Rabu, 03 Maret 2021

 

Merencanakan Pemilu 2024 sejak Dini

 Viryan Aziz ; Anggota KPU RI; Ketua Divisi Data dan Informasi KPU RI

                                                        KOMPAS, 03 Maret 2021

 

 

                                                           

Pemilu merupakan pembangunan politik yang kolosal sekaligus fundamen bagi keberlangsungan demokrasi suatu negeri. Karenanya, pemilu sedapat mungkin direncanakan dengan matang meskipun telah berkala lima tahun sekali dilaksanakan.

 

Bila revisi UU No 7 Tahun 20217 tak dilakukan pemerintah dan DPR, perencanaan dan persiapan pemilu dapat langsung dikerjakan oleh KPU dan para pihak terkait. Pentingnya persiapan sejak dini karena pada tahun 2024 diselenggarakan dua pemilu serentak.

 

Beranjak dari pengalaman mengelola pelaksanaan pemilu 2019, salah satu keterbatasan yang dihadapi adalah minimnya waktu merencanakan tahapan, program, dan jadwal.

 

Penyusunan UU Nomor 7 Tahun 2017 memakan waktu yang cukup lama dan diundangkan tanggal 16 Agustus 2017, sedangkan tahapan Pemilu 2019 harus dimulai tanggal 17 Agustus 2017 atau selisih hanya satu hari.

 

Hal ini sesuai Pasal 167 Ayat 6 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengamanatkan tahapan penyelenggaraan pemilu dimulai paling lambat 20 bulan dari waktu pemungutan suara yang jatuh pada 17 April 2019.

 

Nasib baik pada persiapan Pemilu 2014, tahapan pemilu dimulai pada 9 Juni 2012 atau hampir satu bulan sejak UU No 8 Tahun 2012 diundangkan pada 8 Mei 2012.

 

Tradisi persiapan pemilu di Indonesia sejak tahun 1955 hampir selalu terbatas waktunya. Hendaknya tradisi ini tidak diteruskan sehingga persiapan atau perencanaan Pemilu 2024 dapat lebih baik dilakukan.

 

Meski dengan keterbatasan waktu yang ada, keberhasilan pemilu serentak 2019 terwujud dengan tingkat partisipasi mencapai 81 persen, berhasil melawan banjir disinformasi, dan pelayanan hak pilih warga negara juga berjalan baik.

 

Meski demikian, di sisi lain terjadi sejumlah peristiwa yang perlu dicegah agar tak terulang kembali, seperti wafatnya 722 petugas pemilu, seleksi anggota KPU di daerah, kampanye pemilu serentak, penggunaan teknologi informasi hingga hasil pemilu yang lama, yaitu 33 hari setelah pemungutan suara.

 

Merencanakan sejak dini

 

Menyiapkan dengan waktu yang sangat cukup menjadi semakin penting karena yang disiapkan dua pemilu serentak pada satu tahun. Produk hukum yang digunakan adalah UU Nomor 7 Tahun 2017, UU Nomor 10 Tahun 2016, serta Putusan MK terkait dengan kedua UU tersebut. Pengalaman pemilu serentak kepala daerah 2015, 2017, 2018, dan 2020 serta pemilu serentak 2019 menjadi pelajaran sangat berharga.

 

Mengacu pada ketentuan Pasal 167 Ayat 6 UU Nomor 7 Tahun 2017, apabila pemungutan suara pemilu nasional pada April 2024, maka tahapan pemilu dimulai pada Agustus 2022. Idealnya penyelenggara pemilu dan kementerian/lembaga terkait bersama sama menyiapkan sejak dini.

 

Pengalaman Pemilu 2019 memperlihatkan peran signifikan kementerian/lembaga terkait secara proporsional, seperti Kemendagri, Kominfo, TNI/Polri, Kemenkes, BSSN, pemerintah daerah, hingga dunia usaha termasuk penyedia kertas. Pada Pemilu 2019 sempat ada masalah kekosongan bahan baku surat suara, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

 

Paling tidak terdapat tiga tantangan yang perlu mendapat perhatian untuk persiapan Pemilu 2024 sejak dini. Pertama, wafatnya 722 petugas pemilu 2019, meski petugas pemilu wafat telah terjadi sejak pemilu 1955, yaitu 67 petugas wafat.

 

Meminimalkan petugas pemilu wafat dapat dilihat pada dua aspek, kondisi petugas dan beban tugas yang berat. Petugas pemilu wafat tidak hanya terjadi pada mereka yang berusia tua, tetapi juga terjadi pada petugas usia sekitar 20-30 tahun.

 

Membatasi usia penyelenggara badan adhoc baru menyelesaikan satu aspek, tetapi penting dicari alternatif menyelesaikan aspek beban kerja yang berat.

 

Kedua, penggunaan teknologi informasi pemilu. KPU sudah mengembangkan tujuh sistem informasi tahapan, yaitu Sidalih, Sidapil, Sipol, Silon, Sidakam, Silog, dan Situng. Namun, dasar hukum untuk seluruh sistem informasi tersebut belum ada di UU, sementara ini hanya Sidalih.

 

Sipol yang telah digunakan KPU yang kemudian dianulir oleh Bawaslu menjadi catatan penting perlunya dasar hukum kuat setingkat undang-undang untuk teknologi informasi pemilu.

 

Ketiga, hasil akhir pemilu secara resmi yang relatif lama ditetapkan. Pada Pemilu 2019, hasil pemilu secara resmi memerlukan waktu selama 33 hari dari waktu pemungutan suara. Kegiatan yang cukup lama adalah penghitungan dan rekapitulasi suara di TPS.

 

Jalan keluar masalah ini dapat menggunakan rekapitulasi elektronik (Sirekap). KPU telah mengembangkan dan menggunakan Sirekap pada pilkada serentak 2020 sebagai langkah awal untuk Pemilu 2024. Namun, perlu kesiapan infrastruktur internet seluruh negeri dan penyempurnaan aplikasi sirekap.

 

Merencanakan pemilu 2024 sejak dini perlu kesepakatan bersama, khususnya pemerintah dan DPR. Bila telah ada kesepakatan bersama tersebut, KPU dapat langsung menyusun peraturan KPU tentang tahapan, program, dan jadwal Pemilu 2024.

 

Selain itu, KPU dan pihak terkait juga dapat bekerja mulai tahun ini melakukan persiapan teknis pemilu 2024. Dengan persiapan/perencanaan lebih awal, diharapkan kualitas pemilu berikutnya semakin lebih baik, termasuk meminimalkan dampak negatif yang tak diharapkan terulang. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar