.
Di alam demokrasi ini, seyogianya keputusan
pemerintah dan penyelenggara negara benar-benar mempertimbangkan suara hati
masyarakat. Sesungguhnya, rakyat tak menyerahkan kekuasaannya kepada
penyelenggara negara. Rakyat hanya menitipkannya supaya dikelola dengan baik.
Itu bukan berarti penyelenggara negara berhak memutuskan dan rakyat harus
menerima, betapa pun pahitnya.
Manusia Terbangun
Menurut Amartya Sen, salah satu peraih Nobel
Ekonomi dari India, salah satu cara di mana demokrasi bisa memperkaya kehidupan
rakyat adalah dia memiliki perangkat nilai penting yang karenanya rakyat dapat
mengekspresikan tuntutan mereka dalam keputusan politik maupun ekonomi.
Keputusan yang menyangkut hajat hidup rakyat harus memihak rakyat dan
melibatkan rakyat dalam mengambil keputusan tersebut.
Keberhasilan suatu pemerintah mengelola
negara, salah satunya, ditentukan oleh sejauh mana kebijakannya memperluas
pilihan rakyatnya. Kebijakan itu harus membangun rakyat dan menolong mereka
menjadi manusia yang terbangun (developed
people). Menurut konsep Indeks Pembangunan Manusia, ciri manusia terbangun
adalah rakyat lebih leluasa memenuhi kebutuhan akan hidup sehat dan lebih lama,
lebih terdidik, dan lebih mampu menjangkau pelayanan dasar lain. Itulah ciri
masyarakat yang pilihannya meluas! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar