Selasa, 07 Maret 2017

Perfeksionisme Studi Banding DPR

Perfeksionisme Studi Banding DPR
Umbu TW Pariangu  ;   Dosen Fisipol Universitas Nusa Cendana
                                             MEDIA INDONESIA, 03 Maret 2017

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

DPR kembali mendapat jatah studi banding ke Jerman dan Meksiko. Mereka akan melakukan studi banding tentang sistem pemilu, e-voting, dan peradilan pemilu pada 11-16 Maret mendatang. Tentu anggaran yang dikucurkan tidaklah sedikit. Padahal, untuk soal penerapan e-voting pemilu, beberapa daerah sudah melaksanakannya dalam momentum pilkada sebelumnya. Tinggal dipelajari kelemahan-kelemahannya untuk kemudian diterapkan secara lebih baik.

Soal anggaran studi banding, bukankah pada akhir 2012 Badan Kehormatan DPR merekomendasikan ke pimpinan DPR untuk memperketat anggaran kerja ke luar negeri, dan di awal menjabat sebagai Ketua DPR Ade Komarudin pun sudah melakukan moratorium kunker DPR demi efisiensi anggaran agar DPR lebih fokus meningkatkan kualitas dan produktivitas regulasi yang selama ini masih lemah?

Hal ini wajar karena sudah berulang kali rakyat menaruh curiga terhadap kegiatan DPR ke luar negeri yang ketika pulang dari luar negeri kerap hanya membawa oleh-oleh belanjaan daripada laporan hasil kerja.

Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), pada 2011 DPR menelurkan 343 kunker ke luar negeri tapi hanya tiga laporan yang dipublikasikan dengan beberapa lembar kertas seadanya. Tak mengherankan jika rakyat yang diwakili berpendapat kunker hanya membuang-buang anggaran di tengah kondisi rakyat yang masih hidup dalam kesusahan.

Kita masih ingat ketika DPR berkunjung ke Maroko--sebagai bagian dari aktivitas kerja sama antarparlemen--pada akhir September 2010, tetapi sesampainya di sana, mereka malah pelesiran ke Spanyol.

Tak hanya itu, di masa reses anggota dewan Mei 2011, sebanyak 13 anggota Komisi X Bidang Pendidikan, Olahraga, dan Sejarah serta anggota Badan Urusan Rumah Tangga DPR berangkat ke Inggris. Di sana ternyata mereka memanfaatkan sisa hari terakhir kunjungan untuk mengunjungi Stadion Old Trafford, kandang klub sepak bola Manchester United. Ironisnya, kunjungan tersebut dilakukan setelah terendus bahwa mereka sejatinya tak punya kegiatan di London.

Masih rendah

Memang DPR bukan 'pabrik undang-undang'. Namun, sebagai legislator, ada banyak persoalan penting di bangsa ini yang harus diselesaikan lewat konstruksi regulasi yang bagus, jauh dari kritik, dan berdampak bagi publik. Pemilu 2019 yang berkualitas, misalnya, sangat ditentukan regulasi yang baik, dengan kalkulasi dan antisipasi pada kepentingan politik dan demokrasi yang mampu menyerap segera potensi dan suara rakyat.

RUU Pemilu yang sedang digeluti saat ini membutuhkan pergulatan ide yang cerdas dan matang dari DPR sehingga sayang sekali jika waktu urgen untuk memburu masa penyelesaian RUU tersebut malah dipakai untuk berpelesir ria.

Ada kalanya kita berpikir kenapa DPR lebih memprioritaskan nilai kemanfaatan diri/kelompok ketimbang menaikkan kapasitas diri/institusi untuk mengatrol citra mereka yang sedang turun. Padahal, persoalan kapasitas DPR kita selalu rendah di mata publik.

Alih-alih bicara produk regulasi, tingkat kehadiran DPR dalam sidang-sidang penting saja sangat minim. Kalau dibuat rata-rata, menurut Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), kehadiran anggota dewan baik di rapat parpurna ataupun komisi tidak sampai 60%.

Dalam 11 dari 12 rapat dalam masa sidang ke-1 2016-2017 periode 16 Agustus -28 Oktober, tingkat kehadiran berada di kisaran 35%-50%. Tingkat kehadiran tertinggi terjadi pada rapat paripurna ke-18 pada 2 Februari 2016 dengan persentase kehadiran mencapai 63,39%. Tingkat kehadiran tertinggi di rapat komisi adalah Fraksi NasDem (63%) dan F-PDIP menjadi fraksi dengan tingkat kehadiran terendah (42%) (www.harianterbit.com 7/6/2016).

Datang dan menghadiri rapat mestinya merupakan kewajiban politik penyuara aspirasi rakyat (parle) karena di dalam rapat-rapat berbagai persoalan rakyat dibicarakan, dideliberasi, dan diperjuangkan.

Betapa pentingnya kehadiran dalam rapat DPR, sampai-sampai musikus Iwan Fals pernah membuat lagu sinisme tentang wakil rakyat. Salah satu liriknya berbunyi, 'Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu sidang soal rakyat//wakil rakyat bukan paduan suara, hanya tahu lagu nyanyian setuju....'

Perfeksionisme

Tak jarang kita masih menonton ada saja anggota dewan yang ketika sidang malah asyik menonton blue film atau tidur mendengkur, sesuatu yang sangat memalukan. Padahal, jika DPR mampu melahirkan kinerja nyata bagi rakyat, kemudian tidak selalu menjerat diri mereka dengan korupsi serta pragmatisme, rakyat dengan sendirinya mendukung hal positif apa pun yang diambil DPR karena sepenuhnya disadari bahwa wajah DPR adalah wajah rakyat itu sendiri.

Lagi pula di tengah meriangnya situasi politik dan ekonomi nasional, wakil rakyat mestinya lebih sadar krisis serta bijak mengambil sikap dan posisi politik, termasuk tidak memperkeruh suasana dengan memancang hasrat kesenangan sempit sebagai tujuan akhir berpolitik (Bentham, 1987).

Tampaknya kunker hanya bagian dari upaya DPR mempertahankan struktur 'perfeksionisme' eksistensi diri, yang secara bersamaan mengurangi gagasan tentang pengembangan karya dan kapasitas diri bahwa sikap ini telah menjadi tren ego manusia di abad-19 (Gerarld Dworkin 1988:31).

Alangkah sedihnya rakyat karena tukang parle yang dianggap Plato sebagai sosok berwibawa, bermoral, dan kaya akan gagasan adiluhung, begitu mudah ditaklukkan sikap-sikap subjektif (memamerkan gaya hidup dan kesenangan diri serta abai pada keresahan rakyat) atau yang penulis sebut politik kinclong masa kini.

Mengkritisi kinerja DPR termasuk menyerukan studi banding disetop bukan karena benci dan mau membatasi kiprah politisi Senayan. Silakan berkreasi, bekerja inovatif buat rakyat. Namun, semuanya harus dalam koridor kepatutan publik, tidak terpenjara dalam egoisme politik, supaya nilai kemaslahatan publik tetap terjaga.

Di era teknologi komunikasi yang kian canggih dewasa ini, ada banyak cara efektif dan murah yang bisa dilakukan DPR untuk menimba informasi dari luar negeri seperti menggunakan informasi elektronik, e-mail, atau telekonference, yang dipasang di tiap ruang komisi untuk jangka waktu penggunaan yang lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar