”Bitcoin”
Memang Bikin Ribet
J Soedradjad Djiwandono ; Guru Besar Ekonomi
Emeritus UI;
Profesor Ekonomi
Internasional, RSIS, Nanyang Technological University, Singapura
|
KOMPAS,
30 Januari
2018
Dari yang tersurat di media cetak tampaknya
”bitcoin” dan sejenisnya —uang-uang digital atau
virtual/”cryptocurrencies”—memang bikin ribet. Pernyataan berbagai ahli dan
otori- tas finansial masih me- nunjukkan beragamnya pendapat dan sikap yang
mengisyaratkan belum adanya kesatuan pendapat tentang arti dan kaitannya.
Di Indonesia, otoritas terkait tampaknya
juga belum menjadi satu dalam pendapat mereka mengenai bitcoin dan uang
digital lainnya itu, seperti dilaporkan dalam pemberitaan. Bank Indonesia
pada Desember 2017 membuat pernyataan yang menekankan tak mengakui bitcoin
dan uang digital lain sebagai alat pembayaran karena bertentangan dengan
ketentuan perundangan yang berlaku, terutama Pasal 34 Peraturan BI Nomor
18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran.
Demikian pula tersirat bahwa BI tak
mengakui bitcoin dan uang digital lain sebagai obyek perdagangan karena
dinilai mengandung risiko terlalu besar dan untuk menjaga persaingan usaha
serta memberikan perlindungan konsumen. Pernyataan yang disampaikan Gubernur
BI Agus Martowardojo itu ditegaskan kembali baru-baru ini oleh Kepala
Departemen Komunikasi BI Agusman Zainal.
Di pihak lain, Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi (Bappebti) sedang melakukan studi untuk menentukan apakah
akan mengizinkan atau tidak perdagangan bitcoin di bursa komoditas berjangka.
Jadi, otoritas moneter kita mengatakan bahwa bitcoin dan mata uang-mata uang
digital lain bukan aset finansial dan bukan alat pembayaran. Sementara
Bappebti belum memutuskan apakah akan menerima atau menolak perdagangan
Bitcoin dalam bursa komoditas berjangka, atau statusnya sebagai instrumen
investasi seperti aset finansial lain atau bukan. Karena itu, ada imbauan
agar mereka menyamakan persepsi.
Kembali
tentang bitcoin
Dalam tulisan tentang Bitcoin di Kompas
(12/1/2017), saya menekankan perlunya membedakan dua macam arti dari bitcoin.
Pertama, bitcoin sebagai salah satu mata uang digital/virtual atau crypto
currency. Menurut Bloomberg, jumlah uang digital ada berkisar 600-900, dengan
nilai sekitar 200 miliar dollar AS. Dalam arti ini biasa ditulis dengan huruf
besar Bitcoin. Ini Bitcoin yang menjadi fokus pembahasan yang saya sebutkan
tadi dan dalam tulisan ini.
Yang kedua bitcoin sebagai mata uang yang
dikeluarkan/diciptakan oleh bekerjanya komputer menyelesaikan algoritma dalam
blockchain. Atau bitcoin dalam arti teknik penciptaan uang. Akan tetapi,
bukan seperti yang kita kenal dikeluarkan oleh suatu pusat kekuasaan (bank
sentral atau pemerintah), melainkan diciptakan oleh orang-orang yang dapat
menjabarkan algoritma komputasi blockchain tersebut.
Pertama kali memang diciptakan oleh
seseorang atau sekelompok orang, sebagaimana sampai sekarang secara umum
disebutkan bitcoin diciptakan oleh seseorang yang menyebut diri Satoshi
Nakamoto meskipun ada versi cerita yang lain. Tetapi, ciptaan yang dituliskan
secara sandi dalam algoritma komputasi untuk suatu jumlah tertentu ini
dimasukkan (upload) dalam suatu laman (web site) dan orang lain boleh menjabarkannya
untuk ikut menjadi pemilik bitcoin. Kegiatan menyelesaikan algoritma
komputasi ini dinamakan mining, seperti menambang untuk memperoleh emas atau
yang lain.
Antar-mereka yang berhasil menambang ini
dapat dilakukan pemindahtanganan, transfer kepemilikan secara sangat
transparan antar-mereka karena semua transaksi dicatat dalam suatu catatan,
ledger, semacam buku besar/neraca dalam akunting, yang disebut sebagai
blockchain. Karena semua transparan, bitcoin mempunyai sifat seperti uang,
yaitu ada kepercayaan semua yang menggunakannya.
Jadi seperti uang konvensional yang
mempunyai nilai nominal sebagai disebutkan di dalamnya, satu dollar, seratus
dollar, seratus ribu rupiah, dan sebagainya. Nilai nominal tersebut diterima
masyarakat semata-mata atas dasar kepercayaan (fiat) bahwa uang itu mempunyai
daya beli sebesar nilai nominal yang tertera dalam uang karena orang
mempunyai kepercayaan terhadap yang mengeluarkannya (bank sentral atau
pemerintah).
Bedanya dalam hal bitcoin, ada yang
mengeluarkan setelah ada yang menemukan, juga pihak-pihak lain yang melakukan
mining, jadi ada desentralisasi dari penciptaan uang digital. Mereka semua
percaya kepada bitcoin karena melalui pencatatan yang jelas terbaca semua
yang ikut di dalamnya. Misalnya, dalam bitcoin tidak akan bisa dilakukan
penggunaan lebih dari satu kali. Kalau A menjual sejumlah bitcoin kepada B,
transfer kepemilikan itu tercatat di ledger yang terbaca oleh semua sehingga
tidak akan terjadi A menjual lagi bitcoin yang sudah bukan milik dia tadi
kepada pihak lain. Jadi, unsur kepercayaan (fiat) dari uang terpenuhi pada
bitcoin. Penciptaan awal ini juga dilakukan melalui apa yang disebutkan
sebagai Initial Currency Offering (ICO), seperti Satoshi Nakamoto pertama
kali menciptakan bitcoin.
Syarat utama sesuatu bisa digunakan sebagai
uang sebagai alat tukar adalah bahwa sesuatu itu diterima semua pihak,
mempunyai nilai seperti yang disebutkan dalam nominalnya. Sebelum adanya uang
kertas, banyak negara menggunakan logam mulia, emas, dan perak karena orang
memercayai nilai logam terebut. Karena yang diperlukan adalah faktor
kepercayaan, waktu dikenal uang kertas, fiat timbul dari kepercayaan
masyarakat terhadap yang mengeluarkannya, pemerintah atau bank sentral.
Uang kertas yang nilai nominalnya jauh
lebih besar dari nilai intrinsiknya (nilai kertas dan gambar yang ada dalam
uang) diterima masyarakat karena kepercayaan terhadap yang mengeluarkannya.
Dalam bentuk sebagai alat tukar atau alat
investasi, bitcoin mempunyai nilai yang diukur dengan mata uang konvensional,
berapa dollar atau pounds atau mata uang lain per unitnya. Nilai tersebut
adalah virtual, hanya dalam akunting. Dan, hanya menjadi nyata kalau ditukar
(dibeli atau diperdagangkan) dengan uang biasa. Larangan memperdagangkan,
jual-beli bitcoin, kalau bisa efektif jelas dapat menghilangkan nilai dan
perannya sebagai alat tukar atau investasi.
Dalam tulisan saya tersebut, saya
menyebutkan bahwa sebagai teknologi yang jauh lebih canggih untuk menghadapi
makin maraknya kejahatan keuangan dengan sandi (crypto crimes), bitcoin
merupakan inovasi yang memberikan harapan pada peningkatan pengamanan
keuangan. Adapun bitcoin sebagai salah satu uang digital untuk alat
pembayaran atau investasi harus dimengerti dahulu arti dan implikasinya
sampai tuntas untuk dapat menentukan secara efektif, menerima atau tidaknya.
Kalau memang dianggap berbahaya untuk kestabilan atau lebih banyak jeleknya
daripada baiknya harus dilarang dengan cara yang cerdik, yang efektif dapat
diterapkan untuk mencapai sasaran.
Pengaturan
uang digital yang efektif
Kalau kita masih kurang jelas mengenai uang
digital apakah bitcoin atau yang lain dan bedanya dengan teknologi
blockchain, sebenarnya kita tidak sendirian. Dari yang dapat disimak di media
tentang apa yang dilakukan oleh berbagai otoritas di sejumlah negara,
ternyata memang belum ada keseragaman. Karena itu, imbauan Bhima Yudistira
Adhinegara, ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef),
baru-baru ini agar Bappebti dan Bank Indonesia menyamakan persepsi mereka
memang beralasan.
Dari yang dapat disimak di media, sejak
tahun lalu waktu nilai bitcoin meningkat luar biasa dalam periode kurang dari
satu tahun, kemudian anjlok luar biasa pula, tampak ada kecenderungan bahwa
otoritas moneter dan finansial atau pemerintah di banyak negara kalaupun
tidak melarang perdagangan bitcoin minimal mengurangi atau membatasi. Ini
antara lain dikemukakan oleh Paul Mampilly, seorang ahli finansial dalam
suatu analisisnya minggu lalu, ”Governments Crack Down on Cryptocurrencies”
dalam Currency (11/1/2018).
Secara singkat, Financial Industry
Regulatory Authority (Finra), otoritas pengaturan industri finansial di AS,
mengumumkan akan memfokuskan pengaturan finansial untuk uang
digital/cryptocurrencies. Pemerintah China mengumumkan akan mengeluarkan
aturan untuk mengakhiri kegiatan penambangan atau miningbitcoin. Pemerintah
Korea mulai mengharuskan mereka yang melakukan perdagangan dan menggunakan
bitcoin menyebutkan nama mereka dengan jelas.
Pemerintah India memerangi perdagangan
bitcoin dengan membatasi dana yang dipergunakan mereka yang
memperdagangkannya. Bank Negara Malaysia tidak mengakui bitcoin. Perancis
menghancurkan jaringan bitcoin, Jepang menyatakan bitcoin bukan mata uang,
dan seterusnya. Ini untuk memberikan gambaran pernyataan atau pengaturan yang
membatasi atau melarang bitcoin tadi.
Saya sependapat dengan pesan Paul Mampilly
dalam tulisan tersebut yang menunjukkan bahwa yang tampaknya paling efektif
menekan bahkan membasmi perdagangan bitcoin dan uang digital atau
cryptocurrencies lain, kalau telah pasti untuk dilarang atau dibatasi, adalah
melalui tindakan untuk memutuskan hubungan bitcoin dan sejenisnya dengan
rupiah (dan mata uang lain)
Tetapi, apa itu maknanya dan bagaimana
caranya? Di atas saya sebutkan bahwa transaksi bitcoin dan uang digital lain,
atau apa pun komoditas yang diperdagangkan, mempunyai nilai yang bisa
dinyatakan dalam uang biasa. Akan tetapi, nilai itu hanya dalam perhitungan
akunting, atau virtual, dan hanya menjadi nyata pada waktu dilakukan
pembayaran atas transaksi tersebut. Artinya, waktu pemindahan hak milik itu
dibarengi atau diikuti dengan penyerahan uang sebagai pembayarannya sebesar
nilai akunting tadi.
Selama belum diuangkan, semua hanya dalam
perhitungan. Jadi, nilai akunting/virtual tersebut tidak akan menjadi
kenyataan kalau pertukaran dengan uang biasa dicegah terjadinya melalui
larangan yang merupakan hak otoritas—pemerintah atau bank sentral—untuk
melakukannya.
Satu kilogram emas logam mulia mempunyai
nilai sekian juta dollar AS atau miliar rupiah. Tetapi, kalau ada larangan
menukar emas tersebut dengan uang, ya, nilainya tetap 1 kilogram emas tadi.
Bitcoin yang hanya suatu data dalam komputer, selama tidak bisa ditukar hak
kepemilikannya dengan uang, ya, tetap data atau informasi saja, nilai uangnya
tidak ada atau nol. Pengaturan demikian, menurut saya, yang paling tepat dan
efektif untuk merealisasikan sikap tidak mengakui bitcoin dan uang digital
lain sebagai alat investasi, sebagai aset finansial, dan karena itu juga
sebagai alat tukar atau alat pembayaran. ●
|
bosen kalah kalah aja..?? silahkan coba registrasi di bolavita sabung ayam online
BalasHapushanya dengan modal 50 ribu sudah bisa jadi jutawan
buktikan sendiri no Hoax... ^^
info lbh lanjut:
WA: +628122222995
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Hk
BalasHapus