Menguak
Karakter Kepemimpinan Anies-Sandi
Prijanto ; Wakil Gubernur DKI
Jakarta 2007-2012
|
KORAN
SINDO, 27 Januari 2018
Momentum pemilihan presiden (pilpres) dan
pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung kerap melahirkan perbedaan
pendapat bahkan dendam politik yang terus terbawa sampai pesta berikutnya
digelar.
Sikap suka, tidak suka, netral, atau apatis
terhadap pejabat terpilih adalah bentuk ekspresi yang sering ditampakkan
publik. Indikasi ini juga tampak saat publik menyikapi pemaparan 100 hari
masa pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies
Baswedan-Sandiaga Uno di acara “Mata Najwa” pada salah satu stasiun TV
swasta, Rabu (24/1).
Beragam komentar mengenai materi, tutur
kata, baik oleh Anies-Sandi maupun Najwa, mencuat di media. Suka tidak suka,
respons publik seperti itu adalah dampak buruk dari sistem pilpres dan
pilkada langsung yang sulit dicegah selama kita tidak kembali ke UUD 1945
asli untuk disempurnakan.
Terlepas dari pro-kontra publik, saya punya
penilaian sendiri terkait karakter kepemimpinan Anies-Sandi. Hal ini sudah
saya tegaskan saat menjadi pembicara pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC)
bertema “Proyek Pulau Reklamasi, Tak Terbendung?” di salah satu TV swasta
pada 17 Oktober 2017.
Di situ saya menegaskan bahwa reklamasi
akan terbendung jika Anies-Sandi menunjukkan karakter kepemimpinannya, yakni
jujur, berpihak kepada rakyat kecil, tidak mudah terkooptasi, taat hukum dan
taat asas, serta memegang teguh tugas, wewenang, dan tanggung jawab.
Saya melihat melalui acara talkshow “Mata
Najwa” tersebut terkuaklah karakter kepemimpinan Anies-Sandi pada 100 hari
kerjanya.
Karakter yang dimaksud, pertama, soal
kejujuran.
Dalam konteks kepemimpinan, jujur adalah
ketika janji-janji politik dan kontrak politik yang ditandatangani saat
kampanye dilaksanakan setelah menjabat. Kejujuran inilah yang utama dalam
kepemimpinan. Tentu belum banyak hasil yang bisa dilihat dan diukur dari
seorang pemimpin pada 100 hari masa kerjanya. Namun, saya melihat apa yang
terucap dan ditandatangani Anies-Sandi pada kontrak politik saat kampanye
Pilkada DKI Jakarta lalu sebagian telah dilaksanakan.
Misalnya, menghentikan reklamasi Teluk
Jakarta, Rumah DP 0 Rupiah, menutup Hotel Alexis, meluncurkan Kartu Jakarta
Pintar (KJP) Plus, Kartu Jakarta Lansia, Kartu Pangan dan Pekerja untuk
buruh, membentuk sekretariat OK OCE di setiap kecamatan, dan pembangunan
shelter Kampung Aquarium. Artinya, pada titik ini Anies-Sandi patut dinilai
sudah mencoba jujur dan menepati janji.
Kedua , keberpihakan kepada rakyat kecil.
Anies-Sandi dikenal kerap tampil sederhana,
ramah, dan murah senyum. Baju yang dikenakan dan cara berpakaiannya juga
proporsional sesuai acara yang dihadiri. Sisi ini sering membuat sebagian
orang sinis apakah mereka berdua bisa tegas? Bagi saya, sejauh ini tampilan
itu bukan polesan pencitraan karena terlihat keberpihakan mereka kepada rakyat;
memperlakukan warga terutama kalangan bawah sebagai manusia, sebagai bagian
rakyat Jakarta yang menjadi tanggung jawabnya. Itu antara lain terlihat pada
kebijakan penataan PKL Tanah Abang, mengembalikan becak, membantu pendidikan
anak putus sekolah dan guru PAUD.
Dari kebijakan ini, Anies- Sandi terlihat
tidak saja ingin membangun infrastruktur, tetapi juga manusia dan
kesejahteraannya.
Keduanya tidak ingin memperlakukan orang
miskin dengan kasar, melainkan sebaliknya, dibantu dan ditata, bukan digusur
dan disingkirkan bak orang kaya membuang perabot usangnya.
Ketiga , tidak mudah terkooptasi.
Kebijakan Anies-Sandi menghentikan
reklamasi Teluk Jakarta, menata PKL Tanah Abang, menata Kampung Aquarium,
semuanya bersinggungan dengan kekuatan dan kekuasaan. Namun, sepertinya
Anies-Sandi mencoba tetap berpikir jernih, cerdas, akomodatif, dengan
menentang pendapat pihak-pihak yang seolaholah mereka itulah paling tahu dan
paling benar. Fokus kebijakannya untuk kepentingan rakyat yang dipimpin dalam
arti luas. Semua pemangku kepentingan dilibatkan dan diajak bicara. Tahap
demi tahap kebijakan dievaluasi untuk perbaikan.
Keempat , taat hukum dan taat asas.
Mengapa Anies-Sandi saya sebut tidak mudah
terkooptasi? Proyek reklamasi, sekali lagi, walaupun berhadapan banyak
kepentingan dan kekuatan, karena diduga cacat hukum dalam prosesnya, Anies
tetap berani menghentikan. Penataan PKL Tanah Abang walau dituding melanggar
UU lalu lintas, tetap dilakukan dengan terus dikaji karena pada saat yang
sama gubernur juga mendapat amanat undang-undang untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, dan melaksanakan kehidupan demokrasi di wilayahnya.
Dalam acara ILC beberapa waktu lalu itu
saya juga menyampaikan harapan agar Anies tidak ragu dan takut kepada siapa
pun yang akan memengaruhi, bahkan mengambil tugas dan wewenang dan tanggung
jawabnya sebagai gubernur yang dipilih rakyat. Harapan itu menjadi kenyataan.
Keteguhan Anies terlihat dalam kasus
reklamasi. Pada acara “Mata Najwa” Anies membaca Keputusan Presiden Nomor 52/1995
Pasal 4: “Wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantura berada pada Gubernur
DKI Jakarta” dan Perda Nomor 8/1995 Pasal 33: “Penyelenggaraan reklamasi
dilakukan oleh Badan Pelaksana”. Sangat gamblang sehingga pupuslah bagi siapa
saja yang akan ikut campur urusan reklamasi pantura.
Rekomendasi
Selama kita belum kembali ke UUD 1945 asli
untuk disempurnakan secara adendum, artinya pilpres dan pilkada masih
dilaksanakan secara langsung, maka rakyat harus diberikan edukasi dan ajakan
untuk memilih pemimpin yang Pancasilais, sebagaimana misi pertama Gerakan
Kebangkitan Indonesia (GKI).
Sebagai gerakan moral dan intelektual, GKI
yang diprakarsai beberapa sosok seperti Irjen Pol (Purn) Taufiequrachman Ruky
dan Hariman Siregar tampaknya menjadi penting bagi kelangsungan berbangsa dan
bernegara. Salah satu ciri pemimpin Pancasilais adalah sosoknya yang teguh
dalam beragama, dalam wujud kejujuran.
Keterukuran kejujuran dalam arti luas
sangatlah penting. Karakter, kapasitas, dan penampilan dilakukan secara wajar,
bukan polesan atau pencitraan yang diciptakan oleh konsultan politiknya.
Janji politik dan kontrak politik tidak pernah diingkari menjadi tolok ukur
paling sederhana terhadap petahana dalam pilpres dan pilkada. Semoga Negara
Kesatuan Republik Indonesia selalu diselamatkan Tuhan Yang Maha Esa agar
tidak punah. Amin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar