Guru
dan Resiliensi Pendidikan
Fuad Fachruddin ; Divisi Penjaminan Mutu
Pendidikan Yayasan Sukma
|
MEDIA INDONESIA, 29 Januari 2018
PENGGUNA Google atau khususnya pengguna
Facebook tentu mengenal siapa Sheryl Sandberg, Facebook Chief Operating
Officer.
Namun, tidak semua orang tahu kehidupan
terjal dan pengalaman pahit yang dialaminya, serta bagaimana ia merespons
semua tantangan hidup, yang akhirnya menghantarkannya menjadi salah satu
orang terpenting di Facebook.
Pengalaman hidup dan sikapnya diungkapkan
dalam sambutannya pada wisuda almamaternya, University of California,
Berkeley, pada suatu pagi, 14 Mei 2016. Sandberg menyatakan beberapa pesan
yang menarik, "I was swallowed up in the deep fog of grief.... That
gratitude overtook some of the grief. Finding gratitude and appreciation is a
key to resilience. Class of 2016, as you leave Berkeley, build resilience.
Build resilience in yourselves... Build resilient organizations.... Build
resilient communities. We find our humanity..." (Los Angeles Times, 14
Mei 2016).
Dari penyataan Sandberg di atas,
gratitude--atau 'syukur' dalam bahasa agama Islam--dan resilience--bagian
dari makna 'sabar'--ialah dua hal yang mengantarkan Sandberg pada posisi
kariernya saat ini.
Membangun resilience pada seseorang dan
masyarakat bagi pendidik penting dikaitkan dengan tugasnya, antara lain,
mengembangkan seluruh potensi peserta didik untuk menghadapi kehidupan masa
depan, era global, yang penuh tantangan.
Resilience
Resilience berasal dari bahasa Latin, yaitu
resilire, yang secara harafiah berarti kemampuan adaptasi dengan keadaan
berbeda.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, kata ini
pertama kali digunakan dalam studi ilmu alam.
Resilience merujuk pada kemampuan material
atau benda untuk kembali ke keadaan awal setelah mengalami geliat atau
mendapat terpaan (Pemberton, 2015:1; Golden; Brook, 2005: 8; Winstone. 2017:
41).
Selanjutnya, kata itu digunakan dalam
berbagai disiplin ilmu atau area kajian seperti metalurgi, teknik, psikologi
organisasi, manajemen (Bhamra, 2016), pendidikan, psikologi sosial (Morales;
Trotman, 2011) dan lainnya.
Resilience ialah kemampuan seseorang tetap
fleksibel dalam pemikiran, perasaan, dan sikap ketika dihadapkan pada kesulitan
dalam kehidupan atau tekanan yang bertubi-tubi (contohnya, musibah).
Kemampuan itu membuat seseorang bisa keluar
dari kesulitan dengan tegar atau kukuh), lebih bijak dan lebih mampu
menghadapi kesulitan yang dihadapi selanjutnya.
Resilience ialah kemampuan yang diperoleh
seseorang melalui proses belajar dari pengalaman kehidupan yang pahit yang
membuat seseorang menjadi percaya diri dan berkemampuan dalam menangani dan
mencari solusi terhadap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan (Pamberton, 2015:3
dan 8).
Dalam kajian pendidikan, dua hal yang
saling berkaitan, resilience akademik dan resilience pendidikan.
Resilience akademik menunjuk kepada proses
dan outcome dari peserta didik yang mengalami risiko atau kesulitan dan
berhasil meraih prestasi akademik.
Dalam riset resilience, istilah ini
dimaksudkan untuk memahami bagaimana peserta didik mengatasi dan membebaskan
stressor sehingga ia dapat meraih prestasi akademik seperti peserta didik
lainnya (Morales; Trotman, 2011:3).
Resilience pendidikan berkaitan dengan tiga
hal.
Pertama, pencapaian akademik anak-anak dari
kelompok yang menghadapi ketidakberuntungan seperti kemiskinan atau
tersisihkan (minoritas).
Kedua, kemampuan sosioemosional dan
keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran yang berkaitan dengan sikap
akademik yang positif, motivasi belajar dan berprestasi, merasa nyaman atau
senang dalam kelas/proses belajar, kemampuan sosial dan komunikasi yang
digunakan untuk membangun relasi efektif dengan teman sejawat dan senior
(Cefal, 2008: 26).
Ketiga, minimalisasi faktor-faktor yang
menggangu keberhasilan pendidikan (pembelajaran) (Kinchin; Winston, 2017).
Urgensi
resilience
Urgensi resilience dapat dilihat dari
beberapa sisi, antara lain, pertama, kehidupan ini tidak lepas dari cobaan
dan tidak seorang pun dapat imun dari hal tersebut.
Resilience seseorang akan diuji sampai
akhir hayat (Pamberton, 2015).
Kedua, kehidupan sangat dinamis dan
kemajuan ilmu pengetahuan telah melahirkan kemajuan umat manusia pada satu
sisi dan pada sisi lain melahirkan tantangan yang bisa menimbulkan ketegangan
(Maddi; Khoshaba, 2005).
Ketiga, resilience bisa memberikan
kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan
dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi dalam perjalanan hidup menuju
kedewasaan seseorang (Goldstein; Brooks, 2005: 4).
Keempat, sekolah merupakan salah satu
institusi masyarakat yang berfungsi mengembangkan potensi anak (peserta
didik). Sekolah yang sehat memiliki kemampuan memberi bekal yang diperlukan
untuk membangun resilience pribadi seperti perhatian, saling mendukung,
menciptakan lingkungan yang mendorong peserta didik berprestasi, memberikan
kesempatan kepada peserta didik berpartisipasi dalam proses belajar dan
menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran (Jennifer et al, 2004:
328).
Sekolah memberikan lingkungan yang
melindungi anak-anak dari kelompok rentan (miskin) agar meraih prestasi
akademik (Cefai, 2008:25), sekaligus juga melakukan perubahan--dalam konteks
perbaikan pengajaran--dan pengembangan praktik pedagogik.
Dengan kata lain, ada dua tujuan dari
pengembangan resilience pendidikan, yaitu pendidikan bermutu bagi anak-anak
dari kelompok rentan (seperti ekonomi dan minoritas) dan membangun inklusi di
kalangan peserta didik (Morales; Trotman, 2011:7; Winstone, 2017:39).
Pengembangan resilience indidvidu dan
masyarakat akhirnya bermuara pada kerangka pemikiran mewujudkan
kesejahteraan.
Bagaimana menanamkan sikap dan skill yang
dibutuhkan peserta didik dalam menghadapi tantangan keseharian merupakan
upaya persiapan bagi seseorang/peserta didik menghadapi kesulitan atau cobaan
yang tidak bisa dihindarkan lagi pada masa mendatang (Neenan, 2008: 17).
Yang perlu diperhatikan ialah semua
keberhasilan upaya mengembangkan resilience di kalangan peserta didik
memerlukan keterlibatan seluruh komunitas sekolah (community school-based approach).
Wallaahu
'alam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar