Minggu, 25 Agustus 2013

Politik Survei dan Pendangkalan Demokrasi

Politik Survei dan Pendangkalan Demokrasi
Muhammadun ;    Analis Studi Politik pada Program Pascasarjana UIN Yogyakarta
MEDIA INDONESIA, 24 Agustus 2013


SURVEI politik sekarang menjadi kekuatan politik yang sangat menentukan. Setiap kali pemilihan umum (pemilu) atau pemilu kepala daerah (kada) digelar, setiap mata akan tertuju kepada hasil lembaga survei. Prediksi lembaga survei seakan menjadi harga mati sehingga mustahil maju dalam pemilu atau pemilu kada tanpa bantuan lembaga survei. Bagi tokoh yang popularitasnya masih di bawah standar, lembaga survei menjadi acuan untuk mendongkrak popularitasnya.

Hasil data dalam survei, dengan demikian, bukan lagi sebuah data kuantitatif dan kualitatif, melainkan data politik yang bisa digunakan untuk mendulang keuntungan. Karena begitu menentukan, sering kali politik survei tidak lagi bermakna data, melainkan alat politik untuk strategi kemenangan. Karena menjelma sebagai strategi, survei politik sangat rawan, mudah dipermainkan, mudah dipesan, bahkan bisa jadi menjadi alat pembodohan publik.

Posisi krusial survei politik menjadikan lembaga survei masuk lingkaran ranah industri. Survei bukan lagi soal penelitian dan angka, melainkan soal politik angka yang berujung kepada pesanan politik. Bagi siapa yang mempunyai kekuatan dana yang kuat, survei bisa dijadikan alat politik untuk mendulang popularitas. Lembaga survei menjelma menjadi industri politik yang sangat rawan, dekat dengan manipulasi, penuh retorika yang semu, dan makin absen dalam meningkatkan kualitas demokrasi kita.

Absurditas survei

Lembaga survei politik bukanlah sekadar lembaga yang menyajikan survei untuk komoditas industri media, melainkan menjadi kontrol demokrasi bagi kemajuan negara. Sayangnya, lembaga survei di Indonesia justru berlomba menjadi agen industri media. Tidak sedikit juga lembaga survei yang justru dipesan untuk memenangkan partai politik (parpol) atau tokoh tertentu. Akhirnya, lembaga survei sudah tidak lagi menjadi bagian proses demokratisasi, tetapi agen industri dan agen politik yang saling meng untungkan.

Karena bergerak menjadi bagian komoditas politik, lembaga survei justru mengha dirkan beragam problemnya sendiri. Pertama, rakyat menjadi pemilih sesungguhnya yang sejati dan cerdas. Rakyat bukanlah suporter yang dijadikan korban dalam mobilisasi politik. Karena sudah dipesan, lembaga survei akhirnya melakukan penggiringan opini kepada rakyat. Partai atau tokoh yang selama ini tidak memihak rakyat kemudian dipersepsikan dengan berbagai survei sebagai tokoh yang dekat dan dermawan dengan rakyat.

Kedua, dengan tema-tema survei mereka, lembaga survei seharusnya menghadirkan harapan kepada 
rakyat. Sayangnya, lembaga survei selama ini justru menghadirkan pesimisme bagi rakyat karena hasil dan tema survei sering kali tidak sesuai dengan kenyataan yang dialami rakyat. Tema-tema survei juga elitis, bahkan terkesan pesanan elite politik tertentu. politik tertentu.

Ketiga, survei politik sering kali menghadirkan persaingan politik yang tidak sehat. Parpol atau tokoh kemudian melakukan cara-cara kampanye dan strategi pemenangan yang tidak cerdas dan tidak beradab. Akhirnya, yang terjadi ialah money politic yang makin menggila dalam setiap pemilu dan pemilu kada. Karena survei politiknya rendah, money politic menjadi cara untuk kemenangan.
Tragisnya, lembaga survei menggiring opini semua menjadi pemenang. Apa pun dilakukan untuk menjadi pemenang.

Keempat, survei politik telah mematikan satu titik langkah menuju demokrasi. Karena perannya yang makin besar, lembaga survei kemudian dijadikan alat politik untuk memenangkan. Parpol dan elite enggan dan malas bekerja untuk rakyat, mereka lebih memilih bekerja untuk mendapatkan apresiasi lembaga survei. Ini jelas mematikan proses demokrasi karena satu titik proses demokrasi dihambat sehingga rakyat yang menjadi korban.

Pendangkalan demokrasi

Ketika survei politik mengalami distorsi dengan polanya sendiri, terjadilah pendangkalan demokrasi. Demokrasi ditentukan lembaga survei karena lembaga survei memainkan hasil survei bersama dengan kalkulasi politik yang dimainkan. Pendangkalan lahir ketika lembaga survei memproduksi fakta yang sesuai `pesanan' kepada rakyat melalui beragam cara yang telah diprogramkan. Jebakan demokrasi berlangsung karena `pesanan politik' sering kali menjadi industri politik, baik dilakukan parpol, lembaga survei, maupun industri media.

Pendangkalan demokrasi berada dalam perangkap politik survei itu dalam konsep representasi Stuart Hall (1997:25) dipandang sebagai makna yang dibuat si pembuatnya sehingga menghasilkan makna yang dikehendaki. Mak na yang lahir dari hasil survei politik berada di tangan lembaga survei, kemudian direpresentasikan sebagai survei (di tangan) rakyat. Rakyat seolah menjadi pemain utama dalam survei itu sehingga makna yang hadir sebenarnya ialah makna yang diinginkan rakyat.

Karena melakukan reproduksi dan representasi makna, menurut Donny Gahral Adian (2012), lembaga survei sebenarnya mirip dengan selecting committee yang merekayasa fakta suara, bukan merekam suara rakyat. Mereka membangun opini publik, bukan merekam opini publik. Bagi Donny, itu sangat berbahaya karena demokrasi dilakukan secara manipulatif, sesuai dengan keinginan lembaga survei, dengan lembaga survei memaksakan patokannya sendiri.

Manipulasi berdemokrasi jelas menjadi indikasi runtuhnya jati diri kerakyatan. Demokrasi kemudian menjadi elitekrasi, hanya suara kaum elite yang dijadikan sebagai pegangan dalam kebijakan publik. Lembaga survei menjadi lembaga politik kaum elite, hanya membahas dan mengkaji kepentingan kaum elite, jarang sekali mengkaji kepentingan rakyat. Kalau pola demikian terus berlangsung, lembaga survei politik berkembang menjadi bom politik yang digunakan untuk mengais keuntungan dari sorak ramainya gelanggang politik yang manipulatif.

Pertarungan politik menjelang 2014 akan menjadi ajang kompetisi lembaga survei untuk melakukan kongkalikong politik dengan partai dan industri media. Bersyukur, kalau lembaga survei mampu menjadi penjaga keseimbangan berdemokrasi. Sangat menyesal, kalau lembaga survei makin memanfaatkan kebobrokan sistem politik ini untuk mengais keuntungan dan kekayaan.

Dari sini, rakyat sangat berharap kepada lembaga survei politik bersikap independen, bermartabat, dan konstitusional. Survei politik sebenarnya sangat berguna membangun demokrasi sehingga rakyat mendapatkan pencerahan politik untuk membangun demokrasi yang bermartabat bagi Indonesia masa depan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar