Pencemaran Nama Baik melalui Media Pers
Romli Atmasasmita ; Guru
Besar (Em) Unpad dan Unpas, Direktur LPIKP
|
KORAN
SINDO, 03 Agustus 2015
Harian Kompas, Jumat, 24 Juli 2015
dan Sabtu, 27 Juli 2015 berturut-turut telah mengetengahkan topik mengenai
laporan pengaduan dugaan pencemaran nama baik oleh Hakim Sarpin dan penulis
ke Bareskrim Polri. Kompas tanggal 24 Juli 2015 memuat artikel yang ditulis
Agus Sudibyo dan dalam Kompas tanggal 27 Juli 2015 memuat pemberitaan pers
sebagai karya jurnalistik.
Ada tiga inti artikel dalam harian
Kompas tersebut. Pertama, pengadu/pelapor telah keliru memahami muatan berita
pers yang mencatat/mengutip pendapat/pernyataan terlapor. Kedua, pelapor
“salah alamat” karena seharusnya melapor ke Dewan Pers dengan alasan bahwa
muatan berita dianggap sebagai karya jurnalistik. Ketiga, Dewan Pers memiliki
tugas dan wewenang untuk “turut serta” menyelesaikan pengaduan masyarakat
terkait pemberitaan pers dan menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik
jurnalistik.
UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers yang diundangkan pada 23 September 1999 telah membuka pintu kebebasan
pers seluas-luasnya, namun masih tetap dalam batas-batas norma agama dan rasa
kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat (1)). UU
Pers 1999 merupakan UU yang sangat protektif terhadap wartawan (jurnalis),
bukan terhadap setiap orang. Hak jawab dan hak koreksi hanya berlaku bagi
setiap orang yang telah dirugikan kepentingannya oleh pemberitaan pers, bukan
oleh pernyataan seseorang, bukan wartawan yang dikutip oleh dalam pemberitaan
pers.
Yang dilaporkan penulis kepada
Bareskrim Polri adalah pernyataan/pendapat/ penilaian para terlapor terhadap
nama baik dan harkat martabat penulis terkait calon pansel KPK. Padahal,
penulis sendiri tidak pernah tahu atau dihubungi untuk dicalonkan pemerintah
serta tidak ada klarifikasi para terlapor atas informasi pencalonan tersebut
kepada penulis sebagai pelapor.
Fakta tersebut memberikan petunjuk
awal bahwa laporan pengaduan pencemaran nama baik penulis oleh para terlapor
tidak ada relevansi dan keterkaitannya dengan UU Pers 1999 in casu fungsi Dewan Pers yang hanya
menjaga dan mengawasi kode etik jurnalis dan memberikan pertimbangan jika
terjadi sengketa atas pemberitaan pers. Subjek hukum UU Pers 1999 adalah
jurnalis dan perusahaan pers; objek hukum UU Pers 1999 adalah pemberitaan
pers. Emerson dan Adnan bukan subjek hukum UU Pers, termasuk Said Z Abidin.
Merujuk perkembangan terakhir terkait pelaporan penulis
tersebut ke Bareskrim, jelas bahwa kini pemberitaan pers dan opini yang
berkembang tengah diarahkan untuk “menggagalkan” harapan penulis, seorang
warga negara Indonesia memperoleh keadilan sesuai dengan sistem hukum yang
berlaku dalam ketatanegaraan RI di bawah UUD 1945. Upaya penggagalan tersebut
dilakukan dengan mengatasnamakan kebebasan berdemokrasi sebagaimana tercantum
dalam berita Kompas 27 Juli 2015: “Penggunaan delik
defamasi untuk menjerat para penggiat antikorupsi merupakan ancaman baru bagi
demokrasi di Indonesia”.
Dengan
kata lain, upaya penulis untuk memperoleh keadilan yang dijamin oleh UUD 1945
dinilai dan “dihakimi” sebagai ancaman terhadap demokrasi dan khususnya
terhadap kebebasan berekspresi dan bertukar pendapat. Tulisan wartawan Kompas 27 Juli 2015 jelas telah dengan sengaja dan
direncanakan untuk “membenturkan/mengonflikkan” penulis dengan dunia pers dan
sistem demokrasi menurut pandangan jurnalis. Pernyataan tersebut amat keliru
dan menyesatkan sekaligus merupakan “pembunuhan karakter” yang telah
menyimpang dari kode etik jurnalistik.
Namun,
penulis tidak akan mempersoalkannya, tetapi tetap fokus pada kelanjutan
proses pengaduan penulis atas pencemaran nama baik yang telah dilakukan oleh
Emerson Yuntho, Adnan Topan Husodo, dan Said Z Abidin. Yang penting diketahui
publik bahwa antara penulis dan pihak terlapor tidak ada pertukaran pendapat
dan yang terjadi bahwa terlapor membuat pernyataan sepihak yang telah
“menista” pelapor di muka umum.
Pernyataan
terlapor telah bertentangan dengan asas dan tujuan (Pasal 3, Pasal 4 jo Pasal
6 jo Pasal 1 angka 1) UU RI Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Hukum (UU KMPU 1998) bahwa penyampaian pendapat
di muka umum wajib dan bertanggung jawab untuk a.l. menghormati hak-hak dan
kebebasan orang lain, menghormati aturan moral yang berlaku umum, dan menaati
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
artikel Agus Sudibyo dan berita Kompas tanggal 27Juli 2015, UU KMPU 1998
tidak pernah dikutip dan dibahas UU KMPU 1998
secara rinci karena sesungguhnya di dalam UU tersebut tercermin spirit dan
jiwa kebebasan menyampaikan ekspresi dan berpendapat. Berita Kompas 27 Juli
2015 juga telah menempatkan posisi penulis berhadapan dan berlawanan dengan
penggiat antikorupsi. Berita tersebut provokatif
dan sangat berlebihan serta naif karena penulis yang telah berpengalaman
lebih dari sepuluh tahun berjuang menyusun strategi perundang-undangan
antikorupsi di Indonesia dan pada level internasional sebagai expert UNDOC untuk UNCAC dan ikut
serta menyusun “International
Implementing Guide for the UNCAC”, serta penulis satu-satunya ahli hukum
yang mewakili Indonesia pada forum ahli tersebut. Tuduhan tersebut
jelas telah mendiskreditkan penulis di hadapan masyarakat Indonesia dan
masyarakat internasional.
Laporan
pengaduan pencemaran nama baik ke Bareskrim Polri tengah berproses dan tidak
ada alasan untuk menunda pemeriksaan terlapor sampai tuntas dengan alasan
menunggu keputusan Dewan Pers. Jika Bareskrim tidak menindaklanjuti laporan
pengaduan pencemaran nama baik tanpa bukti hukum yang jelas dan kuat, ada
ancaman pidana pelanggaran Pasal 216 KUHP dan ancaman pidana yang sama juga
bagi pihak-pihak yang menggagalkan proses penegakan hukum oleh aparat penegak
hukum tidak terkecuali.
Pertimbangan
Dewan Pers terkait permohonan para terlapor tidak bersifat pro-justisia dan hanya didasarkan pada
bentuk MoU yang tidak mengikat secara hukum dan Bareskrim Polri dapat
menindaklanjuti laporan pengaduan pencemaran nama baik penulis berdasarkan
KUHP sampai tuntas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar