Kamis, 25 Januari 2018

Pemilu Serentak, Langkah Awal Menuju Demokrasi Substansial

Pemilu Serentak,
Langkah Awal Menuju Demokrasi Substansial
Kisnu Haryo Kartiko  ;  Tenaga Profesional Bidang Hukum Lemhannas RI
                                            MEDIA INDONESIA, 25 Januari 2018



                                                           
TAHUN 2018 merupakan tahun pemilihan umum (pemilu) serentak tahap kedua dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Pemilu serentak bukan sebagai perjalanan akhir menuju demokrasi substansial, melainkan baru merupakan langkah awal. Pemilu serentak ditujukan untuk lebih menyederhanakan pelaksanaan pemilu dari segi waktu.

Bayangkan betapa hiruk-pikuknya pelaksanaan pemilu untuk kepala-kepala daerah selama ini, saat kita memiliki 34 provinsi dan 508 kabupaten/kota yang kepala daerahnya dipilih secara langsung oleh rakyat. Apabila kita berhitung dengan asumsi bahwa setiap pemilihan dari tahap persiapan sampai pelantikan memerlukan waktu 6 bulan, terdapat irisan waktu sebanyak 86–87 pemilihan setiap bulannya. Kondisi ini ditambah dengan berapa hasil pemilu yang dipersengketakan di peradilan maupun yang menyebabkan terjadinya konflik horizontal dan kerusuhan di berbagai daerah. Hal itu memberikan sinyal betapa hiruk-pikuknya pemilu di seantero Nusantara selama ini.

Bila benar, berdasarkan berbagai pemberitaan di media massa, pemilihan umum untuk kepala daerah dan calon legislatif sepertinya masih diwarnai adanya mahar politik yang begitu mahal guna menyewa kendaraan politik. Kegiatan kampanye yang melibatkan massa pendukung secara masif, serangan fajar saat mau pelaksanaan pemungutan suara, adanya oknum yang bermain untuk lelang suara dengan mengatasnamakan lembaga penyelenggara pemilu, dan ijon proyek dan ijon pengelolaan sumber daya alam untuk pembiayaan politik, penggunaan isu politik identitas, maraknya black campaign, maraknya politik dinasti, adanya penyelewengan hasil penghitungan suara, serta politik pencitraan yang didukung media pers yang tidak netral. Persoalan-persoalan ini berimbas pada rendahnya kualitas hasil pemilihan umum khususnya dan kualitas sistem demokrasi pada umumnya.

Lalu bagaimana mengatasi persoalan di atas? Untuk membangun sistem pemilihan umum yang demokratis: pertama, membuat regulasi yang melarang dan sekaligus memberikan sanksi yang tegas dan berat bagi partai yang meminta mahar, bagi calon dan tim sukses yang melakukan serangan fajar, melakukan ijon politik, melakukan black campaign, menggunakan isu politik identitas saat kampanye. Dan melakukan kerja sama untuk membeli hasil penghitungan suara, serta adanya media yang tidak netral.

Kedua, membuat regulasi untuk mengatur tentang pembatasan politik dinasti, pengaturan kampanye hanya lewat media, dan penghapusan kampanye yang melibatkan massa secara masif. Ketiga, mengganti sistem pemungutan suara dari sistem pencoblosan suara melalu kertas suara menjadi sistem pemungutan suara melalui media elektronik yang sistemnya terintegrasi dari TPS sampai Lembaga Penanggung Jawab Pemilu secara nasional. Sehingga tidak ada/akan terjadi penggelapan suara dan lelang suara oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Keempat, meningkatkan kualitas kesadaran politik kepada warga negara melalui pendidikan (sekarang ini hampir 60% pemilih rata-rata hanya tamatan SD) dan membangun kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (yang lebih dari 27% berada pada kelompok miskin).
Apakah demokrasi substansial hanya tecermin dari sistem pemilunya? 

Ternyata itu hanya bagian kecil. Untuk proses menuju demokrasi yang substansial bukanlah jalan yang mudah, seperti membalikkan telapak tangan. Untuk menuju demokrasi yang baik menurut Larry Diamonds dan Robert Dahl, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi suatu negara yang menganut sistem demokrasi yaitu adanya kebebasan berserikat dan menyampaikan pikiran, akuntabilitas publik, transparansi, prinsip mayoritas, pemilu yang teratur. Dan, persamaan kedudukan untuk semua warga negara, partisipasi yang terbuka untuk semua rakyat, tumbuhnya civil society, siklus pergantian kepemimpinan yang teratur, penyelesaian konflik secara damai, serta menjunjung tinggi perbedaan, peradilan yang bebas dan mandiri, dan adanya kebebasan pers.

Bila mengacu pada persyaratan demokrasi tersebut, berbagai pembenahan untuk menuju demokrasi substansial menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa. Bangsa ini masih berkutat dengan penyelesaian perbedaan yang cenderung dilakukan melalui ketegangan, kekerasan dan anarki, law enforcement yang belum memberikan keadilan dan kepastian, civil society yang lebih berorientasi pada kemakmuran pribadi, dan pers yang belum menjalankan fungsi bebas yang bertanggung jawab.

Ayo pemimpinku! Ayo bangsaku! Berhentilah memperebutkan kekuasaan dengan langkah yang tidak terpuji. Mulailah benahi diri dan berubahlah untuk menjadi demokrat sejati, yang patuh pada hukum, norma dan etika. Agar kita menjadi bangsa demokrat yang berhati dan bernurani. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar