Jumat, 26 Januari 2018

Pro-LGBT = Anti-Pancasila

Pro-LGBT = Anti-Pancasila
A M Iqbal Parewangi ;  Anggota DPD RI - MPR RI
                                                   REPUBLIKA, 26 Januari 2018



                                                           
Moral religius (ketuhanan) mendasari seluruh empat sila Pancasila : kemanusiaan, persatuan, demokrasi permusyawaratan, dan keadilan sosial. Kita tentu paham posisi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara Republik Indonesia.

Selaras, moral religius harus mendasari seluruh aspek berbangsa dan bernegara di negeri anugerah Ilahi bernama Indonesia ini. UUD NRI 1945 pasal 29 ayat 1 menegaskan, "Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa." Kita pun tentu paham posisi UUD NKRI 1945 sebagai landasan konstitusional negara Republik Indonesia.

Ringkasnya, siapapun yang tidak mengindahkan, mengingkari apalagi melawan prinsip moral religius, sejatinya mereka menentang dasar dan ideologi serta konstitusi negara Republik Indonesia. Anti-Pancasila, dalam bahasa zaman now, juga anti-UUD NRI 1945, berarti anti-NKRI.

                                                        ***

Kita dapat membuat daftar contoh-contoh perilaku maupun para pelaku yang tidak mengindahkan, mengingkari, ataupun melawan prinsip moral religius. Yang terbaru, adanya "fraksi pro-LGBT" sebagaimana diungkapkan Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan. Kemudian dipertegas lagi antara lain oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid, yang membenarkan adanya Anggota Dewan yang mendukung gerakan LGBT (fajaronline.co.id, 21/01/2018).

Terlepas dari kontroversi yang menyertai ungkapan adanya fraksi/legislator pro-LGBT tersebut, dalam hemat saya, itu sebentuk pemantik.

Agar tampak realitas-realitas tak bermoral religius yang selama ini digelapkan dari pandangan publik. Juga, yang lebih mendasar lagi, agar tersingkap adanya upaya sistematis untuk mengikis dan terus mereduksi moral religius anak bangsa. Termasuk gerakan pro-LGBT yang, alih-alih sekadar hoax, bahkan sudah menembus ke jantung lembaga pemangku konstitusi.

                                                       ***

Lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi seksual yang bertentangan dengan moral religius. Bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan moral masyarakat Indonesia.

Banyak referensi terkait definisi, sejarah dan ideologi LGBT, hingga tujuan dari gerakan yang semakin mengglobal sekaligus beusaha mendesa itu. Per definisi, sederhananya, perempuan lesbian mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan.

Lelaki gay melakukan perbuatan homoseksual dengan sesama lelaki. Individu bisexual menikmati kekerabatan emosional dan seksual dengan lawan maupun sesama jenis. Sedangkan seorang transgender sanggup mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual.

Terlihat bahwa lesbian, gay, bisexual, dan transgender memiliki perbedaan. Kesamaannya, dan di situ jugalah penyimpangannya, sama-sama mempunyai orientasi seksual kepada sesama jenis.

Kelompok LGBT mengklaim faktor genetis sebagai alasan keberadaannya. Takdir genetis, sebutlah begitu. Mereka merujuk teori “Gay Gene” yang diusung Dean Hamer (1993), seorang gay, meski Dean sendiri kemudian mengakui bahwa risetnya yang mendasari teorinya itu tidak mendukung klaim faktor genetis sebagai faktor utama yang melahirkan perilaku homoseksualitas. Kredo ilmiahnya : hasil riset tidak mendukung, teori gugur.

Bahwa riset faktor genetis saja tidak mendukung, apalagi moral religius. Sebuah catatan di Republika.co.id (26/01/2016), misalnya, menyebutkan bahwa perbuatan LGBT ditolak oleh semua agama bahkan dianggap sebagai perbuatan yang menjijikan, tindakan bejat, dan keji.

Dalam Islam, LGBT disebut dengan istilah sihaaq (lesbian) dan liwath (gay). Liwath, perbuatan seks menyimpang diantara sesama lelaki yang dinisbatkan kepada kaumnya Nabi Luth as, disebut oleh Allah azza-wa-jalla dalam QS. al-A'raf: 80-81 sebagai perbuatan keji (fahisy) dan melampui batas (musrifun).

Sihaaq dan liwath, dua-duanya perbuatan seks menyimpang diantara sesama jenis, hukumnya disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR Imam Muslim, At-Tirmidzi dan Abu Dawud) : “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang perempuan melihat aurat perempuan lain. Janganlah seorang laki-laki menggunakan satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang perempuan menggunakan satu selimut dengan perempuan lain.”

Jadi sangat jelas LGBT bertentangan dengan moral religius, apalagi bagi masyarakat Indonesia yang 87 persen Muslim.

                                                      ***

Menyadari bahwa penyimpangan orientasi seksual LGBT bertentangan dengan moral religius, bahwa moral religius mendasari seluruh empat sila Pancasila, dan bahwa Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara Republik Indonesia, kita pun tersadar betapa sejatinya sikap pro-LGBT memendam konsekuensi serius : pro-LGBT = anti-Pancasila.

Dan semakin serius lagi ketika yang pro-LGBT itu bergerak di jantung lembaga pemangku konstitusi negara kebangsaan yang ber-Ketuhanan YME ini. Dalam bahasa ironis yang tak pedis : anti-Pancasila berdenyut di jantung Pancasila.

Saya tidak hendak mengatakan bahwa gerakan pro-LGBT tidak bermasalah jika lokusnya di luar parlemen. Tetapi, bahwa itu berlokus di lembaga yang berkewenangan membuat Undang-Undang, itu masalah sangat serius. Kita sudah paham bahwa melegalisasi ataupun melegislasikan pro-LGBT, itu anti-Pancasila.

Sampai pada titik ini, kita bukan lagi hanya bicara soal penyimpangan orientasi sexual individu per individu. Kita sudah bicara soal orientasi perundang-undangan yang jelas dapat berpengaruh terhadap moral religius generasi bangsa, kini dan ke depan. Kita sudah bicara soal kesadaran dan keberpihakan terhadap dasar dan ideologi serta landasan konstitusional negara kita tercinta.

Akan jadi apa masa depan bangsa berpenduduk 257 juta atau terbesar keempat di dunia kini, jika lembaga pemangku konstitusinya diisi oleh orang yang tidak mengindahkan bahkan melawan prinsip moral religius berarasy ketuhanan ---yang merupakan landasan utama dari dasar dan ideologi serta konstitusi negara Republik Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar