Parpol
Mana yang akan Juara di 2019?
Mana
yang Terlempar?
Denny JA ; Konsultan Politik LSI
|
REPUBLIKA,
25 Januari
2018
Partai politik mana yang akhirnya menjadi
nomor satu dan menentukan lanskap politik Indonesia paska pilpres dan pileg
serentak 2019? Partai mana pula yang terlempar karena tak memenuhi syarat
(PT) empat persen?
Prediksi hasil pemilu adalah gabungan
antara kaedah ilmiah dan seni membaca situasi. Tanpa kaedah ilmiah, itu
prediksi semu. Apalagi ilmu pengetahuan sudah sampai di tahap itu. Prilaku
pemilih sudah menjadi kajian ribuan riset ilmiah sejak lima puluh tahun lalu.
Namun masa depan tak pernah kekurangan
kejutan. Realitas selalu lebih kaya dari konstruksi ilmu pengetahuan. Dalam
hal ilmu belum sampai, sesuatu di luar ilmu bekerja. Untuk mudahnya, sesuatu
di luar ilmu itu kita sebut saja seni.
Tentu seni itu tak datang tiba tiba dari
langit. Lalu ia hinggap di kepala orang yang sangat awam. Seni itu nama lain
dari intensitas dan jam terbang. Hanya pada mereka yang sangat berpengalaman
dan intensif, di sebuah profesi,
memiliki seni itu. Katakanlah ini sejenis instink profesional.
Hanya dengan kombinasi kaedah ilmiah dan
seni akibat panjangnya jam terbang, seseorang atau lembaga bisa terpercaya
membuat prediksi yang bertanggung jawab.
Januari 2018 ini, LSI Denny JA membuat
prediksi. PDIP dan Golkar akan bersaing memperebutkan posisi partai nomor
satu di tahun 2019 nanti. Namun Gerindra membayangi dan menjadi kuda hitam
untuk merebut nomor satu yang sama.
LSI Denny JA sudah sangat terbiasa membuat
prediksi. Rekor MURI sudah diperoleh karena prediksinya sejak pemilu langsung
pertama di tahun 2004, (bahkan diiklankan di koran sebelum peristiwa), 13
kali, keseluruhannya 100 persen terjadi.
Publik juga bisa mengecek di Google
peristiwa terakhir. Setahun sebelum pilkada DKI. Semua lembaga survei
menyatakan Ahok akan menang telak, bahkan satu putaran. LSI Denny JA, satu
satunya yang berbeda. Setahun sebelum pilkada DKI, saya sudah menulis: Ahok
kuat, tapi bisa dikalahkan.
Sebelumnya di Pilpres 2009, 1-2 bulan
sebelum pilpres, LSI Denny JA memprediksi SBY akan menang SATU PUTARAN SAJA.
Kembali LSI dikecam. Namun kembali terbukti.
Apa yang membuat LSI Denny JA berbeda?
Tentu bukan pada kemampuan kaedah ilmiah. Penjelasannya ada pada seni
memprediksi akibat jam terbang, intensitas, dan kepekaan. Ia lebih bisa
membaca di balik angka, dan kejadian setelahnya.
Di bawah ini, lima isu partai politik di
'Zaman Now'. Lima isu ini akan menjadi variabel yang mewarnai politik
Indonesia, mulai hari ini hingga hasil pileg dan pilpres 2019 tuntas.
Survei terbaru LSI Denny JA menemukan bahwa
ada 5 (lima) isu partai yang menarik. Isu Pertama, hanya 2 (dua) partai
politik yang perolehan dukungan saat ini (elektabilitas) di atas perolehan
suaranya di pemilu legislatif 2014.
Kedua partai tersebut adalah PDIP dan
Partai Golkar. Saat ini, elektabilitas PDIP sebesar 22,2 persen, lebih besar
dari perolehan suaranya di pemilu 2014 yaitu 18,95 persen. Elektabilitas
Partai Golkar sebesar 15,5 persen, lebih besar dari perolehan suaranya di
pemilu 2014 yaitu sebesar 14,75 persen. Elektabilitas partai lainnya
rata-rata dibawah perolehan suaranya di pemilu 2014.
Untuk pertama kali, Golkar mampu meraih
dukungan di atas perolehan suaranya di pemilu 2014. Pada sejumlah survei
sebelumnya, elektabilitas Partai Golkar justru mengalami penurunan. Terutama
ketika kasus E KTP mencuat dan melibatkan Setya Novanto, mantan ketua umum
Partai Golkar.
Pasca-pergantian kepemimpinan,
elektabilitas Partai Golkar mulai membaik dan menunjukkan tren kenaikan. Pada
survei LSI Denny JA, bulan Agustus 2017, elektabilitas partai Golkar saat itu
sebesar 11,6 persen, di peringkat ketiga di bawah Partai Gerindra. Pada
Desember 2017, elektabilitas Golkar naik menjadi 13,8 persen, dan Januari
2018 naik lagi menjadi 15,5 persen.
Sementara itu, elektabilitas PDIP justru
mengalami penurunan. Pada survei LSI Denny JA, Agustus 2017, elektabilitas
PDIP berada di angka 28,3 persen. Naik cukup besar dari perolehan suaranya di
pemilu 2014. Pada Desember 2017, elektabilitas PDIP justru mengalami
penurunan yaitu di angka 22,7 persen. Dan saat ini, Januari 2018,
elektabilitas PDIP sebesar 22,2 persen.
Mengapa PDIP mengalami penurunan? Dan
mengapa Partai Golkar mengalami kenaikan? Ada tiga alasan yang bisa
menjelaskan.
Pertama, pemilih yang sebelumnya “lari” ke
partai lain terutama PDIP, kembali ke “kandang” Golkar. Migrasi pemilih
antara PDIP dan Golkar bisa terjadi karena kedua partai ini memiliki platform
partai yang sama yaitu nasionalis, dan juga memiliki basis dukungan
tradisional yang sama yaitu pemilih menengah bawah (wong cilik).
Kedua, sosok ketua umum baru partai Golkar,
Airlangga Hartarto, memberi harapan baru bagi Partai Golkar. Airlangga yang
dikesankan bersih dan berintegritas membangun kembali kredibilitas partai
yang sebelumnya diterpa isu negatif E KTP.
Ketiga, 3 (tiga) program pro rakyat yang
dikampanyekan oleh Partai Gokar dibawah kepemimpinan Airlangga Hartarto
disukai luas oleh pemilih. Tiga Program pro rakyat tersebut rata-rata diatas
80 persen tingkat kesukaan pemilih. Tiga program pro rakyat ini juga yang
menarik kembali simpati pemilih wong cilik.
Partai Golkar berpotensi menjadi pesaing
utama PDIP dalam merebut pemenang pemilu 2019. Namun kondisi ini sangat
tergantung pada Golkar sendiri. Upaya Golkar untuk me-rebranding partai
dengan fokus pada program yang punya daya tarik elektoral dan image ketua
umum yang baru akan membantu mendongkrak suara partai.
Sebelum melanjutkan empat isu lainnya,
dipaparkan dulu soal metode riset dan hal ihwal seputarnya. Survei nasional
ini adalah survei nasional reguler LSI Denny JA. Responden sebanyak 1.200
dipilih berdasarkan multistage random sampling. Wawancara tatap muka dengan
responden dilakukan serentak di 34 propinsi dari tanggal 7 sampai tanggal 14
Januari 2018.
Survei ini dibiayai sendiri sebagai bagian
layanan publik LSI Denny JA. Margin of error plus minus 2,9 persen. Survei
dilengkapi dengan riset kualitatif seperti FGD, media analisis, dan wawancara
lebih dalam narasumber.
Isu Kedua, ada 3 (tiga) partai papan atas
dalam Pemilu 2019. Partai papan atas adalah partai yang perolehan dukungannya
diatas 10 persen. Survei LSI Denny JA, Januari 2018, menunjukan bahwa hanya 3
partai yang perolehan dukungannya diatas 10 persen dan karena itu disebut
partai papan atas.
Ketiga partai tersebut adalah PDIP, Partai
Golkar, dan Partai Gerindra. Dan ketiga partai ini, konsisten memperoleh
dukungan diatas 10 persen dalam lima kali survei terakhir LSI Denny JA.
Partai Gerindra mempunyai peluang untuk
menjadi peringkat kedua atau bahkan menjadi pemenang pemilu, jika Prabowo
Subianto sukses sebagai capres atau cawapres. Faktor figur masih kuat
pengaruhnya mendongkrak suara partai.
Asosiasi Gerindra dengan Prabowo sangat
kuat. Sehingga makin Prabowo diterima atau menguat, makin besar peluang
Gerindra memperoleh efek elektoralnya.
Tahun 2009, SBY berhasil mendongkrak partai
baru Demokrat menjadi nomor satu. Itu bukan karena Partai Demokrat. Tapi saat
itu kuatnya figur SBY yang mampu mengkatrol partai. Prabowo dapat memberi
efek yang sama jika ia berhasil menjelma menjadi capres yang sangat kuat.
Isu ketiga, PKB dan Partai Demokrat
bersaing di posisi keempat. Survei menunjukkan elektabilitas Partai Demokrat
saat ini sebesar 6,2 persen. Sementara PKB sebesar 6.0 persen. Perbedaan
elektabilitas kedua partai ini hanya
dalam hitungan nol koma. Di sejumlah survei LSI sebelumnya juga menunjukan
kedua partai ini bersaing dan saling salip dalam peringkat 4 dan 5.
Secara isu, saat ini PKB sedikit lebih
diuntungkan dengan isu-isu keislaman yang cenderung naik menjelang pilkada
dan pemilu. Namun demikian, jika partai Demokrat menemukan isu baru yang
menggugah maka peluang partai ini diatas PKB juga besar.
Manuver Muhaimin (PKB) dan AHY (Demokrat)
sebagai capres/cawapres di pemilu 2019 nanti juga akan mempengaruhi
elektabilitas kedua partai.
Isu keempat, 5 (lima) partai lama lainnya
belum aman lolos parliamentary threshold (PT). PT pada pemilu 2019 telah
ditetapkan sebesar 4 persen. Jika mengacu pada survei LSI Denny JA, Januari
2018, maka PPP, Nasdem, PAN, PKS dan Hanura masih dalam posisi belum aman
untuk lolos PT. Perolehan dukungannya rata-rata masih dibawah 4 persen
(kecuali Nasdem).
Nasdem di survei ini memperoleh dukungan
sebesar 4,2 persen. Namun karena margin error survei ini adalah 2,9 persen,
maka Nasdem juga tentunya belum aman dari batas minimal PT 4 persen.
Dari lima partai lama yang belum aman lolos
PT, Hanura berada dalam kondisi yang lebih kritis. Dalam tiga survei terakhir
LSI Denny JA, elektabilitas Hanura selalu dibawah 4 persen, bahkan di bawah 2
persen. Artinya Partai Hanura terancam
terlempar dari parlemen, dan masuk kategori partai gurem, karena memperoleh
dukungan dibawah 2 persen.
Dualisme ketua umum yang terjadi di Hanura
saat ini juga bisa memperburuk kredibilitas dan upaya konsolidasi Hanura
menghadapi pemilu. Hanura butuh isu baru yang kuat dan dukungan tokoh atau
figur yang punya daya tarik elektoral untuk menyelamatkan partai.
Isu Kelima, Perindo memimpin partai baru
dan partai gurem. Sebagai partai baru, Perindo cukup memperoleh dukungan
pemilih. Pada survei Januari 2018, elektabilitas Perindo sebesar 3,0 persen.
Perolehan dukungan ini jauh lebih baik dibanding dengan partai-partai lama
seperti PKPI dan PBB.
Bahkan di survei ini, Hanura sebagai partai
yang pada pemilu sebelumnya berhasil masuk parlemen, elektabilitasnya di
bawah Perindo. Partai baru lainnya yaitu PSI memperoleh dukungan di bawah 2
persen. PKPI dan PBB pun memperoleh dukungan dibawah 2 persen.
Mengapa Perindo sebagai partai baru bisa
menarik dukungan pemilih? Pertama, karena faktor ekspos yang masif. Partai
Perindo aktif dan intens melakukan kampanye pengenalan Perindo di berbagai
media massa maupun media sosial.
Kedua, dengan dukungan dana yang kuat,
Perindo juga aktif melakukan penggalangan dukungan. Partai baru maupun partai
lama papan bawah, jika ingin bersaing dan lolos parlemen, membutuhkan isu dan
program “big bang” yang dikampanyekan secara aktif sehingga mampu menarik
simpati pemilih.
Selain itu, partai-partai ini harus
mempunyai figur yang kuat dan populer sehingga bisa menjadi magnet bagi
pemilih untuk memilih partainya. Kuat tidaknya magnet figur akan menentukan
tinggi rendahnya rating partai.
Tahun politik telah tiba. Pergeseran
dukungan partai akan terjadi. Sinerji, kinerja, program dan persoalan yang
menimpa pengurusnya, akan menjadi landscape baru politik Indonesia.
Secara berkala LSI akan memotret dinamika
prilaku pemilih. Jika tak ada peristiwa yang besar, tak ada tokoh baru yang
mencuat bagai meteor, situasi 2019 tak banyak berubah dibanding hari ini.
Tapi politik Indonesia tak pernah kekurangan kejutan. Justru kejutan dan ketakterdugaan itu yang
membuat politik menjadi penting. Juga seksi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar