Hoaks
Membangun, Apa Lagi?
Gun Gun Heryanto ; Direktur Eksekutif The Political Literacy
Institute;
Dosen Komunikasi
Politik UIN Jakarta
|
REPUBLIKA,
07 Januari
2018
Tahun baru saja berganti,
kontroversi pun langsung terjadi. Lagi-lagi pemicunya adalah pernyataan
publik dari elite yang kurang terukur, membingungkan, dan punya potensi
'mengganggu' logika dalam perang melawan hoaks yang dikumandangkan banyak
kalangan.
Pernyataan Ketua Badan
Siber dan Sandi Negara (BSSN) Mayjen TNI Purn Djoko Setiadi soal 'hoaks
membangun' langsung mendapat respons kritik bertubi-tubi sehingga tagar
#HoaxMembangun pun sempat menjadi trending topic nomor satu di Twitter.
Meskipun kemudian yang
bersangkutan meminta maaf, dan membuat klarifikasi bahwa pernyataannya hanya
mengetes reaksi publik. Ada dua pertanyaan mendasar, benarkah ada hoaks
membangun? Perlukah mengetes publik dengan cara mengenalkan istilah hoaks
membangun?
Karakteristik
hoaks
Dalam Cambridge Dictionary
(2017) disebutkan, hoaks adalah rencana untuk menipu sekelompok besar orang;
bisa juga diterjemahkan sebuah tipuan. Intinya hoaks adalah informasi yang
bukan berdasarkan fakta atau data melainkan tipuan dengan tujuan memperdaya
masyarakat dengan model penyebarannya yang masif.
Banyak versi asal mula
kata hoaks ini. Salah satunya ditelusuri secara serius oleh Museum of Hoaxes
(www.hoaxes.org ) yang berpusat di San Diego, Kalifornia, Amerika.
Sebuah lembaga yang
berperhatian mengidentifikasi, mengumpulkan, dan mengategorikan hoaks baik
sejarah, cerita, foto, dan klaim-klaim lain-lain dari zaman ke zaman di
berbagai negara.
Kata hoaks ditelusuri dari
sejarah asal katanya pertama kali populer digunakan pada pertengahan hingga
akhir abad ke-18. Berasal dari kata yang kerap digunakan oleh para pesulap,
yakni “hocus pocus”.
Istilah hocus pocus
sendiri pertama kali muncul awal abad ke-17. Kata tersebut, diambil dari nama
pesulap yang kerap menyebut sendiri namanya dengan julukan ‘The kings majesties
most excellent hocus pocus’.
Sebab, dalam setiap
penampilannya menggunakan beragam trik sulap, dia selalu melafalkan ucapan
atau mantra “hocus pocus, tontus talontus, vade celeriter jubeo”.
Pesulap yang terkenal
berikutnya menggunakan frasa “Hax pax max deus adimax”. Frasa yang digunakan
para pesulap ini sesungguhnya tiruan (atau sebenarnya ejekan) dari frasa yang
digunakan oleh para imam dari Gereja Katolik dalam prosesi transubstansiasi
“hoc est corpus”.
Menurut Richard A
Nicholas, dalam bukunya The Eucharist as the Center of Theology (2005),
transubstansiasi dalam bahasa Inggris transubstantiation, bahasa Latin
transsubstantiatio, adalah perubahan.
Menurut ajaran Gereja
Katolik, roti (atau hosti) dan anggur yang digunakan dalam Sakramen Ekaristi,
bukan semata-mata tanda atau simbol, melainkan juga merupakan tubuh dan darah
Yesus Kristus dalam kenyataan yang sebenarnya.
Kata kunci dalam memahami
hoaks ini adalah penipuan ke publik. Maksudnya, pembeda hoaks dengan penipuan
lainnya adalah pada karakteristiknya yang menjangkau khalayak luas, populer,
dan masif. Sehingga, biasanya ada jejaring yang kerap menghubungkan hoaks,
baik melalui media massa maupun media lainnya. Salah satu penyebab hoaks saat
ini yang mewabah adalah teknologi media sosial dan smart phone.
Sebab, banyak kanal
perbincangan warga difasilitasi oleh keduanya. Di media sosial, misalnya ada
Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain. Sementara itu, di smart phone
ada grup whatsapp (WA) dan blackberry messenger (BBM).
Terlebih saat ada banyak
momentum di mana warga terpolarisasi sedemikian rupa, seperti saat pilkada,
biasanya hoaks merajalela sebagai cara menipu, menghasut, serta menyebarkan
rumor dan fitnah.
Dari karakteristik hoaks
di atas, bisa dipastikan hoaks itu negatif, berpotensi destruktif, dan tidak
membangun! Jika kata membangun disandingkan dengan kritik mungkin saja bisa
diterima logikanya. Tetapi, kata membangun yang sandingkan dengan hoaks,
menurut penulis, itu sebuah kekeliruan sangat mendasar.
Coba perhatikan penggalan
kalimat Ketua Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) berikut "Kalau
menjatuhkan pemerintah, ujaran tidak baik, itu yang kita larang, kita redam.
Kalau hoaks yang sifatnya positif, yang mengkritik, itu saya rasa tidak
apa-apa."
Tampaknya, akan jauh lebih
pas jika bukan kata hoaks yang digunakan, melainkan kritik positif, ataupun
kritik membangun.
Manajemen
komunikasi
Argumen bahwa istilah
“hoaks membangun” dipakai sebagai gaya untuk mengetes publik dan hikmahnya
adalah sosialisasi adanya pelantikan, juga merupakan kekeliruan dalam
manajemen komunikasi. Sebuah lembaga yang baru diluncurkan, atau baru
direformulasi sangat penting menumbuhkan kepercayaan publik karena akan
sangat berkaitan dengan citra dan reputasi kelembagaan.
Citra terkait dengan cara
pandang pihak luar, sifatnya bisa temporer. Sementara reputasi melibatkan
pandangan pihak eksternal dan pihak internal dalam waktu panjang dan menjadi
rekam jejak.
Salah satu yang harusnya
dikelola dengan baik adalah opini publik. Sosialisasi lembaga dengan
membangun opini negatif tentu bukanlah manajemen komunikasi yang baik.
Badan Siber dan Sandi
Negara (BSSN) tentu saja harus disosialisasikan karena banyak khalayak yang
belum mengetahui tugas dan fungsinya. Apa yang membuatnya berbeda dengan
Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Jika badan siber ini
memang memiliki posisi strategis dalam landskap pengelolaan negara, seperti
apa konstribusinya saat ini dan ke depan. Akan sangat ideal, jika pernyataan
di awal itu dimulai dengan penjelasan runtut, komprehensif, dan membuka
wawasan publik tentang apa dan bagaimana BSSN.
Seorang pejabat publik
perlu terlatih, cepat beradaptasi dengan lingkungan masyarakat, dan media
yang sangat cepat berubah. Terlebih pada era keberlimpahan komunikasi yang
terfasilitasi melalui kanal-kanal komunikasi warga.
Dalam Teori Manajemen
Privasi Komunikasi dari Sandra Petronio di bukunya Boundaries of Privacy: Dialectics of Disclousure (2002), harusnya
komunikator memiliki pertimbangan dan pilihan peraturan sendiri mengenai apa
yang harus dikatakan, dan apa yang harus disimpan dari publik.
Saat ini, publik sangat
kritis dan dunia informasi berkembang sangat pesat, kejadian dan pernyataan
di satu tempat dengan cepat dibagi dan diketahui oleh banyak orang di
berbagai tempat. Mengendalikan pesan menjadi sangat penting dilakukan, agar
dapat meminimalisasi kesalahan dan pernyataannya tak menyesatkan! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar