Senin, 26 Maret 2012

Frustasi Politik & Demo


Frustasi Politik & Demo
M. Sobary, Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia
SUMBER : SINDO, 26 Maret 2012



Warga negara yang hidup terpencar-pencar di pulau-pulau besar hingga di gugusan pulaupulau kecil yang mengesankan seperti tanah kosong karena keterpencilan yang sempurna, semua merasakan hal yang sama: frustrasi.
Demokrasi memberi kebebasan tiap warga negara untuk berbicara dan pemerintah jarang melarangnya. Tapi, apa gunanya berbicara kalau pemerintah yang diajak berbicara lebih suka mendengarkan suaranya sendiri? Esensi demokrasi bukan bebas berbicara dan orang bisa menyinggung persoalan apa saja di dalam masyarakat.Apa enaknya bebas mengungkapkan semua persoalan kalau apa yang diungkapkan tak memperoleh pemecahan memadai, sebagaimana diharapkan?

Esensi demokrasi terletak pada dialog antara pemerintah dan rakyat,dan dari sana ditemukan suatu solusi damai yang membuat perasaan lega dan kemudian tercipta ketenteraman hidup. Pemerintah tenteram, rakyat tenteram. Pemerintah puas,rakyat pun puas. Tapi, apa yang bisa membuat kita puas bila tiap langkah kebijakan pemerintah yang bermasalah menjadikan suasana hiruk-pikuk berbulanbulan tanpa henti?

Kekecewaan seperti ini layak muncul dan harus muncul di dalam masyarakat tapi semua pihak yang kecewa harus sabar.Bukankah tak mudah memecahkan suatu perkara ruwet dan sensitif? Memang tidak mudah. Dan, memang harus bersabar. Tapi, bagaimana cara bersabar selanjutnya jika tiap persoalan ruwet dan sensitif, yang menjadi isu politik berbulan-bulan, dan ditangani panitia, panja atau pansus dan sejenisnya, semua berakhir dengan diendapkan dan tak ada penyelesaian memuaskan?

Rakyat tak menghendaki pemerintah jujur 100%,seperti nabi-nabi atau malaikat yang tak punya kepentingan duniawi. Pemerintah punya peluang bohong dan ahli sekali berbohong. Tapi, bohonglah secara proporsional dan kelihatan masuk akal, tampak adanya unsur cerdik, supaya rakyat bisa dengan enak purapura tak mengetahuinya. Dengan kata lain, pemerintah boleh sesekali berbohong dan rakyat tak akan terlalu cerewet.

Tapi kalau tiap saat berbohong, maka kebohongan akan dengan sendirinya terbuka. Rakyat dengan sendirinya tahu ada kebohongan. Maka rakyat, semua lapisan warga negara yang hidup di pulaupulau besar hingga mereka yang menghuni gugusan puaupulau kecil, yang mengesankan tak berpenghuni, semua akan bangkit serentak dan menyatakan dengan penuh kemarahan, sikap politik yang tak bisa ditunda-tunda lagi. Kesabaran rakyat sudah sampai di ubun-ubun, dan angin paling lembut pun bisa membuatnya meledak tiap saat.

Mengapa pemerintah tak sensitif terhadap perkara ini? DPR,wakil rakyat yang digaji selangit tak menjalankan tugas mereka untuk mewakili kepentingan rakyat? DPR agaknya juga menjadi bagian dari suatu konspirasi yang semula tampak terselubung, untuk memainkan kepentingan politik-ekonomi mereka.Pemerintah dan DPR memerankan lakon “tahu sama tahu”, dan semua menjadi aman.

Dan,dijamin beres. Apakah di dalam himpunan besar nasional, yang bernama “rakyat” tadi ada kelompokkelompok yang sengaja antipemerintah? Adakah golongan yang hendak mencelakai pemerintah dan menarget presiden untuk dirobohkan? Dirimulah musuhmu. Sikapmu, kata-katamu, tindakanmu, musuh sejatimu. Pihak lain tak serta-merta berdiri berhadapan dengan pemerintah sebagai lawan.Tidak.

Semula banyak pendukung dan simpatisan. Jumlah ini besar sekali. Tapi karena dari waktu ke waktu rakyat dibikin kecewa secara berentetan, terus menerus,maka marahlah rakyat. Jangan pernah dengan sikap dungu menganggap hanya pemerintah yang pandai. Pemerintah boleh memanggul gelar akademik tertinggi dan orang di kiri kanan presiden boleh bergelar hebat-hebat, tapi kalau semua tak pernah merasa perlu bersikap sensitif, gelar tak ada gunanya.

Orang-orang bergelar yang hanya mencari selamat sendiri, dan cenderung menjilat atasan, tak ada gunanya. Korupsi demi korupsi berlanjut. Kasus Bank Century dulu merupakan korupsi terbesar, dan mengejutkan. Tapi, kemudian muncul kasus-kasus korupsi lainnya yang tak kalah besar. Semua melibatkan pemerintah dan partai pemerintah. Orang-orang partai itu terlibat secara beramai-ramai dalam kasus maha besar itu dan pemerintah diam saja.

Bahkan, terbetik berita bawah tanah, bahwa kasus itu tak bakal diungkap. DPR tahu hal itu. Semua pihak tahu,kasus bakal dibekukan karena kalau diungkap semua pihak akan ketahuan keterlibatannya. Memangnya kenapa kalau semua pihak ketahuan terlibat? Bukankah keadilan hukum memang harus mengungkap hal itu secara jelas? Dengan sendirinya, keadilan hukum menghendaki semua diungkap dengan sejelas-jelasnya. Apa gunanya hukum jika tak berbicara keadilan? Rakyat tahu itu.

Asal yang terlibat diungkap dan dihukum, rasa penasaran dan tuntutan keadilan mereka sudah terpenuhi.Jika ada yang tersembunyi dan orang penting- penting tak diungkap, mereka yang hidup di atas kenyataan politik riil, bukan di atas idealisme hukum, akan merasa cukup.Yang terbesar, yang terpenting, yang tertinggi, ditutup, mungkin tak lagi menjadi soal.Asal kasus itu dibuka lebar dan banyak pihak yang ditangkap.

Jika tingkat keadilan dan kejujuran pemerintah berkisar dari 60% hingga 70%, artinya masih ada kebohongan tersembunyi, rakyat sudah akan merasa puas.Begitu sederhana memimpin negeri ini.Begitu enaknya rakyat negeri ini untuk diajak berdamai, agar pemerintah puas, rakyat puas.

Pemerintah senang,rakyat senang. Tapi, karena prasyarat minimal ini tak terpenuhi maka rakyat pun bangkit hampir serentak di mana-mana. Mereka demo, berorasi dan menyatakan kemarahan bukan karena benci pada pemerintah, melainkan karena mereka sudah sumpek dan frustrasi.

Tak ada jalan lain yang lebih luhur dan menyenangkan hati kecuali berdemo. Demo demi demo menjadi outlet dari kesumpekan dan frustrasi politik yang menyesakkan dada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar