Dukungan
Harga untuk Petani
M Husein ; Sawit Senior Advisor
pada Center for Agriculture and People Support
|
KOMPAS,
23 Januari
2018
Setiap tahun Bulog melakukan pengadaan gabah/beras
dalam negeri, dimulai sejak awal 1970-an. Periode 2014-2016, rata-rata
pengadaan mencapai 2,4 juta ton setara beras per tahun. Tahun lalu 2,1 juta
ton. Bulog membeli gabah/ beras berpedoman pada harga administrasi, yaitu
harga pembelian pemerintah atau HPP.
Pengadaan gabah/beras bertujuan melindungi
petani padi dari kejatuhan harga, terutama pada waktu panen raya yang
berlangsung Februari-Mei setiap tahun. Pada periode tersebut, panen padi
berkisar 50-55 persen dari total produksi padi tahunan. Saat panen raya:
iklim juga kurang bersahabat, curah hujan tinggi, infrastruktur pascapanen
buruk, terutama penggilingan padi yang umumnya tidak dilengkapi mesin pengering mekanis.
Pengusaha penggilingan padi enggan menyerap
gabah yang terlalu banyak, apalagi kalau kualitas gabah rendah. Dalam situasi
demikian, harga gabah biasanya anjlok, yaitu rendah, sebagian berada jauh di
bawah ongkos produksi. Oleh karena itu, pengadaan Bulog dengan berpedoman
pada HPP ”yang tepat” sangat membantu petani mengurangi risiko berusaha tani,
menstimulasi peningkatan produksi dan pengurangan kemiskinan di perdesaan,
pada saat yang sama ketersediaan beras dalam negeri lebih terjamin.
Pengadaan gabah/beras publik Bulog terkait
erat dengan stok publik. Manfaat stok publik di antaranya untuk intervensi
pasar agar harga beras domestik stabil, yang berpengaruh positif ke
pengendalian inflasi pangan. Stok
publik juga terkait dengan usaha membuka akses pangan untuk masyarakat
miskin, seperti halnya program beras sejahtera (rastra).
Banyak negara di dunia menggunakan stok
publik pangan yang dikaitkan dengan pengadaan dalam negeri dan dukungan harga
untuk produsen dengan anggaran dari APBN. Ambil saja dua negara besar (jumlah
penduduknya dan banyak orang miskin) yang mirip dengan Indonesia, yaitu China
dan India. China menguasai stok publik untuk gandum, beras, dan jagung, yang
dibeli dari petani pada tingkat harga dasar. Pengadaan beras atau gandum
mencapai 12 juta ton atau 40 juta ton per tahun. Stok itu dimanfaatkan untuk
keperluan stabilisasi harga dan program anti-kemiskinan. Semua itu dikelola
China National Cereals Oil and Foodstuffs Import and Export Corporation
sebagai lembaga BUMN.
India juga melakukan perlindungan harga
petani, disebut minimum support price. Food Corporation of India (FCI)
sebagai BUMN melakukan pengadaan dua komoditas, yaitu gandum dan beras untuk
stok publik. Khusus beras, pengadaan 26 juta ton setiap tahun. Seterusnya
stok publik dipakai untuk tujuan stabilisasi harga, serta program
anti-kemiskinan, seperti food for work, toko catu.
Program
bansos BPNT
Penyaluran publik beras Bulog dalam program
rastra dihapus pada 2018, diganti dengan program BPNT (bantuan pangan
non-tunai) yang merupakan program bantuan sosial. Program ini tentu tak
terkait dengan stok publik, terpisah dengan pengadaan gabah/beras dalam
negeri Bulog serta tak berhubungan dengan perlindungan terhadap petani padi.
Pada saat pengadaan dalam negeri berkurang atau dihapus seiring dengan
berkurangnya penyaluran publik, maka perlindungan terhadap petani juga
berkurang atau bubar.
Program rastra adalah salah satu penyaluran
publik penting dalam rangka ketahanan pangan dan dukungan kepada petani. Pada
2018, penyaluran rastra tinggal sepertiga menjadi 960.000 ton karena telah
diambil alih program BPNT. Penyaluran rastra pada 2017 mencapai 2,6 juta ton,
rata-rata penyaluran rastra periode 2014-2016 sebesar 3 juta ton. Tahun ini, penyaluran publik beras Bulog
sebagian di antaranya bagi CBP (cadangan beras pemerintah) yang mencapai
300.000 ton.
Bulog telah mengantisipasi perubahan kebijakan
itu dengan merancang stok awal tahun hanya 700.000-800.000 ton beras. Ini
termasuk kecil dibandingkan dengan stok awal selama satu dekade terakhir yang
berkisar 1,3 juta-1,5 juta ton. Dalam kaitan itu pula, Bulog diperkirakan
akan mengurangi pengadaan beras dalam negeri, menjadi hanya 1 juta ton (2-3
persen dari tingkat produksi beras tahunan), merosot tajam dari sebelumnya
6-9 persen. Pengurangan itu akan berpengaruh pada stok publik serta
pengurangan penyaluran publik lainnya.
Dampak dari penurunan pengadaan Bulog
terhadap petani tentu luas. Pertama, daya serap pengadaan publik Bulog akan
berkurang secara signifikan pada 2018, tinggal sepertiga dari yang dilakukan
selama ini. Pada saat yang sama, penggilingan padi juga akan mengurangi
penyerapan gabah petani karena merosotnya insentif untuk menggiling gabah,
menyetok beras, dan mendistribusikannya, karena perbedaan harga antarmusim,
antarwilayah, atau antarpulau kurang menarik lagi. Di samping itu, mereka
kerap dihantui oleh sepak terjang tim Satgas Pangan, tim Sergap, serta
kebijakan HET yang sangat kaku dan tidak ramah pada pasar.
Kedua, harga gabah di musim panen raya Februari-April diperkirakan akan jatuh pada
wilayah yang lebih luas dan pada waktu yang lebih lama. Subsidi pupuk dan
benih (meski tepat sasaran, jumlah, dan waktu) tak akan mampu menggantikan
peran dukungan harga output karena yang terakhir jauh lebih bermanfaat buat
petani, bukan sebaliknya.
Ketiga, pemerintah perlu memperbesar volume
dan kualitas CBP hingga 1,5 juta ton, sebagai usaha penguatan stok publik dan
penyerapan gabah untuk melindungi pendapatan petani. Tanpa itu, pemerintah
harus siap-siap menghadapi protes dan ketidakpuasan petani di tahun politik
2018 dan 2019. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar