Rabu, 10 Maret 2021

 

Belajar Merdeka Melalui Merdeka Belajar

 Abdul Haris ; Wakil Rektor Universitas Indonesia Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

                                                        KOMPAS, 09 Maret 2021

 

 

                                                           

Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diteken melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 menjadi angin segar bagi insan pendidikan tinggi di Indonesia. Salah satu gebrakan Menteri Nadiem Makarim dalam paket kebijakan itu adalah hak belajar tiga semester di luar program studi (prodi).

 

Dengan aturan tersebut, mahasiswa dapat memilih beraneka kegiatan, mulai dari pertukaran pelajar, magang, asistensi mengajar, riset, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, proyek independen, hingga membangun desa yang kemudian dikonversi dan diakui menjadi kredit nilai.

 

Mas Menteri (demikian ia akrab disapa) dalam pemaparannya mengatakan bahwa sebelumnya, mahasiswa ibarat seorang perenang yang hanya dilatih satu gaya renang saja di sebuah kolam yang teduh. Naasnya, di kehidupan pascakampus, mahasiswa dihadapkan pada laut bebas dengan ombak berkecamuk dan dituntut untuk menguasai berbagai macam gaya. Tak ayal perenang itu terseok-seok, bahkan terseret arus karena tidak menguasai medan.

 

Analogi tersebut tidak berlebihan mengingat masih tingginya mismatch antara universitas dan industri. Lembaga Demografi Universitas Indonesia pada 2015 mencatat ada 53,33 persen  ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan berdasarkan tingkat pendidikan dan upah yang didapat (vertical mismatch) serta ketidaksesuaian antara pekerjaan dan pendidikan berdasarkan kesesuaian kemampuan pekerjaan dengan bidang pekerjaan (horizontal mismatch) sebesar 60,52 persen.

 

Melalui hak belajar tiga semester di luar program studi itu, mahasiswa kini memiliki keleluasaan menentukan sendiri aktivitas belajarnya dan memilih sendiri keterampilan yang hendak dikuasai sebagai bekal menghadapi dunia kerja sesuai dengan proyeksi karier masing-masing.

 

Kemerdekaan akademik

 

Kemerdekaan adalah rasa lepas dari segala bentuk ketergantungan dan paksaan. Sementara dalam kebijakan MBKM ini, kemerdekaan adalah kunci keberhasilan implementasinya.

 

Dengan kebebasan, mahasiswa ditantang menjadi pembelajar yang aktif dan mandiri. Merdeka berpikir, leluasa bersikap, bebas menentukan tujuan, dan berani mengajukan solusi permasalahan. Dengan kelapangan itu pula, para birokrat kampus jadi berpeluang untuk membuka kolaborasi bersama institusi pendidikan, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat.

 

Dosen tidak hanya menguasai laboratorium dan ruang kelas, tetapi juga menguasai kemampuan negosiasi dan membangun jejaring dengan berbagai mitra. Silaturahmi budaya inilah yang akan memperkaya perspektif dan kreativitas kita sehingga demikian inovasi terus tumbuh. Tidak ada kreativitas dan inovasi tanpa kemerdekaan berpikir dan kemerdekaan bertindak.

 

Napas kebijakan Kampus Merdeka juga selaras dengan prinsip kebebasan akademik dan otonomi pendidikan tinggi. Magna Charta Universitatum (1988) menegaskan bahwa universitas adalah lembaga otonom yang menjadi jantung peradaban.

 

Untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dunia, pembelajaran dan penelitian di universitas harus merdeka secara moral dan intelektual dari segala jenis paksaan.

 

Kampus merdeka adalah kebijakan yang sangat humanistik dan inklusif karena ia mengamini bahwa bakat setiap mahasiswa itu penting. Sekaligus mengafirmasi bahwa setiap minat individu perlu difasilitasi. Mahasiswa dapat mendesain sendiri mata kuliah dan aktivitas belajarnya secara aktif dan mandiri.

 

Tridharma

 

Hak belajar tiga semester di luar prodi juga dapat disinkronkan dengan pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi, yakni pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

 

Dari segi pengajaran, kebijakan ini memungkinkan mahasiswa mengambil mata kuliah lintas jurusan, fakultas, dan bahkan universitas sehingga mahasiswa mempunyai pemahaman lintas disiplin. Di samping itu, kebijakan ini turut mengakui asistensi mengajar yang mungkin selama ini bersifat pro bono, kini ada insentif tambahan berupa nilai.

 

Dalam aspek penelitian, ada banyak aktivitas yang dapat dilakukan. Misalnya mahasiswa menggelar riset kolaborasi bersama dosen, memanfaatkan hibah dari universitas, pemerintah dan industri. Bisa juga penelitian lapangan di sejumlah wilayah di Indonesia, untuk menghasilkan publikasi yang memecahkan tantangan sosial.

 

Beraneka inovasi hasil riset dapat dikomersialisasi dan dihilirisasi untuk mendapatkan nilai tambah. Dalam kondisi pandemi sekarang ini, penelitian MBKM dapat diarahkan untuk membantu Pemerintah dalam menanggulangi Covid-19 di Indonesia.

 

Dari sisi pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa dapat melakukan proyek kemanusiaan, membangun desa, mengajar di pelosok, dan masih banyak kemungkinan lainnya.

 

Bayangkan jika perguruan tinggi mampu mengirim perwakilan mahasiswanya untuk turun ke 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, pasti banyak sekali masalah lokal dan nasional yang bisa diselesaikan oleh civitas academica.

 

Melalui partnership bersama kementerian dan pemerintah daerah, mahasiswa dapat membantu masyarakat setempat untuk menggali potensi lokal, memberdayakan masyarakat, dan menyebar inspirasi ke penjuru Nusantara.

 

Kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi mahasiswa, selama ia terbukti memberikan dampak positif, juga bisa diganjar dengan kredit. Ringkasnya, delapan bentuk kegiatan pembelajaran yang direkognisi Kemendikbud dalam MBKM dapat diartikulasikan menjadi berbagai program yang tidak terbatas, tergantung dari tiap-tiap kampus. Batasannya, kalaupun ada, adalah daya pikir dan kreasi para penentu kebijakan di perguruan tinggi masing-masing.

 

Implementasi MBKM

 

Kesuksesan implementasi MBKM mensyaratkan kolaborasi internal dan eksternal perguruan tinggi. Bidang akademik dan kemahasiswaan bertanggung jawab menyiapkan kurikulum, sistem akademik, dan sosialisasi kepada mahasiswa supaya aktif terlibat.

 

Dukungan finansial dan sarana prasarana juga sudah jelas dibutuhkan. Bagian riset dan inovasi bertugas memayungi semua kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

 

Tak lupa, universitas juga perlu secara aktif memperbanyak mitra kerja sama agar semakin banyak opsi yang dimiliki mahasiswa. Melihat signifikansinya, kebijakan Kampus Merdeka adalah proses transformasi budaya yang mengukuhkan perguruan tinggi menjadi organisasi yang harmonis.

 

Sebagai wujud komitmen dan antusiasme menyambut Kampus Merdeka, almamater kami, Universitas Indonesia, misalnya tengah merancang Center for Independent Learning (CIL). Lembaga ini nantinya akan menjadi motor penggerak utama pelaksanaan MBKM.

 

Secara garis besar fungsinya adalah sebagai penghimpun bentuk kegiatan pembelajaran, sebagai marketplace di mana mahasiswa dapat memilih menu-menu kegiatan belajar di luar prodi, juga sebagai pusat data pelaksanaan MBKM.

 

Mengingat bahwa kata kunci kebijakan ini adalah ”merdeka”, karena itu mahasiswa juga merdeka untuk memberikan usulan kegiatan yang belum tersedia. CIL sekaligus menjadi pusat administrasi untuk mahasiswa dari luar kampus lain yang ingin belajar dan meneliti di UI.

 

Saya percaya Kampus Merdeka efektif untuk mengasah kepekaan sosial dan daya kritis lewat berbagai rupa kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa. Kampus Merdeka adalah satu sarana merayakan dan mensyukuri anugerah nalar kritis yang dititipkan oleh Tuhan kepada insan terdidik.

 

Sebuah penegasan bahwa pimpinan universitas, dosen, peneliti, tenaga kependidikan, dan tentunya mahasiswa sebagai aktor utama dapat menjadi bebas dan memiliki kebebasan. Akhirnya, seperti impian luhur yang dicita-citakan oleh pemrakarsa pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, mahasiswa mampu memanfaatkan kebebasan itu untuk berpikir dan bertindak supaya ”menjadi manusia merdeka”. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar