Demokrasi
Terancam
R William Liddle ; Profesor Emeritus Ilmu
Politik,
Ohio State University,
Columbus, Ohio, AS
|
KOMPAS,
31 Januari
2018
Setelah satu tahun berkuasa, niat Presiden
AS Donald Trump untuk melumpuhkan demokrasi demi kekuasaan pribadinya tak
diragukan. Tandanya ada di mana-mana, misalnya dalam serangan tak terhenti
terhadap pers yang dijuluki ”musuh rakyat” yang memberitakan ”berita palsu”.
Hampir semua koran dan jaringan TV
nasional, baik penyiar maupun kabel, kena tudingan yang mencemaskan itu. Tak terkecuali The Wall Street Journal,
koran terkemuka yang konservatif di halaman editorialnya tetapi jujur dalam
pemberitaannya. Yang lolos dari
kemarahan Trump hanya jaringan kabel Fox News, yang bersedia menjadi
penyambung lidah Trump sendiri.
Di dalam pemerintahannya, Trump tidak
menghormati asas pokok Undang-Undang Dasar Amerika Serikat, separation of
powers, pemisahan kekuasaan, yang menjamin hak lembaga- lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Aturan-aturan lama dicap kedaluwarsa dan dicemooh,
seperti kebiasaan super-mayoritas di Senat, tempat 60 suara dari seluruh 100
anggota Senat dibutuhkan untuk meloloskan suatu rencana UU.
Sebagian besar anggota Senat, Republik
ataupun Demokrat, membanggakan lembaga mereka selaku the greatest
deliberative body in the world, badan legislatif yang paling mengutamakan
perundingan di seluruh dunia. Komitmen mereka kepada supermayoritas perlu
dimengerti dalam konteks itu. Namun,
demi kepentingannya sendiri, Trump tak segan menyeru agar kepemimpinan fraksi
Republik di Senat menggantikan aturan itu dengan mayoritas biasa, 51 suara.
Sasaran Trump yang paling berbahaya bagi
pelestarian demokrasi adalah Departemen Keadilan dan salah satu biro tersohor
di departemen itu, yaitu Biro Investigasi Federal (FBI). Hampir dari awal,
Trump menyesali pengangkatan oleh dirinya sendiri atas kepala departemen itu,
yaitu Jeff Sessions, selaku jaksa agung.
Sessions, waktu itu masih senator dari Alabama, termasuk politisi
nasional yang paling awal mendukung pencalonan Trump dan sempat menjadi
anggota tim suksesnya.
Trump lalu mengangkatnya sebagai jaksa
agung karena Sessions terkenal keras melawan kebijakan imigrasi pemerintahan
sebelumnya, yang konon membuka lebar pintu masuk bagi orang miskin dan
penjahat. Namun, beberapa minggu
kemudian, Sessions memisahkan diri secara hukum (recuse) dari pengusutan Departemen
Keadilan perihal hubungan kampanye Trump dengan pemerintahan Rusia. Menurut
berbagai laporan pers, Sessions sendiri mungkin terlibat dalam hubungan itu.
Trump langsung meledak. Kepada The New York
Times, ia berkeluh kalau dia tahu sebelumnya Sessions akan menarik diri dari
pengusutan itu, ia pasti tidak akan mengangkatnya. Lalu, ia bersitegas bahwa
syarat utama untuk seorang jaksa agung adalah kesetiaan pribadi kepada
presiden, ”seperti baru dilakukan oleh Jaksa Agung Eric Holder terhadap
Presiden Obama,” suatu kebohongan besar. Sejak masa jabatan jaksa agung
pertama diadakan lebih dari 200 tahun silam, syarat utama menjadi jaksa agung
adalah kesetiaan kepada UU dan konstitusi, bukan kepada satu orang, termasuk
presiden yang mengangkatnya.
Meremehkan aturan demokrasi
Sasaran utama Trump sebenarnya bukan
Sessions, melainkan kepemimpinan FBI dan setelah Direktur FBI Jim Comey
dipecat Trump awal Mei 2017, special counsel jaksa khusus, Robert Mueller,
diangkat satu minggu kemudian oleh Deputi Jaksa Agung Rod Rosenstein.
Tugas Mueller, yang pernah menjabat lama
sebagai Direktur FBI, adalah untuk ”mengawasi investigasi FBI yang telah
terkonfirmasi perihal usaha-usaha Pemerintah Rusia untuk memengaruhi
Pemilihan Presiden 2016 dan hal-hal terkait.”
Mueller ternyata sedang bekerja keras. Michael
Flynn, penasihat keamanan nasional pertama Presiden Trump, mengaku berbohong
kepada FBI dan sedang bekerja sama dengan Mueller. George Papadopoulos, bekas
penasihat kampanye Trump tentang kebijakan luar negeri, khususnya Rusia, juga
mengaku berbohong dan sedang bekerja sama. Paul Manafort, bekas ketua
kampanye Trump, dan asistennya, Rick Gates, dituduh mencuci uang dan akan
diadili tahun ini.
Siapa akan menyusul? Apakah Trump sendiri atau anggota-anggota
keluarganya akan didakwa? Tak ada orang yang punya bola kristal. Namun, ada dua hal yang terang benderang.
Pertama, serangan terus-menerus terhadap FBI, yang dicaci maki Trump selaku
”lembaga yang berkecai- kecai.” Kedua,
semakin nyaring koor anti-FBI, terdiri atas banyak anggota Republik di
Kongres.
Yang paling memprihatinkan justru kombinasi
antara presiden yang meremehkan aturan-aturan demokrasi dan Kongres yang
hanya mementingkan kepentingan partisannya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar