Senin, 26 Agustus 2013

Tes Keperawanan, Perlukah?

Tes Keperawanan, Perlukah?
Norma Sari  ;    Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah,
Dosen FH Universitas Ahmad Dahlan
REPUBLIKA, 24 Agustus 2013


Wacana akan dilaksanakan tes keperawanan bagi pelajar SMA menuai pro dan kontra dari masyarakat. Wacana tersebut didasari temuan di lapangan ada dugaan pelajar putri yang terlibat dalam kasus perdagangan manusia dan pelacuran. 

Tidak dimungkiri fenomena arisan seks pelajar, pesta seks pelajar, prostitusi pelajar, mucikari pelajar, perdagangan orang, aborsi, kehamilan tidak diinginkan akibat seks bebas, married by accident, semakin mudanya umur pemohon dispensasi perkawinan, serta perceraian karena pernikahan dini, sangat mengoyak sendi-sendi kehidupan masa depan remaja. Padahal, mereka adalah aset masa depan bangsa dan negara. 

Munculnya ide tes keperawanan untuk mengatasi problem tersebut memicu pertanyaan-pertanyaan kritis dalam beberapa pertimbangan. Pertama, dasar penyelenggaraan tes. Idealnya, pendidikan bisa membentuk pribadi yang tidak akan melanggar larangan agama, kesusilaan, sekaligus hukum, seperti berzina.
Menjaga kesucian manusia dengan tidak melakukan aktivitas seksual yang terlarang juga menjadi bagian ketaatan akan hidup dalam tatanan budaya yang dianut. Saat kondisi yang dicita-citakan tidak tercapai, apakah hal tersebut menjadi dasar dilakukan tes keperawanan untuk lebih menguatkan spiritual keagamaan, pengendalian diri, dan kepribadian? Atau, tes dimaknai bagian dari pembudayaan anak didik? Sulit menarik korelasi yang erat antara dasar-dasar pendidikan dan urgensi melakukan tes. 
Kedua, definisi, kualifikasi, dan persepsi perawan. Perawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan belum pernah bersetubuh dengan laki-laki; masih murni (untuk anak perempuan). Kualifikasi perawan secara sederhana diukur secara fisik, yakni masih utuhnya selaput dara. Persepsi tentang perawan di masyarakat sering kali dilekatkan dengan persepsi kesucian dan persepsi tentang perempuan baik-baik. 

Bagaimana dengan perempuan yang melakukan hubungan seksual, tetapi selaput daranya utuh? Apakah masih terkualifikasikan perawan dan terpersepsikan suci dan wanita baik-baik? Bagaimana pula dengan perempuan yang selaput daranya tidak utuh karena kecelakaan atau perkosaan? Definisi, kualifikasi, dan persepsi perawan harus secara hati-hati diuraikan karena menyangkut dimensi agama, kesusilaan, dan hukum. Kegagalan merumuskan secara tepat justru akan berdampak buruk dalam proses panjang pendidikan.

Ketiga, sudut pandang keadilan relasi laki-laki dan perempuan. Dalam hubungan seksual, perempuan dan laki-laki sama-sama terlibat meskipun secara fisik akibatnya cenderung pada perempuan. Namun, menempatkan perempuan sebagai subjek tes justru berarti menjadikannya objek tumpuan kesalahan.
Hal ini menyalahi prinsip pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Persepsi bahwa perempuan adalah objek sangat tidak ramah perempuan. 

Keempat, efektivitas solusi atas tujuan utama. Jika tes keperawanan ditujukan untuk mengurangi perilaku menyimpang, seberapa besar dampak negatif yang ditimbulkan dibandingkan dengan efektivitas penyelesaian masalah. Tawaran solusi yang lebih filosofis sekaligus realistis adalah menguatkan pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan agama, terutama di sekolah dan keluarga.
Pendidikan agama dalam hal ini se- cara khusus bertujuan membentuk pribadi yang kuat dilandasi iman dan takwa akan menjauhi perbuatan yang dilarang. 

Sebagai contoh dalam Islam dikenal satu di antara prinsip tentang menjaga nasab (keturunan). Sebagai penjagaan terhadap nasab, maka Islam mengharamkan perzinaan dan segala sarana yang mengantarkan pada perbuatan tersebut, seperti berbicara, melihat, dan mendengarkan hal-hal yang haram yang memicu terjadinya perbuatan zina. Dampak perzinaan membawa kerusakan yang sangat besar, misalnya ternodainya kehormatan dan harga diri seseorang serta tercampurnya nasab dan keturunan secara tidak jelas. 

Selain itu, perzinaan akan melunturkan kesakralan institusi pernikahan yang merupakan ikatan yang sangat kuat lahir batin, bukan kontraktual semata. Masih banyak lagi kerusakan yang timbul akibat perzinaan, termasuk penularan penyakit seksual kepada keturunan yang tidak berdosa. Itulah sebabnya hubungan laki-laki dan perempuan diatur sedemikian rupa agar tatanan masyarakat senantiasa seimbang.

Penyampaian materi dan nilai-nilai pendidikan kesehatan reproduksi dan pendidikan agama tidak harus selalu dengan model interaksi pendidik dengan anak didik. Sekolah perlu mengembangkan pendidik sebaya (peer educator) untuk melengkapi celah yang tidak tersentuh dalam interaksi guru dan siswa.
Banyak remaja yang melakukan aktivitas seks bebas maupun prostitusi akibat bujukan dan pengaruh teman sebaya. 

Pentingnya pengaruh teman sebaya justru menjadi kata kunci untuk menggarap segmen ini sebagai bagian dari upaya pencegahan. Remaja sering kali lebih bebas membicarakan secara jujur dan terbuka kepada temannya seputar perilakunya dibandingkan dengan guru atau orang tua.
Menguatkan basis pendidikan di dalam keluarga juga menjadi kunci agar persoalan pendidikan tidak semata-mata ditumpukan kepada guru di sekolah.
Sebagian besar waktu remaja dihabiskan di sekolah dan rumah. Fenomena arisan seks yang dilakukan di rumah dengan modus belajar kelompok atau aktivitas prostitusi dengan jaringan telepon genggam mengindikasikan semakin lemahnya kontrol keluarga. 

Peran dan sensitivitas orang tua untuk mendidik anaknya semakin lemah.
Kedekatan anak dengan orang tua dalam komunikasi terbuka, terutama soal perilaku dan pergaulan, juga jarang intensitasnya. Menyelamatkan generasi muda dari perilaku seks bebas dan menyimpang adalah tujuan mulia yang menuntut tanggung jawab kita bersama. Bukan hanya perlu, melainkan menjadi agenda mendesak. Namun, menyelesaikan persoalan harus disertai dengan dasar yang kuat. Uraian pertimbangan sekaligus alternatif solusi menjadi tawaran untuk menyimpulkan perlu tidaknya tes keperawanan dilakukan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar