Kamis, 11 Januari 2018

Bonus Demografi Bukan Sekadar Mitos

Bonus Demografi Bukan Sekadar Mitos
Dedek Prayudi ;  Peneliti Kebijakan Kependudukan dan Ketenagakerjaan
                                                 KORAN SINDO, 05 Januari 2018



                                                           
Pasca-2015, ada tiga laju besar dinamika kependudukan untuk dicatat dalam agenda nasional pembangunan berkelanjutan. Pemuda memiliki peranan sangat sentral dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan ini.

Pertama, jumlah penduduk akan terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan yang terus menurun. Proyeksi Penduduk tahun 2010-2035 (BPS, 2014) menunjukkan bahwa dari 2010 hingga 2035 jumlah penduduk Indonesia terus bertambah dari 237 juta jiwa menjadi 305 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang menurun dari 1,49% pada 2010 menjadi 0,6% pada 2035. Kedua, Indonesia memasuki era bonus demografi atau surplus penduduk usia kerja yang pada hari ini mencapai hampir 70% dari seluruh penduduk. Ketiga, terjadi pergeseran pola mobi litas penduduk dari perpindahan permanen dan jarak jauh menjadi non-permanen dan berjarak dekat atau kerap disebut komuter.

Tulisan ini akan membahas poin kedua, yaitu bonus demografi di Indo nesia. Kenapa dan di mana letak pentingnya pemberdayaan pemuda? Kenapa disparitas regional harus diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan?

Bonus Demografi

Semenjak 2015, Indonesia mengalami demographic divi - dend atau sering disebut bonus de mografi yang akan mencapai puncaknya pada 2035. Bonus demografi adalah sebuah tran - sisi demografi di mana terjadi ledakan penduduk usia kerja (dua penduduk usia kerja ban - ding satu penduduk non-usia kerja/rasio ketergantungan 50 atau lebih kecil). Tidak setiap daerah sudah mengalami bonus demografi dan daerah-daerah yang mengalaminya pun berada di fase yang berbeda dan me - miliki karakteristik serta ke - butuhan yang berbeda-beda. Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara adalah provinsi-provinsi yang berada di fase pra-bonus demografi.

Karakter umum dari pro - vinsi-provinsi ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah, angka kelahiran yang masih tinggi, dan per tum - buhan penduduk yang juga ma - sih tinggi tinggi. Sebaliknya DKI Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan JawaTimuradalahpro vinsi-pro - vinsi yang sudah me ma suki fase pasca=bonus demo grafi. Provinsi- provinsi ini memiliki karakter umum pro porsi penduduk usia kerjayangterusmenurun, angka kelahir an rendah, dan IPM yang cen de rung lebih tinggi dari pro - vinsi lain di Indonesia. Bonus demografi adalah jen - dela peluang dan pintu malap - etaka sekaligus.

Saat ini jumlah pemuda di Indonesia kurang le - bih 60 jutaan atau sekitar 1 di an - tara 4 orang Indonesia adalah pemuda berusia antara 16 sam - pai 30 tahun. Jika Indonesia ber - hasil mempersiapkan para pe - mu da ini menjadi manusia pro - duktif, ekonomi kita akan me ro - ket pada puncak bonus de mo - grafi nanti. Jika Indo nesia gagal, mereka akan men jadi motor atas kriminalitas yang tidak ter ken - dali, bahkan berpotensi me nim - bulkan social unrest dan radikal - isme.

Para il mu wan mencatat bahwa seper tiga dari keberhasilan ekonomi negara-negara Asia Timur se perti China dan Korea Selatan disebabkan keberhasilan me re ka memetik bonus demo grafi. Proporsi pemuda yang besar ini tidak akan pernah ter ulang ka rena tren proporsi pemuda yang saat ini terus me nurun, dise bab kan turunnya angka kelahir an dan meningkatnya jum lah penduduk lanjut usia.

Respons Kebijakan Bukan Business as Usual

Dalam merespons fenomena bo nus demografi diperlukan pa ket pembangunan terinte - gra si sebagai solusi menyiapkan SDM Indonesia dalam me - nyambut puncak bonus demo - grafi yang ber orientasi pada dua hal. Hal per tama adalah pem - bangunan pendidikan dan pe la - tihan yang disesuaikan dengan kebutuhan ketenagakerjaan atau mismatch supply tenaga kerja dan demand ke butuhan industri yang ber fo kus pada tingkat kabupa ten/ kota.

Inter national Labor Organisation (ILO) pada 2015 merilis bahwa lebih dari separuh pen du - duk Indonesia tidak bekerja se - suai dengan latar belakang pen - di dikan/pelatihannya, baik itu se ca ra tingkat maupun sub jek pendidikan/pelatihan. Pa da hal pro duktivitas tenaga ker ja sa - ngat bergantung pada keco cokan an ta ra keahlian pekerja dan tugas pekerjaan yang diberi kan. Pemerintah pusat dan daerah harus mampu bersinergi untuk ber peran sebagai media tor dan fasilitator antara industri/ UKM dan penyeleng gara pendidikan/ pela tih an, baik itu swas ta maupun milik pemerintah, terutama di ting kat ka bupa ten/ kota.

Ini dilaku kan da lam rangka menyiapkan SDM produktif dan industri yang absorbtif. Hal kedua untuk dijadikan orientasi pembangunan adalah peningkatan partisipasi ang - kat an kerja perempuan dengan pengarusutamaan gender. Setengah dari penduduk In - donesia adalah perempuan yang jumlahnya akan mencapai 152 juta jiwa lebih pada 2035 nanti.

Hanya separuh dari se - luruh perempuan Indonesia hari ini berpartisipasi pada ang - kat an kerja nasional. Untuk meningkatkan pro - duk tivitas perempuan berbasis hak dibutuhkan perundang-un - dangan dan kebijakan terin te - grasi yang mengakomodasi kebu tuhan perempuan dan ibu atau women and mother friendly pada sistem ketenagakerjaan yang diintegrasikan pada peraturan perpajakan, kesehatan, dan pendidikan seperti dise dia - kannya childcare bersubsidi, in - sentif pajak bagi perempuan/ ibu, pelatihan dan pendidikan ekonomi perempuan yang di se - suaikan dengan potensi eko - nomi daerah, penyediaan sa rana dan prasarana menyusui pada lingkungan kerja dan kuo ta mi - nimum pekerja perempuan pada setiap lembaga pemerintah.

Kesimpulannya, Indonesia tidak memiliki pilihan selain mengakomodasi tiga megatren kependudukan tersebut ke dalam agenda pembangunan nasional dan daerah dimana salah satunya adalah bonus demografi. Pemberdayaan dan partisipasi pemuda dan perempuan serta pengakomodasian disparitas regional adalah kunci untuk memastikan Indonesia dapat memak simalkan potensi kependudukan dalam pembangunan ekonomi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar