Cermat
Menggunakan Frasa ”Tidak Menutup Kemungkinan” Nur Adji ; Penyelaras Bahasa Kompas |
KOMPAS,
06 Maret
2021
Tidak hanya kalangan awam, kalangan yang
setiap hari bergulat dengan bahasa, kini, sangat keranjingan menggunakan
gabungan kata tidak menutup kemungkinan. Ada yang latah, ada pula yang dengan
penuh keyakinan menggunakannya. Adakah yang keliru dari penulisan gabungan
kata itu? Tidak ada yang keliru sebenarnya. Tidak
menutup kemungkinan berarti ’kemungkinan yang akan terjadi atau kemungkinan
yang dilakukan bisa saja terjadi’. Bisa juga berarti ’terbuka kemungkinan
atau terbuka peluang untuk terjadinya sesuatu’. Yang keliru adalah jika gabungan kata
tersebut tidak digunakan atau ditempatkan pada posisi yang sebenarnya.
Ujung-ujungnya, penggunaan atau pemosisian yang tidak tepat dapat menimbulkan
taksa. Berikut beberapa contoh yang diambil dari
judul berita sejumlah media massa daring. 1. Antonio
Conte Tak Menutup Kemungkinan Ganti Taktik 2. Arie
Kriting Tak Menutup Kemungkinan Terjun ke Politik 3. Menko
Luhut: Pemerintah Tak Menutup Kemungkinan Melarang Mudik Tahun Ini 4. Tito:
Tidak Menutup Kemungkinan KNPB Ditetapkan Sebagai Organisasi Terlarang 5. Tidak
Menutup Kemungkinan PDIP Usung Anies di Pilkada DKI Jakarta 6. Kemenhub:
Tak Menutup Kemungkinan, Pemerintah Akan Larang Mudik 2019 7. Pasien
yang Sembuh dari Virus Korona Tidak Menutup Kemungkinan Tertular Kembali Tujuh contoh itu menunjukkan empat hal yang
berbeda. Contoh 1-3 memperlihatkan bahwa yang ”tidak menutup kemungkinan”
adalah subyek kalimat (Antonio Conte, Arie Kriting, dan Pemerintah). Contoh 4 dan 5 menunjukkan bahwa subyek
atau pelaku yang ”tidak menutup kemungkinan” tidak jelas. Bisa seseorang,
seperti Tito; bisa juga lembaga, seperti KNPB dan PDIP. Adapun contoh 6 menunjukkan bahwa subyek
kalimat sudah jelas (pemerintah).
Namun, subyek kalimat tidak diletakkan di awal, tetapi di tengah.
Kelihatannya penulis ingin mementingkan predikat daripada subyeknya. Demikian pula contoh 7. Subyek yang ”tidak
menutup kemungkinan” sangat jelas (pasien yang sembuh dari virus korona).
Namun, ketidaksesuaian antara subyek dan predikat menyebabkan maknanya
berbeda. Secara gramatikal tidak salah, tetapi keliru secara leksikal. Hindari
taksa Pada contoh 1-3, penempatan ”tak menutup
kemungkinan” yang tepat menyebabkan makna kalimat menjadi jelas. Selain
gramatikal, ketiga contoh tersebut juga tepat secara leksikal. Ketiga kalimat
sesuai tata bahasa dan sesuai secara makna. Karena lawan yang dihadapi berbeda-beda,
Conte, Pelatih Inter Milan, mungkin atau ada kemungkinan atau bisa jadi akan
mengubah taktik untuk meraih kemenangan. Arie Kriting mungkin, ada kemungkinan, atau
bisa jadi akan berkiprah di bidang politik kalau ingin memperbaiki daerah. Pemerintah, menurut Menko Luhut, mungkin,
ada kemungkinan, atau bisa jadi akan melarang mudik untuk mencegah penyebaran
korona. Namun, contoh 4 dan 5 tidak jelas
menunjukkan siapa subyek yang ”tak menutup kemungkinan”. Jika melihat pola
kalimatnya, pola kedua kalimat tersebut sama (predikat + subyek + pelengkap),
tetapi pengertian yang muncul berbeda. Dalam contoh Tito: Tidak Menutup
Kemungkinan KNPB Ditetapkan sebagai Organisasi Terlarang, kita beranggapan
bahwa KNPB merupakan subyek kalimat. Ada penginversian di situ, dari kalimat KNPB Tidak Menutup Kemungkinan Ditetapkan
sebagai Organisasi Terlarang. Jika demikian, KNPB, sebagai subyek, ”tidak
menutup kemungkinan” ditetapkan sebagai organisasi terlarang. Padahal, fakta
sesungguhnya dari pernyataan Tito adalah KNPB ”tidak tertutup kemungkinan”
akan ditetapkan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah, yang diwakili
Mendagri Tito, tidak menutup kemungkinan akan menetapkan KNPB sebagai
organisasi terlarang. Mestinya judul berita tersebut adalah Tito: Pemerintah
Tidak Menutup Kemungkinan Menetapkan KNPB sebagai Organisasi Terlarang. Jika tetap ingin menggunakan kalimat
inversi, bisa juga mengganti judul tersebut menjadi Tito: Tidak Tertutup
Kemungkinan KNPB Ditetapkan sebagai Organisasi Terlarang. Bisa juga dibuat
menjadi jelas seperti Tito: Tidak Menutup Kemungkinan Pemerintah Tetapkan
KNPB sebagai Organisasi Terlarang. Pengubahan juga dapat dilakukan terhadap
kalimat pada contoh 5. Pengubahan pertama menjadi Tidak Tertutup Kemungkinan
PDIP Usung Anies di Pilkada DKI Jakarta atau PDIP Tidak Menutup Kemungkinan
Usung Anies di Pilkada DKI Jakarta. Kalimat inversi Tidak Menutup Kemungkinan
PDIP Usung Anies di Pilkada DKI Jakarta ada baiknya tidak digunakan untuk
menghindari taksa. Kalimat tersebut dapat bermakna ’ada orang atau lembaga
yang tidak menutup kemungkinan menganggap PDIP mengusung Anies di Pilkada DKI
Jakarta’, bisa juga bermakna ’PDIP mungkin, ada kemungkinan, atau bisa jadi
mengusung Anies di Pilkada DKI Jakarta’. Judul berita lebih baik menghindari taksa,
kecuali jika memang ingin mencari sensasi, atau mau mengelirukan pembaca. Contoh 6 memiliki pola yang sama dengan
contoh 5. Hanya saja, peluang untuk taksa akan terjadi karena penempatan
predikat di awal meski sudah diakali dengan pemakaian tanda koma. Saran perbaikan untuk contoh 5 bisa seperti
ini: Kemenhub: Pemerintah Akan Larang Mudik 2019. Selain jelas, kalimat tidak
akan ditafsirkan lain. Dari beberapa contoh di atas, contoh 7
memperlihatkan contoh kalimat yang tidak logis. Secara tata bahasa, kalimat
ini tidak salah. Pola dasar kalimat sudah terpenuhi, yang terdiri dari subyek
dan predikat (Pasien yang Sembuh dari Virus Korona Tidak Menutup Kemungkinan
Tertular Kembali). Namun, secara leksikal, maknanya tidak
tepat. Apakah pasien yang sudah sembuh dari virus korona membuka kemungkinan
bagi dirinya untuk tertular kembali? Frasa tidak menutup kemungkinan
tergolong frasa aktif, yang menunjukkan bahwa subyek atau pelaku melakukan
suatu perbuatan. Barangkali si pembuat berita bermaksud
mengingatkan kepada pembaca bahwa ”pasien yang sembuh dari virus korona bisa
jadi akan tertular kembali”. Maka, kalimat yang dimaksud mestinya adalah
Pasien yang Sembuh dari Virus Korona Tidak Tertutup Kemungkinan Tertular
Kembali. Kesalahan menggunakan gabungan kata tidak
menutup kemungkinan yang sedang tren itu menyebabkan maksud yang diinginkan
jadi tidak tersampaikan. Kalimat menjadi taksa, kabur, atau meragukan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar