Kamis, 11 Januari 2018

Blok Mahakam:..(5.046) - Marwan Batubara

Blok Mahakam: Perjuangan Belum Usai!
Marwan Batubara ;  Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS)
                                                 KORAN SINDO, 06 Januari 2018



                                                           
Tanggal 1 Januari 2018 merupakan salah satu tonggak bersejarah bagi Pertamina karena secara resmi menjadi pengelola atau operator Blok Mahakam setelah setengah abad blok ini dikelola PT Total E&P Indonesia (TEPI).

De ngan status sebagai pengelola Mahakam, predikat Pertami na pun akan meningkat men ja di penghasil migas terbesar di Ta nah Air dengan share sekitar 40% dari produksi migas nasional. Setelah meraih status ter sebut, Pertamina pun dapat di katakan akan menjadi tuan di negeri sendiri. Namun predikat itu tidaklah dapat diraih dengan mudah.

Agar Pertamina menjadi tuan di negeri sendiri, di samping sikap tegas Karen Agustiawan (Dirut Pertamina 2010- 2015) serta sejumlah dirut dan direk tur lain, upaya atau “perjuangan” panjang stakeholders Pertamina justru sangat berperan guna me mastikan Blok Mahakam dikelola Pertamina. Stakeholders tersebut meliputi tokoh-tokoh na sional, anggota DPR, para akti vis, serikat pekerja Pertamina, migas dan BUMN, badan-badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia, pengurus partai, or mas, LSM, dll.

Mereka berjuang sejak 2012 melalui berbagai lang kah advo kasi berupa semi nar, pernyataan sikap, demon strasi, penggalangan Petisi Ma ha kam, RDPU ke DPR, penyam paian tuntutan ke Istana Pre si den, pelaporan potensi korupsi ke KPK, dll. Ternyata para stakeholders “terpaksa” melakukan advokasi dalam rangka menghadapi sikap bangsa sendiri: para pejabat negara yang lebih memihak asing daripada membela kepentingan BUMN.

Dua pejabat utama yang menginginkan asing tetap bercokol di Mahakam adalah J Wacik dan R Rubiandini. Di samping itu ada pula dukungan dari pejabat di SKK Migas dan beberapa anggota DPR dari sejumlah partai. Guna mendukung Total dan Inpex, mereka nekat dan tidak malu mengungkap berbagai alasan tak logis dan kebohongan publik.

Untunglah gerakan advokasi semakin besar dan terus berlanjut sehingga kedua pejabat eksekutif tersebut urung menjalankan niat dan belakangan justru masuk penjara. Ironisnya saat ini perjuangan panjang tersebut belum juga berakhir. Blok Mahakam belum seutuhnya dikuasai Pertamina.

Seandainya harus melepas sebagian saham (share down), biaya yang harus dibayar kePertamina pun belum jelas jumlahnya serta sangat rawan untuk dikorupsi. Sebaliknya pihak-pihak asing belum rela melepas kenik matan Mahakam. Disamping itu, tanpa rasa malu, ma sih ada saja oknum pribumi yang men dukung asing, ber bu ru rente dan/atau “membonceng” un tuk dapat memiliki “sa ham” Blok Mahakam.

Lebih ironis, ternyata sikap sejumlah pejabat yang berkuasa saat ini mirip dengan sikap pejabat sebelumnya. Hal ini terindikasi dari pernyataan-pernyataan berikut. Pertama, Menteri ESDM Ignasius Jonan pernah mempersilakan Total mengelola kembali Blok Mahakam pasca-2017. Ke men te rian ESDM mengatakan asal kan Perta mina menjadi pe me gang saham mayoritas, mengenai masalah operator tidak akan diper soalkan.

Pemerintah hanya menekankan agar pro duksi Blok Maha kam tetap sta bil dan tidak mengalami penurunan. Ba gaimana bisa masalah operatorship dianggap tidak penting? Kedua, Menteri ESDM pernah mengatakan akan memberikan kesempatan kepada asing memiliki 39% saham pasca- 2017. Hal ini kembali dinyatakan Wamen ESDM Arcandra Tahar di Jakarta pada Agustus 2017 (Bisnis, 25/8).

Arcandra juga pernah mengatakan: Menteri ESDM akan menerbitkan surat keputusan guna memenuhi tuntutan TEPI dan Inpex untuk memperbesar saham Blok Mahakam menjadi 39%. Kata Ar candra, ruang bagi kontraktor Blok Mahakam setelah kontrak berakhir masih mengacu pada keinginan Menteri ESDM Igna sius Jonan dengan porsi maksimum 39%.

Total di persilakan untuk mendis ku si kan hal ini dengan Pertamina dan SKK Migas. Padahal Menteri ESDM sebe lumnya, Sudirman Said, telah menetapkan share down mak simum yang diperkenankan peme rintah adalah 30%! Me kanis me yang diatur dalam Permen ESDM Nomor 15/2015 ini ada lah pemerintah menetapkan Per tamina sebagai opera tor de ngan hak 100%.

Setelah itu Per tamina dapat melakukan pe ngu rangan interes (share down) ke pada pihak lain yang secara bisnis memberikan manfaat mak si mal. Kementrian ESDM mem fa si litasi proses pengambilan ke pu tusan berkaitan dengan pem bagian interes di antara para pi hak. Setelah melalui se rang kai an pembahasan, Kementerian ESDM memutuskan pihak In do nesia mengontrol saham 70%, sedangkan Total dan Inpex mem per - oleh saham 30%.

Sejalan dengan sikap Sudirman Said pada 2015 tersebut, direksi Pertamina berulang kali mengatakan tidak berminat meningkatkan share down menjadi 39%. Dirut Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, “Jika di atas itu (30%), ranahnya bukan lagi ada di kami. Sewaktu saya join (diangkat menjadi dirut), kebetulan ini sudah di bicarakan dengan Pak Menteri.

Instruksi ini pun sampai sekarang masih 30%. Jadi naik atau tidaknya share down menjadi urusan ESDM,” kata Manik di Ruang Rapat Komisi VII, Jakarta, Selasa (6/6/2017). Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam juga bersikap sama. “Untuk share down belum ada pembicaraan lebih lanjut dengan Total/Inpex,” kata nya. Bulan berikutnya, Syamsu ber ka ta, “Mahakam ini man dat yang kita terima, masih sama. Kita diberi kewenangan untuk melakukan share down ke BUMD 10%.

Status itu tidak berubah, angka 30% atau 39%, yang kita kenal itu ya 30%. Karena itu yang ada di kita.” Hingga 26 Desember 2017 Syam su meng aku belum mengetahui surat pemerintah ke Pertamina ter kait dengan per ubahan share down. Di sisi lain, Kementrian ESDM menyatakan telah mengeluarkan surat yang memper bolehkan Pertamina melepas hak partisipasi di Blok Mahakam sebesar 39% ke TEPI & Inpex.

Wamen ESDM Arcandra menga ta kan, Kementrian ESDM sudah menerbitkan surat perubahan mengenai porsi pembagian hak partisipasi Pertamina dalam mengelola Blok Mahakam yang sebelumnya hanya 30% menjadi 39%. “Kan sudah ada suratnya. Boleh up to 39%,” kata Arcandra di Kantor Kementrian ESDM, Jakarta, Jumat (22/12/2017).

Kita miris melihat sikap pejabat-pejabat Kementerian ESDM (juga di “kementrian lain”) di atas. Mereka bukannya melindungi BUMN bangsa sen diri, tetapi justru sangat antu sias mendukung asing untuk memiliki saham 39%. Padahal dengan semakin besar saham yang dimiliki BUMN, semakin besar pula potensi keuntungan yang di peroleh guna dinikmati rakyat! Apalagi Blok Mahakam ini merupakanblokmigasyangtelahber produksi dan tingkat risiko bisnisnya pun menjadi rendah.

Dengan begitu memberikan kesempatan share down 30% saja kepada asing, bagi kami (IRESS), sudah meru pakan kebijakan yang merugikan. Apalagi jika ha rus naik menjadi 39% seperti yang “diper juangkan” Jonan dkk. Seperti disinggung di atas, umumnya motif oknum pejabat justru memihak asing dari pada BUMN bangsa sendiri adalah perburuan rente dan dukungan politik.

Namun IRESS juga memperoleh informasi dari seorang sahabat, mantan pejabat teras satu kementerian, bahwa ada beberapa oknum pejabat yang sangat berminat untuk ikut memiliki saham Blok Mahakam. Beliau menyebutkan, oknum-oknum ini ingin meraih untung besar melalui “kerja sama” dengan perusahaan asing tersebut.

Itulah sebabnya mengapa ada yang berjuang habis-habisan agar share down saham Mahakam untuk asing justru perlu dialokasikan lebih besar. Bagi para sahabat, tokoh, akti vis, dan mahasiswa yang selama ini ikut mengadvokasi Blok Mahakam, termasuk puluhan ribu penanda-tangan “Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat”, IRESS mengimbau untuk tetap mengawal dan memperjuangkan penguasaan Blok Mahakam secara optimal dan bebas dari KKN bagi Pertamina.

Perjuangan belum usai. Untuk itu mari kita lanjutkan advokasi dan pastikan bahwa share down maksimal hanya 30%, penunjukan langsung TEPI & Inpex harus dibatalkan, metode pemilihan partner melalui tender terbuka, serta harga yang diterima Pertamina untuk share down tersebut adalah yang terbaik dan bebas dari korupsi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar