Potensi
Panas Daftar Pemilih
Ahmad Halim ; Ketua Panwas Kota
Administrasi Jakarta Utara
|
DETIKNEWS,
22 Januari
2018
Komisi Pemilihan Umum (KPU) di 17 provinsi,
39 kota, dan 115 kabupaten sudah melakukan penyusunan daftar pemilih hasil
pemutakhiran pada 19 Februari s/d 4 Maret 2017. Setelah disusun, Petugas
Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP) akan mencocokkan dan meneliti data
tersebut dengan cara door to door pada 20 Januari s/d 18 Februari 2018.
Sebagai pengawas pemilu, Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) telah merekomendasikan kepada KPU terhadap Daftar Penduduk
Pemilih Potensial Pemilihan (DP4) untuk pencocokan dan penelitian (Coklit).
Rekomendasi tersebut meliputi; Pertama, KPU harus memperhatikan penduduk yang
usia lanjut untuk memproyeksi sejumlah pemilih yang meninggal dunia pada saat
hari pemungutan suara.
Kedua, memperhatikan penduduk yang belum
berumur 17 tahun tetapi sudah menikah. Ketiga, memperhatikan sejumlah pemilih
yang potensial tidak sedang berada di rumah pada saat melakukan pencocokan
dan penelitian dengan mendatangi setiap rumah. Keempat, memperhatikan jumlah
penduduk yang memiliki keterangan disabilitas sangat penting bagi
penyelenggara Pemilu untuk memenuhi alat bantu yang perlu disediakan di TPS,
dan pelayanan yang diberikan kepada masing-masing pemilih sesuai dengan jenis
disabilitasnya.
Dan kelima, pemilih yang sedang dicabut hak
pilihnya berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, mencoret
pemilih yang telah pindah domisili ke daerah lain dan mencoret pemilih yang
berdasarkan identitas kependudukan bukan merupakan penduduk pada daerah yang
menyelenggarakan pemilihan.
Apa yang sudah direkomendasikan oleh
Bawaslu adalah dalam rangka upaya untuk mencegah terjadinya sebuah
pelanggaran, karena memang setiap pemilihan baik Kepala Daerah ataupun
Anggota Dewan dan Presiden serta Wakil Presiden akurasi daftar pemilih selalu
menjadi masalah.
Ketidakakuratan daftar pemilih memang
akibat perkembangan kependudukan yang selalu sulit untuk didata. Perubahan
umur, perpindahan dan kematian tidak langsung dicatat. DP4 yang telah
diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada KPU pun tidak 100
persen akurat.
Meski demikian, kondisi seperti ini
seharusnya tidak lantas menjadi pembenaran bahwa kualitas Daftar Pemillih
selalu bermasalah bahkan tidak ada solusinya. Prof Ergun Özbudun dalam J.
Tjiptabudy mengajukan tiga kriteria utama untuk mengukur apakah proses pemilu
berjalan secara free, fair and competitive.
Salah satu yang disinggung adalah adanya
hak pilih universal bagi orang dewasa (universal adult suffrage). Artinya,
setiap warga negara dewasa mempunyai hak pilih yang sama tanpa membedakan
jenis kelamin, agama, suku, etnis, faham, keturunan, kekayaan dan semacamnya,
kecuali mereka dicabut haknya berdasarkan undang-undang.
Belajar
dari Pilkada DKI
Penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Elektronik/Surat Keterangan menjadi syarat mutlak untuk dapat menggunakan hak
suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dan, itu telah diatur dalam
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota pasal 57 ayat 2 yang mengatakan bahwa dalam hal warga negara
Indonesia tidak terdaftar sebagai Pemilih sebagaimana dimaksud ayat (1) pada
saat pemungutan suara harus menunjukkan KTP Elektronik.
Dan, penggunaan KTP Elektronik ini pun
tidak sembarang. Pasal 61 mengatakan (1) dalam hal masih terdapat penduduk
yang mempunyai hak pilih belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap, yang
bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan KTP Elektronik.
(2) penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
digunakan di tempat pemungutan suara yang berada di Rukun Tetangga (RT) atau
Rukun Warga (RW) atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam
KTP Elektronik.
Meski demikian, pengalaman penulis pada
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017, tetap saja banyak
yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya dikarenakan KPU memberlakukan bagi
pemilih yang datang di atas jam 12.00 harus mengisi formulir DPTb. Sedangkan
formulir DPTb sangat terbatas (satu TPS disediakan hanya 20 formulir).
Ini menjadi awal masalah daftar pemilih,
dan ditambah lagi ada sebanyak 504.610 warga Jakarta yang belum memiliki KTP
Elektronik dan belum melakukan perekaman. Alhasil, hak suaranya pun hilang
karena aturan. Padahal sejak Pilkada DKI 2007 dan 2012 mereka selalu bisa
memilih. Ini sangatlah ironis. Karena keteledoran KPU, rakyat dipaksa tak
bisa memilih.
Seharusnya, seorang warga negara secara
faktual berdomisili, di situlah dia harus terdaftar dan menggunakan hak
pilihnya. Dan, itu telah diatur dalam Pasal 28 I Ayat (4) UUD 1945 yang
mengamanatkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi manusia menjadi tanggung jawab negara.
Namun, ketika terjadi masalah dalam daftar
pemilih, pertanggungjawaban yuridis KPU tidak ada kejelasan. Masyarakat yang
disalahkan karena tidak merespons. Penegakan hukum terhadap ketentuan
Undang-undang 10/2016 pun akhirnya sulit untuk dilaksanakan.
Menuju
Akurasi Daftar Pemilih
DP4 yang tidak akurat 100 persen, dan
kurang optimalnya kerja KPU dalam pencocokan dan penelitian menjadi biang
keladi persolan ini. Hal itu diakui oleh Ketua KPU Arief Budiman yang
mengatakan, "Seringkali ketika melakukan pencocokan-penelitian tidak
mencatat dengan baik, maka centang ini menjadi simbol, kalau sudah mengecek
beri tanda centang."
Angka Golongan Putih (Golput) pun akan
terus "menang" dalam setiap pemilihan. Oleh karenanya, diperlukan
partisipasi rakyat dalam mewujudkan daftar pemilih yang akurat 100 persen.
Pertanyaannya bagaimana rakyat berpartisipasi?
Pertama yang harus dilakukan adalah
mengkroscek nama sendiri. Apakah sudah terdaftar dalam daftar pemilih atau
belum. Jika belum segera melapor ke petugas PPDP/PPS atau pengawas pemilu.
Kedua, jika tugas PPDP sudah selesai dan
Daftar Pemilih Sementara (DPS) sudah disampaikan ke PPS, maka kita harus
aktif pada saat Pengumuman dan tanggapan masyarakat terhadap DPS pada 24
Maret 2018 s.d 2 April 2018. Terakhir, jika tidak terdaftar dalam DPT, maka
masyarakat harus membawa KTP Elektronik dan Kartu Keluarga untuk bisa memilih
di TPS yang berada di RT atau RW domisili Anda.
Di balik data pemilih yang tampak
administratif, sesungguhnya terekam harapan jutaan rakyat akan hadirnya para
wakil rakyat dan pemimpin yang lebih bertanggung jawab, serta mimpi akan
perubahan hidup yang lebih baik bagi mereka. Juga, di balik data pemilih yang
cenderung disepelekan itulah masa depan demokrasi dan bangsa kita
dipertaruhkan.
Semoga seluruh rakyat yang memenuhi syarat
sebagai pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah secara Serentak pada 27 Juni
2018 dapat menggunakan hak pilihnya tanpa hambatan. Bersama Rakyat Awasi
Pemilu. Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar