|
SURVEI politik sekarang menjadi
kekuatan politik yang sangat menentukan. Setiap kali pemilihan umum (pemilu)
atau pemilu kepala daerah (kada) digelar, setiap mata akan tertuju kepada hasil
lembaga survei. Prediksi lembaga survei seakan menjadi harga mati sehingga
mustahil maju dalam pemilu atau pemilu kada tanpa bantuan lembaga survei. Bagi
tokoh yang popularitasnya masih di bawah standar, lembaga survei menjadi acuan
untuk mendongkrak popularitasnya.
Hasil data dalam survei, dengan demikian, bukan lagi sebuah
data kuantitatif dan kualitatif, melainkan data politik yang bisa digunakan
untuk mendulang keuntungan. Karena begitu menentukan, sering kali politik
survei tidak lagi bermakna data, melainkan alat politik untuk strategi
kemenangan. Karena menjelma sebagai strategi, survei politik sangat rawan,
mudah dipermainkan, mudah dipesan, bahkan bisa jadi menjadi alat pembodohan
publik.
Posisi krusial survei politik menjadikan lembaga survei
masuk lingkaran ranah industri. Survei bukan lagi soal penelitian dan angka,
melainkan soal politik angka yang berujung kepada pesanan politik. Bagi siapa
yang mempunyai kekuatan dana yang kuat, survei bisa dijadikan alat politik
untuk mendulang popularitas. Lembaga survei menjelma menjadi industri politik
yang sangat rawan, dekat dengan manipulasi, penuh retorika yang semu, dan makin
absen dalam meningkatkan kualitas demokrasi kita.
Absurditas survei
Lembaga survei politik bukanlah sekadar lembaga yang
menyajikan survei untuk komoditas industri media, melainkan menjadi kontrol
demokrasi bagi kemajuan negara. Sayangnya, lembaga survei di Indonesia justru
berlomba menjadi agen industri media. Tidak sedikit juga lembaga survei yang
justru dipesan untuk memenangkan partai politik (parpol) atau tokoh tertentu. Akhirnya,
lembaga survei sudah tidak lagi menjadi bagian proses demokratisasi, tetapi
agen industri dan agen politik yang saling meng untungkan.
Karena bergerak menjadi bagian komoditas politik, lembaga
survei justru mengha dirkan beragam problemnya sendiri. Pertama, rakyat menjadi
pemilih sesungguhnya yang sejati dan cerdas. Rakyat bukanlah suporter yang
dijadikan korban dalam mobilisasi politik. Karena sudah dipesan, lembaga survei
akhirnya melakukan penggiringan opini kepada rakyat. Partai atau tokoh yang
selama ini tidak memihak rakyat kemudian dipersepsikan dengan berbagai survei
sebagai tokoh yang dekat dan dermawan dengan rakyat.
Kedua, dengan tema-tema survei mereka, lembaga survei
seharusnya menghadirkan harapan kepada
rakyat. Sayangnya, lembaga survei selama
ini justru menghadirkan pesimisme bagi rakyat karena hasil dan tema survei
sering kali tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami rakyat. Tema-tema survei
juga elitis, bahkan terkesan pesanan elite politik tertentu. politik tertentu.
Ketiga, survei politik sering kali menghadirkan persaingan
politik yang tidak sehat. Parpol atau tokoh kemudian melakukan cara-cara
kampanye dan strategi pemenangan yang tidak cerdas dan tidak beradab. Akhirnya,
yang terjadi ialah money politic yang makin menggila dalam setiap pemilu dan
pemilu kada. Karena survei politiknya rendah, money politic menjadi cara untuk
kemenangan.
Tragisnya, lembaga survei menggiring opini semua menjadi pemenang. Apa pun dilakukan untuk menjadi pemenang.
Tragisnya, lembaga survei menggiring opini semua menjadi pemenang. Apa pun dilakukan untuk menjadi pemenang.
Keempat, survei politik telah mematikan satu titik langkah
menuju demokrasi. Karena perannya yang makin besar, lembaga survei kemudian
dijadikan alat politik untuk memenangkan. Parpol dan elite enggan dan malas
bekerja untuk rakyat, mereka lebih memilih bekerja untuk mendapatkan apresiasi
lembaga survei. Ini jelas mematikan proses demokrasi karena satu titik proses
demokrasi dihambat sehingga rakyat yang menjadi korban.
Pendangkalan
demokrasi
Ketika survei politik mengalami distorsi dengan polanya
sendiri, terjadilah pendangkalan demokrasi. Demokrasi ditentukan lembaga survei
karena lembaga survei memainkan hasil survei bersama dengan kalkulasi politik
yang dimainkan. Pendangkalan lahir ketika lembaga survei memproduksi fakta yang
sesuai `pesanan' kepada rakyat melalui beragam cara yang telah diprogramkan.
Jebakan demokrasi berlangsung karena `pesanan politik' sering kali menjadi
industri politik, baik dilakukan parpol, lembaga survei, maupun industri media.
Pendangkalan demokrasi berada dalam perangkap politik
survei itu dalam konsep representasi Stuart Hall (1997:25) dipandang sebagai
makna yang dibuat si pembuatnya sehingga menghasilkan makna yang dikehendaki.
Mak na yang lahir dari hasil survei politik berada di tangan lembaga survei,
kemudian direpresentasikan sebagai survei (di tangan) rakyat. Rakyat seolah
menjadi pemain utama dalam survei itu sehingga makna yang hadir sebenarnya
ialah makna yang diinginkan rakyat.
Karena melakukan reproduksi dan representasi makna, menurut
Donny Gahral Adian (2012), lembaga survei sebenarnya mirip dengan selecting committee yang merekayasa
fakta suara, bukan merekam suara rakyat. Mereka membangun opini publik, bukan
merekam opini publik. Bagi Donny, itu sangat berbahaya karena demokrasi
dilakukan secara manipulatif, sesuai dengan keinginan lembaga survei, dengan
lembaga survei memaksakan patokannya sendiri.
Manipulasi berdemokrasi jelas menjadi indikasi runtuhnya
jati diri kerakyatan. Demokrasi kemudian menjadi elitekrasi, hanya suara kaum
elite yang dijadikan sebagai pegangan dalam kebijakan publik. Lembaga survei menjadi
lembaga politik kaum elite, hanya membahas dan mengkaji kepentingan kaum elite,
jarang sekali mengkaji kepentingan rakyat. Kalau pola demikian terus
berlangsung, lembaga survei politik berkembang menjadi bom politik yang
digunakan untuk mengais keuntungan dari sorak ramainya gelanggang politik yang
manipulatif.
Pertarungan politik menjelang 2014 akan menjadi ajang
kompetisi lembaga survei untuk melakukan kongkalikong politik dengan partai dan
industri media. Bersyukur, kalau lembaga survei mampu menjadi penjaga
keseimbangan berdemokrasi. Sangat menyesal, kalau lembaga survei makin
memanfaatkan kebobrokan sistem politik ini untuk mengais keuntungan dan
kekayaan.
Dari sini, rakyat sangat berharap kepada lembaga survei
politik bersikap independen, bermartabat, dan konstitusional. Survei politik
sebenarnya sangat berguna membangun demokrasi sehingga rakyat mendapatkan
pencerahan politik untuk membangun demokrasi yang bermartabat bagi Indonesia
masa depan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar